Chereads / Dendam Sang Mantan / Chapter 2 - Budak Cinta

Chapter 2 - Budak Cinta

"Aku cemburu," ujar seseorang tersebut lantas mematikan ponsel Ayla.

Ayla terkekeh pelan. Segera menarik tangan pria tersebut untuk duduk di sampingnya. Ayla beralih mengambil ponselnya hati-hati lalu kembali menatap pria di sampingnya.

"Kamu tetap nomor satu, Nathan," ujarnya kemudian memeluk lengan pria yang ia panggil Nathan tersebut.

Nathan mencibirkan bibir tebalnya, "Aku tetap cemburu. Laki-laki mana yang nggak cemburu saat tau pacarnya terus memandangi laki-laki lain meskipun itu cuma di layar ponsel."

Ayla kembali tertawa. Sifat cemburu yang ditunjukkan Nathan kepadanya malah membuat Ayla gemas sendiri dengan tingkah pacarnya tersebut.

"Aku tidak menyuruhmu ketawa, Ayla," ujar Nathan lagi nampak terlihat kesal dengan respon yang diberikan wanita tersebut. Hal itu membuat Ayla berusaha menghentikan tawanya.

"Maaf-maaf. Kamu, sih, lucu. Aku cuma fans sama mereka karna aktingnya bagus. Cuma itu. Kamu tidak perlu cemburu lagi, ya."

Nathan menggeleng pelan, "Aku tetap cemburu."

"Ututut, gemes banget, sih." Ayla mengacak rambut Nathan gemas. "Kamu dari mana aja? Aku nggak lihat kamu di ruangan dari tadi pagi."

"Habis ketemu sama penulis novel yang aku edit naskahnya."

Ayla mengangguk mengerti.

"Mbak Ayla, ini pesanannya."

Suara seseorang dari arah belakang membuat Nathan mengurungkan untuk berbincang lebih lanjut dengan Ayla.

Ayla segera beranjak dari tempat untuk mengambil makanan yang dipesannya tadi. Baru saja ia ingin mengambil nampan persegi panjang tersebut, tiba-tiba saja Nathan mendahuluinya.

"Biar aku yang bawa," ujar Nathan kepada Ayla.

Ayla tersenyum, "Makasih."

"Sudah tugasku bantu pacar."

Ayla terkekeh.

"Kamu duduk di meja mana?" tanya Nathan membuat Ayla segera menunjuk ke arah meja yang dihuni oleh kedua sahabatnya.

"Pantas aja lama. Lagi ngebucin dulu toh," ujar Nana ketika melihat Alya dan Nathan duduk di depannya.

"Apa, sih. Gue lama karna emang banyak yang pesan juga," balas Alya tidak terima Nana mengfitnah dirinya.

Nana mendengus, "Anggap aja gue percaya."

Saat makanan masing-masing di depan mata, mereka mulai menyantapnya. Berbeda dengan Ayla yang kini malah memperhatikan Nathan.

"Kamu sudah makan?" tanya Ayla.

Nathan mengangguk, "Waktu keluar tadi."

"Yaudah. Aku makan dulu."

Nathan tersenyum lantas mengelus rambut Ayla dengan sayang. "Selamat makan, Sayang."

Ayla tersenyum malu-malu namun tetap berusaha menyantap makanan di depannya. Jantung Ayla tetap seperti itu saat berada di dekat Nathan padahal mereka bersama sudah cukup lama. Hari senin minggu depan, mereka telah bersama selama 3 tahun lamanya.

Nathan 2 tahun di atas umur Ayla dan telah bekerja di kantor tersebut lebih lama dari wanita itu. Karena Nathan juga, Ayla bisa diterima di kantor ini dan akhirnya mereka bisa bertemu setiap hari meski dengan keadaan sedang bekerja.

Hal itu membuat rekan kerja mereka merasa iri melihat momen romantis yang mereka lewatkan bersama. Harus siap menjadi obat nyamuk jika Nathan dan Ayla telah duduk bersama.

"Ay, lo jadi ke acara pernikahan Gladis?" tanya Nana kepada Ayla.

"Besok malam, 'kan?" tanya Ayla membuat Nana mengangguk pelan. "Jadi, dong. Gue rela nggak nonton drama dulu demi Gladis."

"Harus! Dia rekan kerja kita. Gila lo kalo nggak datang."

"Gue nggak segitu jahatnya kali." Ayla tertawa pelan lantas menatap Tasya sejak tadi fokus makan. "Lo juga jadi pergi, Sya?"

Tasya menatap Ayla lantas mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Oke. Berhubung kalian masih jomblo, kalian bareng aja ke sana. Gue mau bareng Nathan."

Nana mendengus kesal, "Gue udah tau. Nggak perlu dipertegas lagi."

Ayla tertawa pelan. "Kasihan banget sahabat gue." Ayla lantas menatap Nathan. "Yang, kamu punya teman jomblo nggak? Siapa tau ada yang cocok sama mereka."

"Lo pikir gue barang?!" seru Nana tidak terima.

"Gue nggak lagi jual lo. Gue cuma nanya ke Natham dia punya teman jomblo apa enggak," balas Ayla.

"Sama aja."

"Beda Nanaku sayang. Lo, 'kan udah lama sendiri. Mending lo cari baru aja. Lupain yang lalu."

"Nggak semudah itu. Lo enak tinggal ngomong, lah gue yang mati-matian move on."

Ayla menatap perhatin kepada Nana karena masih belum bisa melupakan sang mantan kekasih tidak tahu diuntung itu. Tidak bersyukur memiliki Nana dan malah selingkuh dengan wanita lain.

"Lo pantas dapat yang lebih baik dari dia," ujar Ayla tersenyum tulus ke arah Nana.

"Harus! Tapi gue belum mau terima orang lain. Belum saatnya mungkin."

Ayla tidak lagi membahasl yang yang dapat membuat Nana kembali mengingat masa lalu kelam itu. Ayla dan Tasya menjadi saksi saat Nana harus menghabiskan hari-harinya dengan air mata setelah mengetahui perselingkuhan pacarnya.

Jika Ayla di posisi tersebut, ia akan mengambil tindakan yang dilakukan oleh Nana tanpa berpikir panjang. Bagi Ayla, tidak pantas untuk dimaafkan jika pasangan sudah melakukan hubungan bersama wanita lain.

Ayla beralih menatap Nathan dengan serius. "Kamu nggak bakal selingkuh, 'kan?"

"Kamu masih nggak percaya sama aku? Kita pacaran bukan cuma baru dua atau tiga bulan. Kita sudah bertahun-tahun jadi tidak mungkin aku melakukan hal itu di belakang kamu," jelas Nathan panjang lebar membuat Ayla mengangguk pelan.

"Aku percaya sama kamu, jadi jangan pernah rusak kepercayaan itu."

Nathan tersenyum, "Iya, Sayang."

Saat kembali fokus menghabiskan makanannya, tiba-tiba saja ponsel milik Ayla berdering dengan nama Mama tertera di layar kaca.

Ayla segera beranjak menjauh setelah minta izin ke Nathan. Saat menggeser gambar telepon warna hijau, Ayla langsung menempelkan ponsel tersebut ke depan telinganya.

"Assalamualaikum, Ayla," panggil seorang wanita di seberang sana.

"Waalaikumsalam. Ada apa, Mah?" tanya Ayla.

"Kamu lagi ngapain?"

"Makan, Mah di kantin kantor. Mama kenapa nelpon di jam kantor. Ada masalah sama Papa?" tanya Ayla mulai khawatir karena sudah beberapa hari ini pria itu jatuh sakit.

"Papa kamu nggak apa-apa." Jawaban dari wanita tersebut membuat Ayla menghela napas lega. "Ayla, kamu bisa pulang ke rumah besok pagi? Mama sama Papa mau ngomong sesuatu sama kamu."

Alis Ayla terangkat ke atas. "Mau ngomong apa, Mah? Kenapa nggak ngomong sekarang aja?"

"Nggak, Sayang. Mama nggak bisa ngomong lewat telpon."

"Tapi besok aku masuk kerja, Mah."

"Kamu minta izin dulu. Cuma besok." Ayla menghela napas pelan, "Aku usahain, ya, Mah."

"Oke. Mama tunggu kabar dari kamu."

"Iya, Mah. Aku tutup telponnya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Ayla langsung menutup sambungan telepon setelah mendengar kalimat terakhir dari Mamanya. Sekarang ia sedang berpikir keras hal apa yang akan dibicarakan wanita itu kepadanya.

Mungkin saja sangat penting karena biasanya jika mereka ingin menyampaikan sesuatu, mereka tidak perlu menyuruh Ayla untuk pulang ke rumah yang cukup jauh dari indekos tempat Ayla tinggal.