Setelah satu Januari, rupanya semesta tetap bersikeras tak mau merestui. Membuat relung yang pernah terisi dalam sekejap kembali terasa sendiri. Ujung sepatunya menendang krikil di depannya, membuat kerikil itu terpental menuju dasar danau. Untuk ke sekian kalinya ia menghela pasrah.
"RIL!!!" Suara Jonathan menggema ke seantero alam terbuka di sekitarnya. Laki-laki itu berlari mendekat dengan kedua tangan menggenggam dua es krim yang dibawanya.
"Es krim buatan oma, nih. Lo harus cobain!" kata Jonathan begitu antusias. Padahal gadis di depannya ini sedang tidak bersemangat untuk melakukan hal apa pun.
Eiryl menerima es krim yang Jonathan bawakan untuknya. Lalu duduk di bangku taman panjang, memandang kosong danau di hadapannya.
"Es krimnya manis, Ril. Kayak lo." Jonathan berusaha merayunya.
Eiryl menoleh ke arah sepupunya itu. "My name is Eiryl not Eiril!" tegasnya, tapi laki-laki di sampingnya terlihat tidak peduli.