Memasuki lift khusus karyawan dengan nampan berisi secangkir cappuccino di atasnya, Anne sesekali berdecak ketika kopi itu tumpah bahkan hanya tinggal setengah. Jelas saja, membawa secangkir kopi bagi pemula seperti Anne ini terasa sangatlah sulit. Anne bahkan tidak tahu cara membawa nampan, dan membawanya menggunakan kedua tangan di depan perut. Tentu itu tidak sesuai dengan standar operasional seorang waitress.
Selama di dalam lift, Anne bedoa agar tidak ada siapapun yang ikut masuk bersamanya. Jika ada, pasti mereka akan menertawakannya. Anne sendiri tidak tahu bagaimana nasibnya nanti ketika mengantarkan kopi ini ke kamar si pemesan. Owner hotel tempatnya bekerja ini.
Anne mengembuskan nafas lega ketika ia sampai ke lantai di mana kamar owner hotel ini berada. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari nomor kamar yang tak kunjung ia temukan. Anne bahkan berjalan hingga ujung. Bersyukurnya ia bertemu dengan petugas housekeeping yang tengah membersihkan kamar.
"Permisi," ucap Anne kepada pria yang tengah mengatur linen di troleynya itu.
"Kamar nomor 807 ada di mana?" tanya Anne. Pria itu tersenyum tipis, lalu menunjuk ke kamar di ujung sana.
"Di sana," jawabnya.
"Terima kasih," ucap Anne hendak melanjutkan langkahnya, akan tetapi terhenti ketika pria itu berucap.
"Kau langsung masuk saja, dan letakkan di atas meja." Anne mengangguk, setelahnya menuju kamar tersebut.
Anne tidak lagi memencet bel, dan ia langsung saja masuk ke dalam kamar dengan tipe president suite itu. Anne meletakkan cangkir kopi tersebut di atas meja. Mengambil tisu di sana, dan mengelap nampan tersebut. Setelahnya, Anne berjalan menuju jendela kaca besar yang di luarnya terdapat kolam renang. Anne memandang pemandangan kolam yang tidak terdapat satu pun orang di sana. Bahkan, tanpa Anne sadari, seseorang baru saja keluar dari kamar mandi, dan berjalan ke arah pintu untuk menutup pintu tersebut.
Bibir pria itu menyinggungkan senyum miring, lalu berjalan mendekati Anne yang fokus dengan pemandangan kolam renang di luar sana.
"Sejak kapan ada karyawan yang berani menikmati pemandangan dari kamar tamu?"
Deg
Anne terkejut bukan main, sampai-sampai ia reflek membalikkan tubuhnya. Lebih terkejutnya lagi ketika melihat siapa pria itu.
"Kau?!" kejut Anne. Jantungnya berpacu sangat cepat. Selain karena terkejut melihat siapa pria ini, keadaannya yang hanya mengenakan handuk sebatas pinggang sehingga memperlihatkan perut kotak serta dada bidangnya yang membuat Anne gugup.
"Bersikap sopanlah saat kau berbicara dengan atasanmu!" tajam Othniel.
"A-atasan?" gumam Anne. Ah ya! Ia baru mengingat. Jadi ... "Dia adalah pemilik hotel ini?" gumam Anne yang tentu dapat didengar oleh Othniel. Othniel tersenyum smirk.
Othniel berdecak pelan. "Kau bahkan tidak tahu siapa atasanmu di sini," sindir Othniel. Anne mengangkat pandangannya menatap Othniel.
"Kalau tau pun aku tidak akan mau bekerja di sini!" tajam Anne. Ya, kalau saja dari pertama ia tahu hotel ini berhubungan dengan pria ini, Anne mungkin akan mencari pekerjaan lain.
"Ya sudah, kalau begitu silahkan undurkan diri," ujar Othniel, membuat Anne membelalak.
Mengundurkan diri? Bagaimana bisa? Anne sangat membutuhkan pekerjaan ini untuk kelangsungan hidupnya.
"Siapa kau berani memerintahku?!" kesal Anne. Mata Othniel melebar. Wanita ini memang benar-benar menyebalkan!
"Aku atasanmu jadi turunkan intonasi suaramu!" tajam Othniel. Anne terdiam, menatap Othniel dengan tatapan benci.
"Ck! Pria menyebalkan! Membuang-buang waktuku saja!" kesal Anne, berbalik hendak keluar dari kamar itu. Akan tetapi Othniel menarik tangannya, lalu menghempaskan tubuh Anne ke atas ranjang dengan posisi terlentang. Anne memekik keras karena terkejut.
"Apa yang kau lakukan sialan!" murka Anne. Othniel naik ke atas ranjang, membuat Anne beringsut mundur.
"A-apa yang akan kau lakukan?" takut Anne. Menelan susah salivanya dengan jantung yang berpacu cepat ketika melihat bagaimana perkasanya pria ini. Oh, dia juga sangat tampan!
Othniel tersenyum smirk ketika Anne tidak bisa lagi bringsut mundur karena punggungnya bahkan sudah berbenturan dengan kepala ranjang. Othniel mengurung Anne dengan kedua tangannya.
"M-mau apa kau? Jangan macam-macam!" tajam Anne.
"Memang apa yang kau takutkan hem? Intimu saja sudah ku masuki, apalagi tubuhmu ini."
Anne lagi-lagi menelan ludah kasar. Ia menatap Othniel penuh benci.
"Apa yang kau inginkan, hah?!" tanya Anne kesal.
"Harusnya aku yang bertanya, apa yang kau inginkan?!" balas Othniel. Ia menatap Anne tajam. Keduanya saling menatap tajam.
"A-aku tidak menginginkan apa-apa!"
"Tidak mungkin! Kau bahkan rela memberikan kehormatanmu untukku tanpa mengambil uang sepeserpun!" Othniel menaikkan intonasi suaranya, membuat Anne terkesiap dengan jantung yang berpacu cepat.
"Ya-ya karena aku tidak membutuhkan uang!"
"Lalu untuk apa kau bekerja?!"
Skak! Anne sudah tidak tahu lagi harus menjawab apa. Tidak mungkin ia memberitahu Othniel jika dia hanya menginginkan keturunan darinya. Dan jika Othniel tahu, Anne yakin, pria ini tidak akan tinggal diam. Apalagi mengetahui jika Anne mengandung anaknya, Othniel pasti akan melakukan yang tidak-tidak padanya. Sial! Jika saja Anne tahu hotel ini milik keluarga Othniel, ia tidak akan sudi bekerja di sini. Ah, seharusnya sejak malam itu, Anne pergi menjauh atau bahkan tinggal di luar kota untuk menjauh dari pria sialan ini.
"Kenapa kau diam? Apa yang sudah kau rencanakan, hem?" tanya Othniel.
Anne reflek menggeleng cepat, membuat Othniel jadi semakin curiga.
"Tidak, aku tidak merencakan apa-apa," sangkal Anne.
"Rupanya kau ingin bermain-main," ujar Othniel membatin.
Othniel turun dari atas ranjang, membebaskan Anne. Ia melipat tangan di depan dada, sedangkan Anne mengembuskan nafas lega.
"Oke, kalo memang kau tidak merencanakan apa-apa, kau harus membuktikannya," ujar Othniel.
"Ya, akanku buktikan," jawab Anne tanpa berpikir panjang. Dia tersadar. "Tapi bagaimana caranya?" gumam Anne.
"Dengan cara kau harus bekerja dan mengikuti semua apa yang aku perintahkan."
Anne membelalak. Yang benar saja!
"Apa hubungannya!" kesal Anne tidak terima.
Othniel berjalan menuju jendela, berdiri membelakangi Anne. "Terserah. Kalau kau tidak mau, aku bisa saja menyuruh koneksiku untuk menyelidikimu bahkan mengikutimu kemanapun kau pergi."
Anne mengepalkan kedua tangannya dengan rahang yang mengeras.
"Dasar, pria menyebalkan!" kesal Anne, setelahnya keluar dari kamar itu meninggalkan Othniel.
Othniel berbalik badan, menatap kepergian Anne dengan senyum miring di bibirnya.
"Dasar, wanita angkuh!" gumam Othniel. Ia berjalan ke arah meja.
"Dia bahkan tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan benar. Bodoh!" gumam Othniel lagi, ketika melihat kopi yang dibawakan oleh Anne di atas meja terlihat sangat berantakan.
****
Dengan raut kesal sesekali berdecak, Anne membuka pintu mobilnya, dan duduk di samping Naomi yang duduk di depan kemudi.
"Kenapa kau lama sekali!" Anne menatap Naomi kesal. Naomi membelalak mendengar ucapan Anne.
"Ya Allah An, kau baru saja menelponku dan aku langsung datang. Di mana tempat lamanya?" ujar Naomi, tidak mengerti dengan sahabatnya ini.
Anne berdecak, setelahnya mengalihkan pandangannya menatap jendela. Naomi dengan perlahan menjalankan mobil Anne.
Selama di perjalanan, tidak seperti biasanya, Anne hanya terdiam. Tentu kalian sudah tahu jawabannya. Akan tetapi tidak dengan Naomi. Naomi fokus ke jalanam sesekali menoleh menatap Anne dengan kening mengerut.
"Bad mood tapi marah kepada orang lain!" gumam Naomi menyindir. Anne berdecak.
"Kau tau, aku sangat membenci pria menyebalkan itu!" pekik Anne. Naomi mengelus-elus dada sabar. Butuh kesabaran yang sangat besar untuk menghadapi sahabatnya ini.
"Pria menyebalkan? Siapa?" tanya Naomi tidak tahu.
"Siapa lagi jika bukan Othniel sialan itu!" jawab Anne.
Naomi mengembuskan nafas kasar. "Memang ada apa dengannya? Dia menganggumu? Atau dia meminta pertanggung jawaban karena kau sudah mencuri benihnya?"
Anne menatap Naomi tajam. "Asal kau tau saja, rupanya dia pemilik hotel tempatku bekerja!" jawab Anne kesal.
"Memangnya kau tidak tau?" tanya Naomi.
"Kau tau?" ucapnya berbalik bertanya. Naomi mengangguk polos.
"Hotel Shimshon 'kan?"
Mendengar itu, Anne membelalak. Detik setelahnya ....
"Naomi kenapa kau tidak memberitahuku!!"