Adam tengah berdiri di hadapan gundukan tanah merah yang masih tampak basah, disana seorang gadis berjilbab bergo masih terisak di atas gundukan itu dengan lirih. Sesekali bibirnya meracau tak terima di hadapan sang takdir dengan fikirannya yang sudah kalut, bagaimana tidak. Melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana sosok Ayah yang Ia cintai meregang nyawa, lantas bagaimana Ia akan hidup sekarang?
Sang Ibu yang sudah terlebih dahulu berpulang pada saat melahirkan dirinya yang terlahir prematur masih membuat hatinya terasa nyeri karena harus hidup tanpa kasih seorang Ibu, namun kini? Ia malah harus hidup sebatang kara?
Tidak ada lagi figur Ayah yang sangat menyayanginya sepenuh hati, tak kan ada siapapun yang mengingatkan dirinya untuk meminum obatnya tepat waktu. Abahnya telah hilang, bersama waktu melebur segala kenangan demi kenangan yang menghangat sendu di relung hati menyusul sang Ibu.