Dreena sudah tidak tahan berada di rumah. Ibu dan ayahnya masih saja berdebat. Semakin lama membuat Dreena tak sanggup untuk berpura-pura. Ia tahu mereka melakukan itu semua demi dirinya. Semua karena penyakit terkutuk yang telah menyerangnya.
Di kamar, Dreena jadi banyak melamun memikirkan nasibnya untuk ke depannya. Apalagi sang dokter sudah mengatakan jika ia tidak boleh terlalu kecapekan atau banyak pikiran. Hal itu dapat memacu tekanan darahnya justru semakin menurun. Ia tidak ingin kembali terbaring di ruang serba putih beraroma antiseptik dan obat.
"Ini semua salahku, salah penyakit terkutuk ini. Kenapa Tuhan memberiku penyakit ini? Kenapa dari sekian banyak manusia, aku pun harus menerimanya?" batinnya terisak.
Dreena terus mengutuk penyakitnya itu. Sedari siang Dreena dapat melihat jika ibunya tampak sedang menahan emosinya. Hanya saja Dreena tidak tahu pastinya karena hal apa. Ia tidak ingin terlalu larut mengurusi masalah orang tuanya.