Richard Alexander Nikola.
Pria yang lahir di sebuah kota di negara Australia yang kerap sekali di sebut dengan pedalaman terbesar dan sekaligus juga kota terbesar ke-8 di Australia. Jumlah penduduknya mencapai 410.301 jiwa.
Tidak ada yang tau siapa kedua orangtua Richard. Para penduduk Canbera, atau seringkali disebut Canberran. Tidak pernah mengetahui siapa Ayah maupun ibu Richard.
Malam itu, penduduk mendengar sebuah dentuman yang cukup keras dan juga cukup bisa membuat seluruh kepala keluarga di tempat itu terbangun secara tiba-tiba. Tidak ada yang keluar dari rumah mereka sama sekali. Para wanita menenangkan anak-anak mereka sementara para pria hanya memantau dari cela-cela jendela yang di buka sedikit.
Tidak ada yang tau apa yang terjadi barusan atau apakah itu ulah manusia atau bukan manusia.
Suasana itu perlahan berubah menjadi cukup membosankan ketika semuanya kembali hening dan tidak ada suara sedikitpun.
Penduduk, memutuskan untuk tidur kembali. Setelah menenangkan anak-anak, mereka kembali tertidur dengan begitu pulasnya.
Sementara itu, mereka tidak pernah menyangka bahwa seseorang sudah datang dan memilih turun terlebih dahulu di desa ini.
Adalah sebuah masalah yang besar.
....
Pagi ini, semua orang di kejutkan dengan suara seorang wanita yang berteriak begitu kencang. Namun, suara itu bukan karena ia melihat sesuatu yang mengerikan. Melainkan, di batu di mana tempat biasanya para perempuan menyuci, terdapat seorang anak kecil.
Umurnya kira-kira lima tahun.
Semuanya bingung. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengakui bahwa anak itu adalah anak mereka yang hilang.
Bahkan, anak-anak juga tidak pernah bermain bersama dengan anak ini.
Kepala desa, memikirkan bagaimana bisa anak ini muncul tepat setelah bunyi dentuman yang menggelegar semalam.
Anak itu kemudian, hanya bisa terus di asuh dan di penuhi kebutuhannya oleh satu kepala keluarga saja.
Dan, lambat laun ia pun besar. Mulai paham tentang hidup yang sebenarnya.
Berniat untuk merantau ke kota lain saja. Kemudian, setelah tangis dan juga hati yang berat, orangtua angkat itu melepas Richard pergi dengan linangan airmata.
Tiket sudah di tangan, hari ini Richard akan berangkat ke salah satu kota yang hanya memerlukan perjalanan penerbangan singkat saja.
Richard terbang ke Brisbane. Alasan Richard pergi ke sana adalah karena di sana jumlah penduduknya padat. Dan juga, Richard berpikir akan bisa mulai menjalin pertemanan dan juga membangun relasi yang cukup baik nanti dengan orang lain.
Ketika di Canberra, Richard sering mendengar beberapa pria yang pergi merantau berkata bahwa kebanyakan dari mereka lebih menyukai pergi ke Brisbane dibanding ke sydney, Darwin, bahkan Melbourne.
Richard sudah berada di pesawat. Kini, ia hanya sedang bersiap-siap untuk menguatkan hatinya.
Pesawat sudah lepas landas. Kini, ia hanya tinggal menunggu pesawat ini akan sampai di tujuannya yaitu Brosbane.
Richard memakan roti yang di sobeknya sedikit demi sedikit.
Seorang pramugari menawari dirinya air mineral dan beberapa makanan lainnya. Namun, ia menolak dengan cepat.
Ia masih punya makanan.
"Tidak apa-apa pak. Ini tidak di bayar. Ini adalah pelayanan gratis"
Richard sedikit terkejut dengan perkataan sang pramugari. Ia masih memakan pelan roti di tangannya.
Kemudian, ia kembali menatap pramugari itu lagi. Ia seakan menatap pramugari itu dengan tatapan yang aneh.
Tiba-tiba pramugari itu berlutut di depan Richard dan meminta maaf. Beberapa penumpang yang melihat hal itu tidak dapat berkata apapun. Pramugari yang lain berusaha membantu pramugari yang sedang berlutut itu untuk berdiri. Namun, ia sama sekali tidak ingin berdiri dan bahkan mendorong teman sesama pramugari agar berlutut di hadapan Richard.
Pria ini hanya tersenyum saja. Sedikit senyuman kecil.
"Saya minta maaf"
"Saya benar-benar minta maaf"
Semua penumpang bertambah heran saja dengan tingkah laku pramugari ini.
"Bangunlah! Apa yang kamu lakukan?"
Seorang pramugari senior datang dan memerintahkan perempuan itu untuk bangun. Namun, sesuatu yang tidak di sangka pramugari senior itu pun terjadi.
Urat-uratnya mencuat keluar dan ia terseret ke langit-langit pesawat. Penumpang berubah menjadi histeris. Kondisi pesawat menjadi kacau.
Semua orang berlari ke sana ke mari. Ada yang memeluk anak mereka, ada sepasang kekasih yang saling berpelukan juga.
Namun, Richard masih tetap duduk dengan tenang. Masih mengunyah roti di tangannya.
Ia tidak terlihat panik, bahkan takut. Pria ini, masih duduk dengan begitu tenang.
Perjalanan yang hanya memakan waktu yang singkat, berubah menjadi perjalan yang begitu sangat mengerikan.
"DIAMLAH!"
Suara teriakan Richard, membuat semua orang yang sedang berlari ke sana ke mari itu terkejut dan sontak terdiam.
Richard mengunyah roti terakhir miliknya. Kemudian, dengan mata merah yang entah sejak kapan muncul itu, ia berkata.
"Duduklah, dan nikmati perjalanan ini"
Semuanya duduk. Memakai kembali sabuk dan juga duduk dengan tenang. Namun, ada seorang wanita tua yang masih belum bisa menenangkan diri. Bahkan, bunyi jantungnya dapat di dengar jelas oleh Richard.
Richard berjalan pelan ke arah wanita tua itu.
Sekali tatap saja, membuat wanita tua itu takut.
"Apakah aku harus menghentikan jantung itu agar ia tidao berisik?"
Ucapan Richard pada wanita tua itu semakin membuat wanita tua itu ketakutan setengah mati.
Jantung dan suara detakannya tentu saja semakin cepat.
Richard baru saja berbalik. Namun, ia sudah tidak tahan dengan ketakutan yang di rasakan oleh wanita tua itu.
Pria itu kembali membalikan badannya. Dan kemudian, menatap mata wanita tua itu.
Seperti ada sesuatu yang terhisap dari tubuh wanita itu, dan masuk ke tubuh Richard.
Yang lain hanya bisa melihat dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Wanita tua itu sudah tewas. Bahkan, tidak ada luka apapun di tubuhnya.
Sudah sejam berada di pesawat ini. Akhirnya, pesawat sampai juga di kota tujuan Richard. Kota Brisbane.
Richard memandangi pemandangan di dalam pesawat ini. Semua penumpangnya ketakutan bahkan, ada ibu yang begitu erat memeluk anaknya.
Richard berdiri sebentar kemudian, ia menutup matanya.
Entah apa yang di lakukannya. Namun, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya pelan dan kemudian mwnawarkannya beberapa air mineral dan cemilan.
"Tidak apa-apa pak. Ini tidak di bayar. Ini adalah pelayanan gratis"
Ucapan itu terulang dan juga tentu saja di ucapkan oleh pramugari yang sama.
Roti yang sudah di makan oleh Richard pun, hadir kembali.
"Tidak, terima kasih"
Ucapan Richard dibals dengan senyuman ramah pramugari itu.
Kemudian, pramugari itu kembali menawarkan ke penumpang yang lain.
Richard membalikan badannya dan menatap sebentar wanita tua yang di belakangnya. Ia tersenyum ke arah Richard.
Richard juga membalas senyuman yang di berikan wanita tua itu.
Richard kembali membalikan kepalanya ke depan. Dan kemudian, memakan lagi roti di tangannya.
Richard, tersenyum kecil sembari memakan roti terakhir.