Chereads / Dendam Sang Mantan / Chapter 3 - Melawan Restu

Chapter 3 - Melawan Restu

"Siapa, Sayang?" tanya Nathan saat Ayla kembali duduk di sampingnya.

Ayla menatap Nathan, "Mama."

Nathan terdiam beberapa detik saat mendengar satu kata tersebut lantas kembali bertanya. "Mama kamu kenapa?"

"Mama suruh aku balik ke rumah besok. Dia mau ngomong sesuatu."

Nathan mengangguk mengerti, "Berarti besok kamu nggak masuk kerja?"

"Sepertinya. Kalaupun aku dikasih izin."

"Kalau kamu nggak dikasih izin, nanti aku yang bantuin kamu."

Ayla tersenyum, "Makasih."

"Berarti lo nggak bisa kepernikahan Gladis dong," celetus Nana tidak sengaja mendengar percakapan Ayla dan Nathan.

"Aku usahakan pulang cepat, ya. Acaranya juga malam, 'kan?"

"Oke deh. Lo harus datang. Kasihan Nathan kalo datang sendiri. Kelihatan jomblo padahal punya pacar."

Alya hanya bisa tersenyum kepada Nana.

***

Pukul lima sore, semua karyawan di kantor tersebut akhirnya bisa bernapas lega setelah melewati satu hari full bekerja. Mereka kini terlihat sedang bersiap-siap untuk pulang menenangkan tubuhnya sebelum menghadapi dunia besok.

Sama halnya dengan Ayla. Setelah menutup laptop dan merapikan meja kerjanya, Ayla segera melangkah keluar kantor bersama kedua sahabatnya.

"Gue duluan," ujar Tasya kepada Ayla dan Nana setelah taksi pesanannya telah tiba.

Ayla dan Nana kompak melambaikan tangan ke arah Tasya yang kini mulai meninggalkan halaman kantor.

"Lo nggak mau bareng?" tanya Nana kini telah siap di atas motor hitamnya.

"Lo duluan aja. Gue lagi nungguin Nathan."

"Oke deh bucin. Kalo duluan. Dahhh!"

"Dahh! Hati-hati di jalan!" teriak Ayla saat motor Nana mulai bergerak pergi.

Ayla beralih berbalik badan menghadap ke dalam kantor lantas tersenyum ketika melihat Nathan berjalan keluar kantor. Ayla terus memperhatikan pria tersebut. Pria yang selalu ada di samping Ayla saat ia membutuhkan seseorang.

Ayla sangat beruntung dicintai oleh pria tampan seperti Nathan. Pria incaran wanita di luar sana karena tipe laki-laki seperti Nathan merupakan tipe hampir semua wanita.

Romantis, pekerja keras, tampan, tanggung jawab, lemah lembut dalam hal memperlakukan pasangannya. Semua itu melekat pada diri Nathan dan membuat Ayla merasa paling beruntung di dunia ini.

"Sudah lama nunggunya?" tanya Nathan kini berdiri di depan Ayla.

Ayla tersenyum lantas menggeleng cepat sebagai jawaban.

"Karna kamu nggak masuk kerja besok dan itu artinya aku nggak bisa lihat kamu, jadi malam ini aku mau nabung rindu sama kamu."

Ayla terkekeh pelan, "Apa, sih."

"Mau lihat sunset?" tanya Nathan langsung menarik pinggang Ayla ke arahnya.

Ayla berdehem, merasakan jantungnya berdetak kencang saat posisi mereka tidak ada jarak. "Di mana?"

Nathan merapikan rambut yang menjadi penghalang di wajah Ayla. "Nanti kamu tau."

Ayla tersenyum lantas mengangguk pelan.

Segera Nathan menarik tangan Ayla untuk masuk ke dalam mobil miliknya.

"Motor aku gimana?" tanya Ayla melihat motornya lewat kaca mobil.

"Jangan khawatir. Masih ada satpam di sana."

Ayla hanya mengangguk pasrah saat mobil Nathan mulai bergerak meninggalkan pekarangan kantor. Ayla tidak tahu tempat yang dimaksud Nathan, namun ia percaya kepada pria itu.

Tiba-tiba saja mobil Nathan berhenti di pinggir jalan yang cukup sepi. Hanya ada pohon kecil di pinggir jalan dan beberapa kendaraan lalu lalang.

Ayla beralih menatap Nathan untuk bertanya namun pria itu hanya fokus melihat ke arah belakangnya. Ayla mulai mengikuti arah pandang Nathan dan terkejut melihat pemandangan indah di depan matanya.

Di pinggir jalan yang dibatasi pembatas jalanan, pemandangan gunung terlihat indah membuat senyum Anya tidak berhenti terbit. Cahaya matahari yang begitu orange membuat pemandangan semakin menarik.

"Ayo, keluar, Nathan," ujar Ayla beralih membuka pintu namun segera ditahan oleh Nathan.

"Nggak perlu. Kita lihat dari dalam mobil aja. Di luar dingin. Kamu bisa masuk angin nanti."

Ayla tersenyum lantas kembali memperhatikan pemandangan di sebelah kirinya. Namun, ia dikagetkan saat Nathan tiba-tiba saja membawa kepalanya untuk bersandar di dada bidang laki-laki itu.

Senyum Ayla kembali terbit. Merasa nyaman dalam pelukan Nathan. Merasa nyaman saat Nathan mengelus rambutnya lembut dengan pemanandangan indah di depan mata.

"Kalau kamu terus-terusan romantis seperti ini, nanti aku makin cinta sama kamu," ujar Ayla pelan.

Nathan tersenyum, "Itu memang tujuan aku biar kamu punya alasan agar tidak meninggalkanku."

"Aku nggak pernah berpikir sampai ke sana. Masa depan kita terlalu indah untuk aku tinggalkan."

"Kamu sudah pintar romantis." Nathan terkekeh pelan.

"Aku belajar dari kamu." Ayla bergerak semakin merapatkan dirinya ke arah Nathan.

Keadaan menjadi hening beberapa saat. Mereka berdua sedang fokus memperhatikan matahari yang kini perlahan tenggelam di balik gunung.

"Nathan…," panggil Ayla pelan.

"Iya, Sayang?" balas Nathan masih setia mengelus rambut Ayla.

"Kalau semuanya tidak berjalan sesuai keinginan kita, apa kamu masih mau bertahan dan berjuang untuk aku?"

Kalimat Ayla berhasil membuat tangan Nathan berhenti mengelus tangan wanita tersebut. Beberapa detik ia terdiam, akhirnya tangan Nathan kembali bergerak.

"Aku sudah berjuang sejauh ini untuk meyakinkan orangtua kamu. Kalau jawaban mereka masih sama, aku akan mengikuti apa kata kamu," jawabnya kemudian.

"Kalau aku nggak mau pisah?"

"Berarti aku juga begitu."

"Kalau misalkan aku ikuti kemauan orangtuaku gimana?"

Nathan menghela napas pelan, "Berarti aku harus ikhlasin kamu pergi."

Ayla menggeleng cepat, "Aku nggak mau. Aku nggak bakal pergi dari kamu meski mereka masih nggak restuin hubungan kita. Aku nggak punya alasan untuk pergi selain dari kesalahan kamu. Tapi sejauh ini kamu masih sempurna di mata aku."

"Aku punya banyak kekurangan, Ayla."

"Kamu tetap sempurna bagi aku."

Nathan terkekeh, "Kamu memang keras kepala."

"Kamu juga."

"Ayla, kalau aku melakukan kesalahan, kamu bakal ninggalin aku?" tanya Nathan tiba-tiba.

"Tergantung dari jenis kesalahannya apa. Kalau cuma kamu bohong sudah makan padahal belum, tentu aku nggak mungkin ninggalin kamu."

"Kalau kesalahan besar gimana? Kesalahan yang nggak pernah terlintas dipikiran kamu sedikitpun."

Ayla terdiam sejenak lantas beralih menatap Nathan dari bawah. "Aku percaya kamu nggak bakal lakuin hal itu."

Nathan tersenyum lantas mengecup kening Ayla dengan lembut. "Makasih sudah percaya."

Ayla tersenyum merasakan hangatnya bibir Nathan saat menyentuh keningnya. Ayla begitu percaya kepada Nathan bahwa pria itu tidak akan melakukan kesalahan besar yang membuat Ayla tidak bisa memaafkannya.

"Kamu jangan rindu, ya, kalau aku nggak masuk besok," ujar Ayla kembali memperhatikan matahari yang benar-benar telah menghilang.

"Aku selalu punya alasan buat rindu sama kamu. Bahkan kamu di dekatku pun, aku masih rindu."

Ayla terkekeh, "Dasar raja gombal."

Nathan langsung memeluk pinggang Ayla. "Aku nggak gombal, Sayang. Aku serius."

"Yaudah. Anggap aja aku percaya."

"Katanya kamu percaya sama aku. Kamu nggak jelas."

"Ini tuh beda tau."

"Sama aja. Intinya kamu harus percaya semua omongan yang keluar dari mulutku."

"Iya-iya aku percaya. Bawel banget, sih."

Nathan tersenyum, "Makasih."