Sama seperti hari pertama ia bekerja, Anne diantarkan oleh Naomi ke hotel, sedangkan Naomi membawa mobil Anne ke kampus. Anne membuka pintu mobil ketika sampai di basement hotel itu. Raut wajahnya terlihat sangat kesal, menandakan jika kejadian kemarin masih membekas diingatannya. Jelas saja, pria sialan itu memang benar-benar menyebalkan.
"Semangat bekerja, ingat calon anakmu," ujar Naomi, berusaha menghibur Anne.
Anne hanya mengangguk, lalu turun dari mobilnya. "Hati-hati di jalan," ucap Anne. Naomi menyodorkan jempolnya, lalu pergi dari sana.
"Kalau saja bukan karena syarat dari Daddy, mungkin aku tidak akan sudi mengandung anak dari pria angkuh itu!" gumam Anne, mengelus perut ratanya. Padahal ia sendiri belum tahu, apakah ia sudah hamil atau belum.
"Sepertinya aku salah. Harusnya aku hanya menargetkan benih Ethan yang menempati rahimku ini, bukan si menyebalkan Othniel!"
Anne berdecak kesal, lalu kembali berjalan memasuki gedung hotel. Hari ini bisa dibilang, mood Anne sangatlah buruk. Jelas saja, mengingat jika ia baru mengetahui fakta tentang Othniel yang merupakan bagian dari tempatnya bekerja ini, bahkan pemiliknya. Dan pria sialan itu berbuat semaunya padanya. Ck! Kalau saja Anne tahu sedari awal, ia mungkin tidak akan bekerja di sini, oh atau bahkan Anne akan menghilang dan bersembunyi di luar kota, agar hidupnya tenang. Melahirkan anaknya dengan tenang, lalu mendapatkan semua harta kekayaan Mckenzie.
Anne mengetuk pintu di sana. Di mana terdapat papan bertuliskan HRD di sana. Ya, pagi ini Anne harus bertemu dengan temannya yang bekerja sebagai HRD, karena temannya itu meminta untuk menemuinya pagi ini.
Anne membuka pintu tersebut. Dapat ia lihat jelas seorang pria dengan jarak usia lebih tua di atas Anne, berjas rapih dengan kacamata yang bertengger di hidungnya. Anne langsung saja duduk tanpa disuruh.
"Ada apa?" tanya Anne, tanpa ingin berbasa-basi. Jauh di dalam hatinya ia berdoa, semoga saja bukan tentang dirinya yang menggunakan toilet tamu.
"Sopanlah saat berbicara dengan atasanmu," ujar Jordan, masih fokus dengan berkas di depannya. Anne berdecak, membuat Jordan terkekeh.
Pria itu melepas bolpoin dan kata matanya, lalu menatap Anne.
"Kau sudah siap?" tanya Jordan. Anne mengerutkan kening.
"Siap? Apa?" tanya Anne tidak mengerti.
Jordan memijat pelipisnya yang terasa sedikit pening.
"Sebelum itu, aku ingin bertanya, apa kau mengenal Tuan Niel?" tanya Jordan, menatap Anne lekat.
Anne berdecak kesal. "Si pria angkuh itu!" jawabnya, membuat mata Jordan membelalak.
"Jadi kau sudah mengenalnya? Kau tidak tahu jika dia adalah Owner dari hotel tempat kau bekerja ini?" tanya Jordan lagi.
"Aku baru tau kemarin. Kalau saja dari pertama aku tau, mungkin aku tidak akan meminta bantuanmu untuk bekerja di sini!" kesal Anne.
"Kau kenal dia dari mana? Kau punya hubungan apa dengannya?" tanya Jordan penasaran.
Anne berdecak. Tidak mungkin ia memberitahukan semuanya. Lagi pula yang mengetahui rencananya ini hanyalah Naomi. Sahabatnya.
"Ck! Sebenarnya kau memanggilku ke sini untuk apa, huh?!" kesal Anne. Nyali Jordan sedikit menciut. Jelas saja, walaupun perempuan, Anne ini terbilang cukup tangguh.
"Oke, oke. Aku memanggilmu ke kini karena ingin menyampaikan sesuatu," ujar Jordan. Anne mengerutkan kening.
"Sebenarnya aku tidak ingin melakukan ini, terlebih kau itu temanku, dan kau juga masih baru bekerja dua hari ini. Tapi aku terpaksa melakukannya," ujar Jordan lagi. Anne semakin penasaran.
"Apa? Langsung saja!" kesal Anne yang sudah sangat penasaran. Jordan mengembuskan nafas kasar.
"Dengan terpaksa, aku memecatmu, An."
Anne membelalak mendengar ucapan Jordan.
"Aku di pecat? Bagaimana bisa?! Aku tidak melakukan kesalahan apa-apa!" protes Anne. Untung saja Jordan ini temannya. Jadi Anne bisa dengan seenaknya berteriak.
"Iya, aku tidak tau kau melakukan kesalahan atau tidak, yang jelas Tuan Niel yang memintaku untuk memecatmu, An."
Anne terdiam mendengar ucapan Jordan. Tatapan matanya menatap tajam ke depan dengan tangan yang terkepal kuat, menunjukkan jika amarah Anne sebentar lagi akan meluap.
"Maafkan aku An, aku terpaksa melakukannya. Aku juga tidak tau apa masalahmu dengan Tuan Niel, tapi--"
Belum sempat Jordan menyelesaikan ucapannya, Anne sudah bangkit dari duduknya, dan keluar dari sana.
"Jangan lupa kembalikan seragam kerjamu."
Anne yang baru saja menutup kembali pintu itu, dan hendak melangkah pergi dari sana, berhenti seketika. Ia berbalik badan, menatap pria tampan dengan stelan jas lengkap itu dengan tatapan penuh benci.
Anne mendekat. "Apa yang kau inginkan, hah?!" tanya Anne dengan berani. Ia menatap Othniel tajam.
"Bukannya sudah ku katakan, aku menawarimu pekerjaan," jawab Othniel.
"Aku tidak mau! Aku tidak sudi bekerja dengan pria bajingan sepertimu!" pekik Anne tajam.
Othniel terkekeh pelan. "Baiklah kalau kau tidak mau. Aku bisa saja menyuruh koneksiku untuk mencari tau apa yang sedang kau rencanakan."
Anne membelalak. Tidak, Othniel tidak boleh tahu. Akan tetapi, apa yang harus Anne lakukan? Bekerja dengan pria sialan ini? Tetapi bekerja apa? Menuruti semua kemauannya? Yang benar saja!
"Kau baru saja dipecat, dan kalau kau memang tidak ingin bekerja denganku dan membiarkan aku menyuruh koneksiku untuk men--"
"Aku mau!"
Othniel tersenyum puas mendengar jawaban Anne. Ia berhasil. Berhasil menjebak wanita ini ke dalam perangkapnya. Ya, Othniel tidak bodoh, ia tahu jika Anne tengah menyusun rencana untuknya. Ntah apa, sekarang Othniel memang belum tahu, tapi Othniel akan mencari tahu.
"Kau akan bekerja mulai dari sekarang," ujar Othniel. Anne masih menatap Othniel penuh benci.
Othniel melangkahkan kakinya pergi dari sana, sedangkan Anne masih menatap Othniel tajam di tempat semula. Menyadari Anne tidak mengikutinya, Othniel berbalik menatap Anne.
"Apa lagi yang kau tunggu? Ikut aku!" perintah Othniel. Anne mendengus kesal, membuat Othniel tersenyum puas dalam hati.
Anne akhirnya mengikuti Othniel. Mereka memasuki mobil Othniel, dan pergi dari sana. Selama di perjalanan, tidak ada yang membuka suara barang sedikit pun. Othniel yang fokus ke jalanan, dan Anne yang fokus ke jendela, sama sekali tidak ingin melihat wajah pria menyebalkan di sampingnya ini. Jelas saja, Anne masih sangat kesal. Bayangkan, baru dua hari ia bekerja, tetapi sudah di pecat. Sial!
"Kau tidak berniat menjualku, 'kan?" tanya Anne, menoleh menatap Othniel dingin.
"Aku tidak semiskin itu untuk menjual wanita murahan sepertimu."
Anne membelalak mendengar jawaban Othniel. "Apa kau bilang? Murahan? Brengsek!" demi Tuhan, ingin rasanya Anne menampar mulut sialan pria ini.
"Turunkan suaramu Roseanne!" tajam Othniel.
"Kalau begitu jaga bicaramu, Othniel!"
Kini berbalik, Othniel yang membelalak mendengar ucapan Anne. Othniel bahkan reflek mengerem mendadak, membuat Anne terkejut bukan main.
"Kau sudah gila?!" kesal Anne memekik. Ia menoleh ke belakang, bersyukurnya tidak ada kendaraan lain di belakang mereka.
Othniel menatap Anne tajam tanpa berbicara barang sedikit pun, dan itu membuat Anne merasa risih.
Anne mengatur nafasnya yang tadinya memburu, dan membalas tatapan Othniel. Anne menatap Othniel tajam.
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Aku bukan tulang asal kau tau!"
Shit! Wanita sialan! Othniel mencengkram kuat lengan Anne, membuat wanita itu terkejut bukan main.
"A-apa yang akan kau lakukan?" nyali Anne akhirnya menciut.
"Siapa kau berani berbicara seperti itu padaku, hem?" tanya Othniel dingin. Demi Tuhan, ini untuk pertama kalinya dalam kehidupan Othniel, bertemu dengan seseorang yang berani meninggikan suara ketika berbicara padanya. Bahkan, wanita ini juga menghinanya. Sial! Wanita sialan!
"Ck! Sakit sialan!" kesal Anne.
Bukannya melepas, Othniel bahkan semakin mencengkram kuat lengan Anne.
"Ini terakhir kali aku mendengarmu meninggikan suara di depanku, apalagi berani menghinaku. Dan jika kau mengulangnya lagi, kau akan tau akibatnya!" Othniel menghempas kasar lengan Anne, membuat wanita itu meringis.
Othniel kembali menjalankan mobilnya, sedangkan Anne menatap Othniel penuh benci seraya mendumel.
"Memangnya siapa yang menghinamu, pria menyebalkan!"