"Tenang, kita coba tenang ya Santi. Orang kantor pasti akan segera menyadari, jika salah satu lift di kantor ini ada yang macet. Kita hanya perlu bersabar sebentar."
Ucap ku, menepuk bahunya pelan. Lalu menekuk kaki kananku agar dapat menopang tanganku yang perlahan menjambak rambut ku sendiri pelan.
"Iya, tenang saja. Aku suka situasi ini. Cukup memompa andrenalin, bukan?"
Santi tersenyum menatapku. Aku membalas senyuman nya itu dengan agak sedikit kecut, mata kami saling beradu pandang, tetapi aku masih tidak mengerti maksud perkataannya, lalu aku hanya menganggukan kepala pelan ke arahnya.
Lalu sunyi, kami sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
Sering kali, aku tidak bisa menahan diri untuk melirik kearah belahan dada Santi hingga pahanya yng putih tersingkap itu.
Entah, Santi mengetahui hal itu atau tidak. Aku lelaki dewasa normal yang tidak mempunyai keberanian untuk merayu.