Cintia yang sebelumnya berangkat ke kafe untuk menghindari keluarganya, sekarang justru memikirkan banyak hal yang membuatnya semakin kalut. Wanita itu memasuki ruangan sederhana miliknya, dikelilingi banyak hiasan kaca serta tanaman, tapi sama sekali tidak membuat hatinya lebih baik. Cintia hanya berdiri dengan tangan yang menumpu pada meja kerjanya, sebelah tangannya pun masih terus memijat pelipisnya karena pusing kepala yang ia rasa beberapa saat lalu.
Luka memar yang ia lihat di wajah Leonardo bisa ia bilang cukup parah, bahkan Cintia takut hal itu akan membuat nama anaknya menjadi buruk. Tapi kenapa anaknya bisa sekeras itu sekarang? Cintia sama sekali tak habis pikir dengan pergaulan anaknya sekarang. Bahkan hanya untuk meminta hubungan adiknya putus pun harus memakai banyak kekerasan? Cintia sungguh tidak menyangka.