Jenna masih mendiamkan Blake hingga keesokan harinya. Ia masih kesal, tetapi bukan juga benci. Bukankah tak masalah jika ia diam hingga kemarahannya mereda? Daripada harus meributkan banyak hal dan keluhan mengenai pria itu, tentang kekurangannya, bahkan segala hal yang mungkin tak pernah Blake lakukan untuk membuktikan rasa cintanya pada Jenna.
Tentu saja Blake mencintai Jenna, semua tahu itu. Bahkan itu yang kemudian menjadi senjata beberapa orang yang menginginkan perpisahan keduanya saat masih di bangku sekolah—di mana cinta yang mereka tahu hanyalah sebatas cinta monyet.
Demi Jenna, Blake bahkan rela gadis itu membencinya. Ia pergi dan memperbaiki segalanya, menjadi lelaki dengan versi terbaik, lalu kembali untuk menjemput kekasihnya itu.
Namun, itu hanya kisah di balik kisah yang Jenna ketahui. Andai ia jelaskan sekali pun mungkin tak akan meredakan amarah di hati gadis itu. Dan mau tak mau, Blake harus terbiasa dengan itu semua.