"Ayah, ibu dimana?"ucap Lily pada pria yang sedang begitu santai memotong beberapa wortel dan juga beberapa sayuran.
mungkin saja, malam ini mereka akan makan sup kentang saja dan juga di temani dengan beberapa tumisan sayur.
pria itu masih setia dengan diamnya dan juga tangannya yang sedang memotong wortel dan kentang menjadi bagian-bagian kecil.
Gadis di meja makan yang duduk sembari bermain bersama boneka kesayangan milik gadis itu.
Lily kembali memandang ke arah ayahnya kembali. pria itu tidak menunjukan ekspresi apapun.
Ia masih sibuk dengan aktivitasnya memotong-motong sayuran. Beberapa brokoli juga.
"Aku tidak suka brokoli Ayah"ucap Lily menutup mulut.
"Kamu harus makan sayur Lily"
Lily memandang pria itu kembali kemudian kembali melayangkan pertanyaanya mengenai dimana keberadaan ibunya.
"Ayah, ibu dimana?"
Pria itu kembali diam dan melanjutkan aktivitasnya.
"Ayah?"
Lily sudah menyerah. Ia benar-benar sungguh menyerah saja. Lebih baik ia tidak usah bertanya lagi. Sama saja. Semuanya sia-sia. Jawaban yang di inginkan dirinya juga tidak akan di dapatnya.
Lily berjalan ke kamarnya. kemudian, tentu saja membawa serta boneka beruang milik dirinya.
Lily masih bermain bersama bonekanya. Hingga suara teriakan ibunya terdengar tepat di bawah lantai kamarnya. Lily hanya bisa memeluk erat boneka beruang itu dan perlahan mendekati pintu.
Kaki kecilnya perlahan melangkah keluar dari pintu. Suara tadi sudah hilang. Semuanya berantakan. Tidak serapi seperti tadi.
Sup itu berserakan. Wortel dan juga kentang berserakan dilantai.
Lily masih bingung apa yang sebenarnya terjadi. Lily melihat pintu rumah terbuka. Tidak ada seorang pun di luar. Lily berniat menutup pintu itu namun, seseorang membekap mulutnya dengan kencang.
"Mmpphhh"
"Sssssttt... ini ibu Lily"
Lily merasa lega. Orang yang di cari dirinya dari tadi ada di dekatnya. Lalu ke mana Ayah?
Bukan malah membawa Lily ke dalam rumah, Titiana malah membawa Lily berlari cepat ke hutan.
Mulut Lily yang sudah tidak di bekap oleh ibunya dapat leluasa berbicara.
"Ada apa bu?"
"Sstttt... ibu akan menjaga kamu sayang"
"Menjaga? Apa maksud ibu?"
Titiana hanya bisa menatap wajah anaknya itu dengan wajah yang seakan memeperlihatkan diri yang kuat.
"Ayah di mana?"
"Ayah kenapa hilang?"
Titiana menangis. Benar-benar sangat menyedihkan bukan?
Titiana tidak bisa menjelaskan semuanya pada Lily.
"Akh"Titiana meringis.
Lily memandang ibunya. Ia sadar, ibunya tidak sedang baik-baik saja. Dengan wajah polosnya, ia bertanya.
"Ibu kenapa?"
"Gapapa"
"Ini luka, siapa yang lukain ibu?"
Saat Lily sedang bertanya pada ibunya, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar. Titiana segera memaksa bangun dan berdiri. Memegang Lily dan segera berlari sebisa mungkin.
Mereka sudah masuk jauh ke dalam hutan. Sangat jauh dari rumah-rumah lainnya.
Titiana terjatuh ke sungai dengan kaki yang sepenuhnya terluka parah.
Ia harus bertahan sekuat mungkin. Ada gadis kecil ini yang harus ia jaga dan selalu ia dekap.
Lily masih setia berada di dalam pelukan ibunya.
Airmata gadis ini tidak bisa berhenti Ia masih saja menangis dan juga tentu saja tidak dengan suara isakan yang keras.
"Tenang Lily, mama di sini"ucap Titiana, menenangkan gadis yang adalah anaknya itu.
Titiana benar-benar tidak menyangka bahwa laki-laki yang menjadi suaminya itu adalah seorang penjahat dan juga monster yang sangat menakutkan.
Titiana teringat ketika Lily menginginkan membacakan beberapa ayat alkitab untuk dirinya tetapi kemudian, Titiana mendapati Richard bersembunyi di ruang bawah tanah seolah ia begitu tidak ingin mendengar Aku membacakan ayat-ayat itu.
"Ya Tuhan, mahkluk seperti apa suamiku?"batin Titiana.
Luka di kakinya cukup parah. Perempuan ini sudah cukup menahan semuanya. Lily dengan nafas dan juga perasaan yang cukup takut, masih dengan erat memeluk tubuh ibunya.
Tiba-tiba, sebuah suara dentuman yang cukup keras terdengar. Suara seperti pukulan benda keras menghantam beberapa pohon dan juga di iringi suara langkah laki orang dewasa.
Dari kesunyian hutan itu, seseorang mengeluarkan suara. Titiana menutup kedua telinga Lily dan juga ia semakin mengunci rapat-rapat mulutnya.
Ia tidak ingin ketahuan. Nyawa adalah taruhannya.
"Sayang, Lily sayang?"
Suara itu terdengar.
"Ayah membawakanmu kue mangkuk ungu kesukaanmu"
"Kemarilah nak,"
Tidak ada sahutan.
Pria itu masih setia berjalan pelan menyusuri hutan.
Sementara Titiana, mendekap tubuh putrinya erat.
Hingga....
"Beraninya kamu menyembunyikan anakku!"
Richard, menarik baju Titiana hingga begitu keras. Kaki penuh luka milik Titiana, tergores begitu saja mengenai tanah-tanah dan bebatuan kerikil lainnya.
"Lari Lily!"teriak Titiana.
Lily yang berada di tempat itu tidak bisa meninggalkam ibunya di serang seperti itu.
Lily masih setia berada di situ. Sementara Richard, sudah mengangkat tubuh wanita itu dan menyeretnya ke atas dan ke bawah.
Lily menangis. Sangat cukup kencang.
Richard melirik dengan mata yang memerah ia menatap Lily sebentar kemudian, kembali mengangkat dan menyeret kasar tubuh Titiana.
Lily masih saja menangis cukup keras.
Richad membuang tubuh Titiana yang sudah sangat memprihatinkan itu dan kemudian, mendekat ke Lily. Lily masih saja menangis. Richard perlahan mengusap puncak kepala gadis itu.
Lily masih saja menangis.
Bagaimana ia tidak menangis? Ia bahkan melihat ibunya di bunuh bahkan dengan cara yang begitu sadis. Luka itu, tidak akan pernah pulih dan tidak akan pernah hilang.
Terutama, bagi Lily. Sementara Richard, menggendong paksa Lily menuju rumah.
Ia masih memandikan Lily seperti biasa dan juga kembali memasak dan bertingkah seperti biasanya.
Mayat Titiana, dibiarkan mengambang di sungai begitu saja.
Lily menatap keluar jendela. Mayat ibunya masih berada di sana. Bagaimana bisa ia dapat tidur nyenyak malam ini jika iia baru saja menyaksikan tubuh ibunya di seret-seret dan di bunub secara brutal bahkan oleh Ayah. Memang, Richard adalah ayah tiri. Namun, tetap saja Lily tidak bisa berhenti menangis sedari tadi. Bahkan, Richard tidak mengubur jasad sang ibu. Malah membiarkan mayat itu terapung di sungaim bagai bangkai hewan yang sangat tidak begitu harus di pusingkan.
Ia kembali menangis. Richard datang, membuka kacamata yang bertengger di matanya.
Kemudian, ia berkata.
"Ayah ingin kamu bisa selalu melihat ibumu, Lily."
Lily hanya bisa menangis.
Ia tidak tau harus berkata apalagi. Ia sangat sedih.
Kemudian, Richard menemaninya tidur dan juga sesuatu terjadi.
"Mana ayat yang biasanya ibu bacakan untukku?"
Richard terkejut dengan ucapan gadis kecil itu. Ia mengeram dan menahan amarah. Matanya memerah.
Ucapan Lily membuat Richard benar-benar marah. Richard membentak kasar Lily. Lily kembali menangis.
"TIDUR SEKARANG!"
Lily tidak bisa berbuat apapun selain menuruti perkataan pria ini. Pria yang adalah ayah tirinya.
Pria yang dengan jelas dia lihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa ia yang membunuh ibunya.