Chereads / Mata ketiga Suamiku / Chapter 4 - Tiba-tiba Nikah

Chapter 4 - Tiba-tiba Nikah

Bulu kudukku meremang seketika, saat si aneh membisikan kalimat itu. Tubuhku terasa kaku dan dingin, aku bergeming tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Jangan takut, semakin kau takut mereka akan semakin menyukainya."

Sumpah, demi seluruh makhluk di muka bumi, si aneh ini benar-benar mengesalkan! Dia yang nakut-nakutin, dia sendiri yang melarangku takut. Mau mu apa sih Felix Squ ... Squi ... Squarepants? Ah, apalah itu namanya, kenapa pula ia punya nama susah-susah seperti itu? Masa bodoh, gak penting juga untukku.

Aku bergegas masuk ke mobil, aku benar-benar malas mendengarkan dia berbicara aneh-aneh. Semakin lama semakin ngelantur, bikin pusing kepala saja!

Astaga aku benar-benar tidak bisa membayangkan harus menikah dan bersama sehidup semati dengan Felix, dan segala kelakuan sintingnya.

Suasana di dalam mobil begitu hening, kami seakan sibuk dalam pikiran masing-masing.

Sejujurnya aku lebih baik menatap jalanan lewat kaca di jendela yang terdapat tepat di sampingku, daripada harus ngobrol dengannya yang ujung-ujungnya membuatku sakit kepala.

Kini kami hampir sampai di rumahku, sorot lampu mobil yang terang tak sengaja menyorot seorang wanita, yang berdiri tepat di depan rumah tua bergaya kolonial tersebut.

Wanita itu tersenyum dan melambaikan tangan kepadaku, terlihat jelas wajah cantiknya khas orang Eropa.

T-tunggu! Untuk apa ada perempuan malam-malam di depan rumah itu? Aku mengucek-ngucek mataku tetapi, wajah wanita itu semakin jelas tertangkap penglihatanku.

"Sepertinya dia menyukaimu?" ucap Felix tiba-tiba dengan santainya.

"Iya lah, tetangga! Lagi pula siapa sih yang gak suka sama aku? Kau aja sampai pasrah lahir batin di nikahkan denganku," jawabku ngasal sampai menepuk-nepuk dadaku.

Felix terkekeh kecil seraya menggelengkan kepalanya, kala mendengar jawaban dariku yang super percaya diri.

Ah ... ternyata memang aku aja yang terlalu berpikir negatif, wanita itu ternyata manusia. Toh, bukan hanya aku yang melihatnya tapi Felix juga.

Sudah ku bilang, hantu itu tidak ada! Hantu hanya sebuah imajinasi saja.

Keesokan paginya aku menyempatkan berjalan-jalan sebentar, aku penasaran sekali dengan rumah itu.

Langkahku berhenti kala melihat sosok wanita blonde itu sedang bermain ayunan di taman.

"Tuh 'kan dia bukan setan!" gumamku tertawa sendiri, bisa-bisanya aku kemarin menganggap dia hantu.

Aku menghampirinya sekedar untuk berkenalan, siapa tau aja bisa jadi teman. Toh, sepertinya aku dan dia seumuran.

"Hai!" sapaku dengan sopan, dia menoleh kepadaku dan tersenyum.

"Boleh kenalan? Aku masih baru nih disini."

Lagi-lagi dia hanya tersenyum, mungkin dia adalah type orang pendiam.

"Namaku Karina panggil saja Karin, kau siapa?"

tuturku seraya menjulurkan tangan kearahnya, dia pun akhirnya membalas menjabat tanganku.

Tangannya terasa dingin, mungkin karena ia terlalu lama berada di luar sedangkan udara di daerah ini memang begitu dingin.

"Isabelle," lirihnya.

"Mba! Dipanggil mama tuh, di suruh coba kebaya pengantin!" pekik Katya yang tiba-tiba muncul hingga mengagetkanku.

"Ih iya, gak usah teriak-teriak kali Kok kamu sekolah sih, dek?" tanyaku kala melihat Katya sudah rapih dengan seragam sekolahnya.

"Kan yang mau nikah mba, bukan aku. Lagi pula kita berangkat ke vila nanti malam kok! Mba juga aneh, ngapain ngomong sendirian di taman? Ih rada-rada,"

ucapnya yang membuat aku bingung, jelas-jelas aku sedang ngobrol dengan Isabelle.

"Mba tuh lagi ngobrol sam ... loh! Isabelle kemana?"

Mataku mencari-cari keberadaan Isabelle tetapi aku tidak menemukannya, mungkin dia sudah pulang karena merasa di cuekin, pikirku.

..........

Malam harinya keluarga dekatku dan keluarga Felix sudah berkumpul di vila yang sudah kami sewa.

Vila yang cukup besar dan mewah, sangatlah cukup untuk menampung keluarga besar kami.

Entah apa yang di pikirkan para orang tua kami, Aku dan Felix di mandikan air kembang setaman pukul dua belas malam tepat di taman belakang vila, bukan masalah mistisnya, sih! Masalahnya di sini dingin banget, tubuhku sungguh sangat menggigil kedinginan.

Lantunan kidung Jawa mengalun sepanjang malam itu, di temani aroma kemenyan dan dupa yang sungguh mengusik indera penciumanku.

"Felix, kok di giniin segala sih?" bisikku kepada Felix.

Ini semua persis ritual-ritual mengerikan penumbalan di film-film horor yang aku tonton. Sejujurnya aku yang gak mau ambil pusing, sedari tadi berusaha hanya diam saja menahan semua pertanyaan yang terus berputar di kepalaku. Yang penting semuanya cepet beres dan aku segera istirahat.

"Entahlah, tapi semakin malam kok semakin ramai?" ucap Felix menatap sekeliling.

Hah?

Aku begidik ngeri, bagaimana tidak! Yang berada di sana hanya keluarga kami! tidak ada orang lain. Bahkan yang mengikuti prosesi itu hanya aku, Felix, kedua orang tua kami dan Mbah putri. Lalu, maksudnya makin ramai itu apa? Apa? Ya Tuhan, jangan biarkan otakku menduga yang tidak-tidak.

Malam hari setelah acara tersebut entah mengapa aku bermimpi hal itu lagi.

Namun bedanya, mimpi ini tidak berulang seperti kemarin-kemarin, tetapi layaknya kelanjutan mimpi aneh itu.

Aku melihat sosok laki-laki yang menangis meraung-raung kala dipisahkan paksa dari si wanita malang tersebut.

"Jika hidup kita tak kunjung bersatu lebih baik kita mati bersama."

Aku terbangun dengan nafas terengah-engah, kalimat tersebut terus berputar di kepalaku. Entah apa maksudnya dari mimpi itu? Dan mengapa semua terasa nyata, bahkan rasa amarah dan sakitnya hati dapat aku rasakan.

Pagi hari acara sudah mau di mulai, bahkan beberapa tetangga kami yang di undang mulai berdatangan.

Aku melangkahkan kakiku menuju taman di vila tersebut yang telah di sulap menjadi tempat pernikahan berlangsung, di dampingi oleh mama dan adikku.

Sejujurnya aku sedikit terperangah kala melihat Felix, ia terlihat bagaikan pangeran tampan berkuda putih di negeri-negeri dongeng. Eits! Di luar sikap anehnya loh ya!

"Saya nikahkan dan kawinkan engkau Felix Squire Theodor bin Ahmed Nolan Theodor, dengan putri saya Karina Permatasari binti Reno Ardiyansyah, dengan emas kawin seperangkat perhiasan emas seberat 30 gram dan sebuah unit Apartemen senilai 2.4 milyar di bayar tunai!"

"Saya terima nikah dan kawinnya Karina Permatasari binti Reno Ardiyansyah, dengan seperangkat emas kawin sebesar 100 gram dan sebuah unit Apartemen di bayar tunai!"

SAH!!!

Aku terpaku, bahkan mulutku nyaris menganga karena mendengar emas kawinku sebesar itu. Aku sama sekali gak menyangka, siapa sebenarnya Felix ini?Crazy rich atau apa sih? Astaga, bahkan pekerjaannya saja aku tidak tau! Istri macam apa aku ini?

Setelah semua acara selesai akhirnya aku dapat beristirahat, sumpah demi apapun tubuhku benar-benar terasa letih.

Tak terasa aku tertidur hingga jam sebelas malam, aku terbangun karena perutku sudah ribut ngajak diisi.

Aku berjalan ke dapur mencari-cari sisa makanan guna mengganjal perutku yang sudah menuntut untuk diisi, tetapi aku hanya menemukan roti saja, Ah ... sedih sekali! Mungkin karena banyaknya orang mereka akhirnya lupa menyisakan aku makanan.

Aku memutuskan untuk keluar membeli makan, aku segera ambil kunci mobil milik papa.

Baru saja aku melangkah keluar pintu, lagi-lagi aku melihat pemandangan aneh.

Si aneh alias suamiku itu tengah duduk di teras vila sambil bicara sendiri! Ya Tuhan, kenapa aku harus punya suami seperti itu? Tiba-tiba semilir angin seakan menyapaku, membuat seluruh buku kudukku berdiri.

Aku mengendap-endap, agar tidak ketahuan keluar olehnya tetapi lagi-lagi usahaku gagal karena ia melihat dan memanggilku.

"Karina? Kau mau kemana?" ucapnya yang membuat ku berhenti melangkah.

Aku hanya tersenyum renyah kala menjawab pertanyaan darinya.

"Aku lapar, mau beli makanan."

"Jangan keluar sendirian! Di sana sudah banyak yang menunggumu!"