Pikiran Adiyaksa yangs belumnya berjalan dengan normal, kini berubah menjadi buntu, tak memiliki jalan keluar sama sekali. Posisinya benar-benar berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Bahkan meski dia menjelaskan, dia kan tetap menjadi orang yang disalahkan, orang yang tidak memberikan manfaat, dan akan semakin memancing emosi keduannya.
"Kenapa diem? Jawab Di! Kasih penjelasan yang masuk akal dan biasa aku terima. Kali ini aku bicara sebagai sahabat, bukan sebagai seorang kakak ipar." Penjelasan itu semakin membuat Adiyaksa diam. Hanya terdengar helaan napas putus asa yang terdengar di telinga Bagas.
Hanya saja, Bagas masih terus erkeras diri tidak ingin merendahkan dirinya untuk bertanya baik-baik pada sahabatnya sendiri.
"Hanya mama yang tahu nin. Tia juga baru tahu waktu beberapa hari sebelum nikah, itu pun karena dia yang terus curiga, akhirnya aku berani untuk jujur ke dia. Meskipun berat, tapi asal kamu tahu, aku belum bisa menerima ini sepenuhnya."
