Setelah membantu umi, aku pun kembali ke Ndalem, namun aku dikagetkan oleh sosok seorang perempuan yang menghentikan langkahku. "Sejak gus Siroj mengenalmu ia melarang ku untuk pergi ke rumahnya. Padahal setiap hari aku selalu membantu umi dan adiknya." terangnya.
Lalu apa yang harus kujawab? "Seorang wanita yang normal, takkan mencintai suami orang." jawabku.
"Aku memang mencintai Gus Siroj. Tapi kamu datang menghancurkan semua impian."
"Impianmu kan? Bukan impian suamiku?"
Tangannya mendarat ke wajahku, namun aku menghempasnya.
"Lupakan mas Siroj, carilah laki-laki yang lajang. Bukan menjadi perebut suami orang!" tegas ku meninggalkannya menuju ke rumah ndalem. Untuk apa dia kesini? Perempuan gak tahu malu. Abahnya pun bisa menjodohkannya dengan laki-laki lain mengapa harus mas Siroj?
"Ada apa dek? Kok kamu kayak ngambek gitu?"
"Fatimah itu gak laku atau bagaimana sih mas? Tadi dia melabrak aku, dia protes, kenapa bukan dia yang menikah dengan mas."