Anne keluar dari dalam mobil Othniel. Ia menatap gedung bertingkat tinggi itu dengan kening yang mengerut.
Othniel baru saja keluar dari mobilnya, memutari mobil mendekati Anne.
"Aku rasa aku tidak perlu untuk mempersilahkanmu masuk," ketus Othniel. Anne berdecak kesal, berjalan mengikuti langkah pria tampan namun arogan itu memasuki bangunan itu. Kantor perusahaan milik Shimshon.
"Untuk apa kau mengajakku ke sini?" tanya Anne dengan nada yang tidak bersahabat.
"Untuk membersihkan seluruh bagian ged--"
"Kau gila?!"
Othniel menghentikan langkahnya mendengar pekikan Anne. Para karyawan yang berada di lobby penatap keduanya dengan penuh rasa penasaran.
"Sudah ku katakan, jangan lagi meninggikan suaramu padaku!" tajam Othniel penuh tekanan.
Anne menatap Othniel tajam. "Kau mempekerjakanku sebagai babu! Tentu saja aku tidak mau!" tajam Anne tidak mau kalah. Othniel mengeraskan rahangnya. Menarik tangan Anne kasar dan menyeretnya masuk ke dalam lift.
"Siapa wanita itu? Aku belum pernah melihatnya," ujar salah satu karyawan di sana.
"Iya, dia sangat cantik. Apa dia kekasih Tuan Niel?" tanya yang lainnya. Berpikir jika Anne adalah kekasih Othniel. Jelas saja, Anne itu sangat cantik, body goals dengan pahatan wajah bak seorang dewi. Tentu saja sangat serasi dengan si tampan Othniel.
"Ah tidak mungkin. Dia pasti karyawan baru," celetuk wanita yang tengah fokus dengan komputer di depannya.
"Aku tidak yakin. Kau lihat saja bagaimana beraninya dia meninggikan suaranya pada Tuan Niel." mereka semua mengangguk benar. Sungguh, mereka sangatlah penasaran pada wanita itu. Mengingat jika selama ini mereka belum pernah mendengar siapapun berteriak meninghikan suaranya dengan tuan mereka, atau bahkan membalas tatapan tajamnya. Biasanya, jika Othniel menatap mereka tajam, mereka lebih memilih menunduk menghindarinya. Tapi wanita itu? Sungguh, dia sangatlah berani.
***
Pintu lift terbuka tepat di lantai tiga bangunan itu. Othniel keluar dari sana, membuat Anne mau tidak mau mengikuti dari belakang seraya mendumel kesal.
"Pria menyebalkan! Arogan!" cibir Anne, lagi-lagi mempermainkan amarah Othniel.
"Aku punya telinga jika kau lupa!" tajam Othniel tanpa menghentikan langkahnya.
"Benarkah? Aku kira kau tidak punya," jawab Anne, sontak menghentikan langkah Othniel. Othniel berbalik badan, menatap Anne tajam. Sadar akan hal itu, Anne ikut menghentikan langkahnya, menatap Othniel dan memperlihatkan cengiran bodohnya.
"Ah iya benar, kau punya telinga," tunjuk Anne pada telinga Othniel seraya terkekeh garing.
"Jalang!" umpat Othniel, kembali membalikkan tubuhnya dan lanjut berjalan memasuki ruangannya.
Anne yang tadinya membelalak mendengar ucapan Othniel, ikut masuk ke dalam sana seraya bergumam. "Jalang-jalang begini hanya kau yang pernah memasukiku. Menyebalkan," gumam Anne yang tentu dapat didengar oleh Othniel. Tanpa sadar, bibir Othniel menarik garis ke atas membentuk senyum tipis.
Akan tetapi, senyum itu seketika sirnah, melihat wanita itu dengan bebasnya menjatuhkan bokongnya di atas sofa yang tersedia di ruangan yang bisa dibilang cukup luas untuk ruang kerja itu.
"Siapa yang menyuruhmu duduk?!" tanya Othniel penuh intimidasi.
Anne mengembuskan nafas kasar. "Memangnha harus ada yang menyuruhku dulu? Aku lelah asal kau tau!" jawab Anne ketus. Ia dengan santainya menyandarkan punggungnya pada sofa empuk itu.
"Wanita tidak tahu malu! Berdiri!" perintah Othniel. Anne membelalak.
"Astaga! Baru saja aku mendudukkan pantatku!" kesal Anne.
"Roseanne!"
Mendengar suara berat dan penuh intimidasi Othniel memanggil namanya, sontak membuat Anne reflek berdiri cepat. Ntah kenapa nyalinya seketika menciut.
Othniel tersenyum puas dalam hati melihat Anne yang terlihat ketakutan. Ia berjalan dan duduk di kurai kebesarannya di sana.
"Harusnya jaga sopan santunmu! Syukur aku memberimu pekerjaan setelah kau dipecat," ujar Othniel seraya membuka laptopnya.
"Aku dipecat juga atas perintahmu. Aku mendapatkan pekerjaan juga karenamu. Lalu kenapa aku harua bersyukur!" kesal Anne bergumam. Othniel menatapnya tajam. Lagi-lagi Anne memperlihatkan cengiran bodohnya.
"Maaf."
Othniel menatapnya datar, lalu mengambil telepon di sana dan menghubungi seseorang.
"Ke ruanganku sekarang juga." setelahnya Othniel menutup telponnya, dan fokus pada laptopnya. Sedangkan Anne, berdiri di depan meja pria itu seraya mengerutu dalam hati.
Suara ketukan pintu menghentikan gerutu Anne dalam hati. Ia masih mempertahankan posisinya berdiri di tempat semula.
"Masuk," suruh Othniel tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop miliknya.
Pintupun terbuka. Anne terkesiap melihat siapa yang masuk ke dalam ruangan itu.
"Ya Tuhan, kenapa dia sangat tampan! Bahkan tidak kalah dari si arogan ini!" pekik Anne dalam hati.
"Selamat pagi, Tuan," sapa Adam. Ya, pria itu adalah Adam.
Othniel menutup laptopnya begitu saja, mengalihkan pandangannya menatap Anne. Anne sendiri tidak menyadari Othniel memperlakukannya. Ia sibuk menikmati ciptaan Tuhan yang tak kalah indah dari pria menyebalkan di depannya ini. Melihat bagaimana Anne menatap Adam dengan tatapan memuja, Othniel menatap Anne datar dengan rahang yang mengetat serta tangan yang terkepal kuat. Lain halnya dengan Adam yang menatap bos sekaligus sahabatnya itu dengan kening uang mengerut.
Brak!
Anne berjingkrak mendengar genrakan meja yang pelakunya adalah Othniel sendiri.
"Apa kau tidak waras?!" kesal Anne seraya mengelus dadanya, seolah merasakan jantungnya hampir saja merosot ke lambung.
Adam terkesiap melihat bagaimana Anne meninggikan suaranya pada Othniel.
"Turunkan intonasi bicaramu, Roseanne!" tajam Othniel. Anne berdecak kesal. Ia masih mencoba mengendalikan dirinya. Jelas saja, dirinya sangat terkejut karena ulah pria gila ini.
Othniel beralih menatap Adam.
"Posisimu akan digantikan oleh wanita ini," ujar Othniel to the point.
"Baik, Tuan," jawan Adam tanpa memprotes sedikitpun.
Anne mengerutkan kening. "Posisi?" tanyanya tidak paham.
"Sebagai sekretaris," jawab Othniel. Anme berdecak pelan. Jika orang lain akan senang mendapatkan posisi ini tanpa interview atau semacamnya, maka berbeda lagi dengan Anne. Ia seolah baru saja mendapat kesialan.
Ah ya, Anne baru teringat sesuatu. "Tapi aku tidak paham, aku tidak tahu apa-apa. Aku saja tidak kuliah," dusta Anne. Padahal ia lebih dari sekedar tahu. Mengingat dulu ia sering ikut dengan Berson mempelajari tentang dunia bisnis.
"Tidak masalah," jawab Othniel. Adam menatapnya menyelidik. Merasa ada yang aneh dengan bosnya ini.
Anne memutar bola mata malas. Ia sudah tidak tahu harus beralasan apa agar bebas dari pria menyebalkan ini. Sial, kalau saja dirinya tahu akan seperti ini, Anne mungkin tidak akan memasukkan Othniel sebagai incarannya, dan hanya akan mengincar Ethan saja. Oh, kalau saja ia sudah mengetahui keberadaan Adam, mungkin Anne akan mengincarnya saja. Tidak dengan pria arogan ini.
"Kai boleh keluar." Adam mengangguk, setelahnya keluar dari sana membuat Anne mendesah kecewa karena tidak bisa lagi memandang wajah tampan Adam. Memang, Othniel lebih tampan, tapi Adam lebih tampan dan sepertinya tidak arogan seperti Othniel.
"Ada apa?" tanya Othniel dingin.
Anne menatap Othniel malas. "Apa?" tanya Anne.
Othniel mengeraskan rahangnya. Ia tahu apa yang Anne pikirkan. Pasti Adam. Sial!
"Kau akan bekerja mulai hari ini," ujar Othniel membuat Anne membelalak. Othniel ingin memberikan sedikit hukuman kepada wanita angkuh ini.
"Yang benar saja! Tidak, aku akan mulai bekerja besok saja!" tolak Anne cepat. Othniel menatapnya datar.
"Siapa kau bisa menentukan kapan bekerja dan tidak?" tanya Othniel dingin. Anne bungkam, lalu mendengus kesal.
"Othniel menyebalkan!!"
___________
BERSAMBUNG .....
Typo bertebaran! Akan direvisi. Makasih sudah membaca ><