Aku terdiam, mataku sudah basah dengan airmata, tidak dapat berkata apapun, bagaimanapun juga kala itu Arga tidak bisa menjadikanku sebagai pelampiasannya.
Aku semakin menundukan kepalaku sembari berusaha menutup wajah dengan kedua tanganku ini.
masa lalu itu jejak, garis tangan yang terlukis nyata dalam putaran waktu. Tidak bisa dihapus begitu saja, semuanya akan tetap membekas. Luka ini memang sudah mengering, bahkan perlahan berganti dengan kulit yang baru, tetapi ada saat tertentu luka itu kembali menguak lagi ke permukaan, dengan berbagai macam pertimbangan. Semoga nanti aku dapat menemukan pengecualian atas semuanya, dengan didasari hati yang bersih.
Arga perlahan kembali mengangkat kepalanya, menatapku lekat seolah tidak menginginkan pandangan didepan matanya itu menghilang.