Setelah kepergian Zain, aku kembali menutup pintu rumah dan mengajak Arkan masuk kedalam rumah.
Aku mengajak Arkan duduk di sofa ruang keluarga dan menenangkan Arkan, agar Arkan bisa tenang dan tidak memikirkan soal Zain.
Sebenarnya aku sendiri juga kepikiran soal ucapan Zain, aku takut kalau apa yang dikatakan Zain itu benar.
Jika nanti Zain beneran memasukkan Arkan kedalam penjara, gimana nasibku nanti?
Apalagi sebentar lagi aku akan melahirkan, aku nggak mau anakku lahir tanpa ada seorang Papa di sampingnya.
Semoga saja apa yang diucapkan Zain itu hanya sebuah ancaman, masa Zain tega melakukan itu semua, sedangkan dia tadi pasti melihat kalau aku sedang hamil besar.
Baru juga duduk beberapa detik, pintu rumah kembali diketuk.
Pasti itu Zain yang kembali bertamu hanya untuk mengancam Arkan seperti tadi.
Arkan bersiap untuk berdiri membuka pintu, namun aku justru melarangnya dan menyuruhnya kembali duduk.