Chereads / Janda Kembang / Chapter 8 - Rasanya Ingin Mati Saja

Chapter 8 - Rasanya Ingin Mati Saja

"Ya Allah, belum juga 40 hari almarhumah ibuku, namun Broto gemblung itu minta aku menikah dengan dia. Dasar manusia tak ada udelnya, harusnya nunggu sampai 40 harinya ibuku."

"Tapi kalau aku tak menikah dengannya, para pengawalnya pasti akan menyakiti keluargaku."

"Ya Allah, andai saja aku bisa mati, matikan saja aku saat ini, aku takut membayangkan nasibku."

"Tapi kalau aku mati, bagaimana dengan adik-adikku? Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku menikah dengannya?"

Malam itu Saras tak bisa tidur, pikirannya kalut memikirkan nasibnya yang malang. Air matanya mengalir membasahi pipinya, bahkan kain selendang yang tersampir di pundaknya sudah basah oleh air mata.

Saras merebahkan tubuhnya di atas tikar pandan yang ada di ruang tengah itu, ia bersama ketiga adiknya memang tidur di ruangan tengah, sedangkan neneknya tidur di dipan di sebelah ruang tamu.

Tanpa Saras sadari dirinya telah terlelap dalam tidurnya, ia mungkin kecapekan setelah menangis seharian.

***

Setelah pertarungan hebat dengan hati kecilnya, akhirnya Saras menikah dengan Juragan Broto keesokan harinya. Saras menikah secara agama di saksikan oleh aparat desa dan juga penghulu.

Derai air mata mengiringi ijab kabul mereka, sumpah serapah dari neneknya terus bergumam di bibirnya, neneknya berharap Broto cepat mati dan tidak lagi menjadi beban buat Saras cucunya.

"Ya Allah, kabulkan permohonan aku yang tua renta ini, cabut nyawa Broto dan berikan kebebasan untuk Saras cucuku, aku tidak tega melihat mereka menikah, aku lebih baik mati daripada melihat mereka menikah," ucap nenek Saras yang sedang berbaring lemah di atas tempat tidur.

Setelah ibunya Saras meninggal, nenek Saras langsung drop dan sakit keras, ia tak bisa bangun dan menolak untuk makan, tubuhnya yang lemah dimakan usia, ditambah dengan pikirannya yang kalut, kini beliau terbaring lemah tanpa daya, hanya suara lemahnya yang terus berdoa untuk keselamatan Saras dan Saras bisa terlepas dari Broto.

Setelah ijab kabul, Saras langsung di bawa ke rumah juragan Broto, isak tangis mengantarkan kepergian Saras, terlebih adik-adiknya yang takut kakak mereka kenapa-napa di rumah Broto yang terkenal kejam dan bengis.

Siang itu saat Saras tiba di rumah juragan Broto, ia di sambut senyuman sinis istri pertama Juragan Broto yang bernama Daminah.

Wanita yang selalu berpakaian seksi dan juga dandanan yang menor itu memang tinggal di rumah itu, dia juga yang mengurus segala bisnis juragan Broto sebagai rentenir yang kejam, walau Juragan Broto mempunyai banyak istri muda, tapi istri pertamanya itu tetap tinggal di rumah itu seakan tak perduli dengan kelakuan suaminya.

Saras menunduk, ia tidak berani melihat wanita yang usianya seperti ibunya atau Budenya, tapi ia terlihat bahenol dan montok dengan dandanan menor, pakaian seksi yang melekat di tubuhnya membuat Saras malu sendiri saat melihatnya.

'Istrinya seperti itu, pandangan matanya seperti mau menelan aku mentah-mentah, ya Allah aku takut sekali, mana dia terlihat sangat judes gitu,' batin Saras.

Saat masuk ke rumah Juragan Broto, langkah kaki Saras pelan, membuat Broto tak sabar lagi karena ingin segera menikmati tubuh Saras yang muda dan menggairahkan.

"Wong ayu, sini aku gendong saja!"

Baru selesai bicara dan Saras belum juga bersiap untuk menolak, tangan Broto yang kuat telah membopong tubuh Saras. Penolakan Saras membuat tangan Broto semakin kuat memegang tubuh Saras.

"Tuan! Lepaskan! Kamu gila!" Saras meronta sekuat tenaga.

"Wong ayu nurut saja sama aku, kamu akan baik-baik saja."

"Lepaskan! Aku tidak mau!"

"Ayo Nduk! Aku sudah tidak tahan lagi, hmmm, ayok! Kamu harus nurut sama aku, hahaha!" tawa Broto membuat Saras semakin ketakutan.

Mereka lalu masuk ke dalam sebuah kamar besar yang ada di bagian samping ruang tamu, kamar itu tertata rapi dan juga beraroma harum sekali. Wangi bunga mawar dan bunga melati berpadu jadi satu.

Tubuh mungil Saras yang baru berusia sembilan belas tahun itu, meringkuk ketakutan, tangan perkasa Broto segera memegangi tangannya dan menikmati tubuh Saras dengan nafsunya yang membara.

Rasa jijik dan juga muak dalam hati Saras, tapi ia tidak bisa melawan. Tubuh Broto yang besar itu terus menindih tubuh Saras yang kecil, Saras menangis dan meronta, tapi Broto semakin beringas.

"Ayolah jangan menolak, Nduk cah ayu!"

Saras berusaha terus meronta melepaskan diri. Namun, tubuhnya yang lebih kecil, tidak mampu mengeluarkan tenaga lebih untuk melawan Broto. Pria itu menyerang Saras dengan beringas, walau Saras terus berontak karena merasa jijik, tapi akhirnya Saras pun kelelahan dan tak punya tenaga untuk meronta lagi.

Kesuciannya siang itu telah terengkut oleh suaminya yang baru beberapa jam ia nikahi. Air mata berderai membasahi pipinya yang mulus. Saras gemetar, tubuhnya sakit sekali, ia bahkan tak bisa menggerakkan kedua kakinya.

"Ya Allah, aku mau mati saja."

Broto tak memperdulikan Saras yang terbaring lemah, ia sibuk merapikan bajunya dan bersiap untuk pergi. Saras hanya bisa menangis tersedu-sedu, tapi Broto tak perduli dengan tangisan Saras. Setelah Broto berpakaian rapi, ia pergi meninggalkan kamar itu begitu saja, kini tinggal Saras di kamar itu dengan derai air mata yang mengalir deras, ia ingin mengakhiri hidupnya, tapi saat teringat ketiga adiknya, ia pun tak berdaya.

'Ya Allah, aku harus kuat, diriku tidak boleh menyerah, aku harus kuat untuk adik-adikku,' batin Saras.

Saras berusaha bangkit walau tubuhnya serasa tercabik-cabik dan sakit semua. Ia terkejut saat bangun dan melihat kasur penuh dengan noda darah dan basah oleh cairan yang tak pernah Saras lihat sebelumnya. Noda yang menghiasi kasur itu seperti hati dan jiwanya yang telah ternoda oleh kekejaman Broto.

"Aku sungguh tak rela diperlukan seperti ini, aku sampai kapanpun tak akan pernah memaafkan Broto gemblung itu."

Saras berusaha bangkit dan berjalan pelan dengan berbalut kain jarik yang basah oleh darahnya dan juga cairan entah miliknya atau milik Broto. Ini adalah pengalaman pertama kalinya ia berhubungan dengan seorang pria.

Dengan langkah kaki yang gontai, Saras menuju kamar mandi yang ada di samping tempat tidur. Tubuhnya yang lemah dan sakit semua membuat Saras berjalan sambil berpegangan dinding hingga masuk ke dalam kamar mandi.

Saras bersimpuh di lantai kamar mandi sembari menangis, ia bersimpuh di sudut kamar mandi. Di tempat itu, ia bisa menangis sepuasnya, karena suara kran air menyamarkan suara tangis Saras yang menjadi-jadi.

"Ya Allah, berikan aku kekuatan, atau biarkan aku mati saja. Ya Allah, aku harus bagaimana lagi sekarang? Tubuh dan jiwaku remuk redam, tapi aku harus kuat, adik-adikku membutuhkanku."

"Ya Allah, siksaan batin saat aku bersama Broto yang biadab itu, membuatku ingin mati saja. Hiks ...."

Saras bersimpuh di atas lantai kamar mandi yang dingin, hati dan jiwa raganya telah hancur, tidak ada yang tersisa dalam hidupnya, semua telah hancur. Saat ini yang terpikir adalah ia ingin mati saja menyusui ibunya.

"Ya Allah, kuatkan jiwa dan ragaku. Jangan biarkan aku berbuat dosa. Bila aku mati, bagaimana dengan adik-adikku?"

Suara tangisnya semakin keras, tapi di rumah besar milik Broto, tak ada orang yang berani mendekat ke kamar itu tanpa seizin Broto.

Bersambung...