Satu minggu kemudian...
Daminah istri pertama almarhum Juragan Broto datang ke rumah Saras, dia di dampingi oleh pengawalnya yang bernama Jatmiko. Mereka datang berdua dengan wajah yang sinis, Saras yang sedang menerima mereka di ruang tamu rumahnya yang sederhana hanya tersenyum tipis.
'Dua manusia tak tahu diri ini kenapa datang ke rumahku? Bikin pandangan mataku ternoda oleh penampilan Daminah yang menor, menyebalkan!' batin Saras.
Daminah adalah wanita yang sombong dan suka pamer, penampilannya menor dan juga banyak perhiasan emas yang dia pakai. Daminah dijuluki toko emas berjalan.
"Hei, Saras! Kamu harus dengarkan aku baik-baik, ya!" Daminah membuka suara.
"Iya Bu."
"Aku bukan ibumu, jangan panggil aku Bu!"
"Maaf," jawab Saras sambil menunduk, tapi dalam hati dia menahan tawa.
"Ada apa? Kenapa kamu senyum?"
"Tidak ada apa-apa, Nyai."
Saras menunduk sambil menggerutu dalam hati, "Aku risih dengan suara gemerincing gelang yang dia pakai, kalau dia gerak pasti bunyi, mirip bunyi orang India yang menari di film India yang di televisi, kalau cantik sih gak apa-apa, ini gembrot, mana menor lagi, rasanya pingin ketawa, takut dia tersinggung."
"Kenapa senyum-senyum sendiri? Oh, kamu pasti senang ya! Karena sekarang kamu jadi janda, kamu pikir akan dapat warisan dari suamiku?"
"Tidak Bu, aku-"
"Jangan panggil aku Bu! Panggil aku Nyai Daminah!" bentak Daminah.
"Oo, baik Nyai Daminah."
"Nah, begitu baru enak didengar."
'Aduh, wanita ini rasanya ingin aku templok masker cabe satu kilo deh! Mulutnya itu pingin aku ikat biar tak bicara ketus,' batin Saras.
"Ayo ngomong! Kok diam?" ketus Daminah.
Saras masih diam seribu bahasa, 'Gemes lihat wajahnya, terutama bibirnya yang warna lipstiknya merah terang,' batin Saras.
"Ngomong dong!"
"Nyai ngomong apa ya? Aku kok lupa," ucap Saras sambil garuk-garuk kepala.
"Aku bilang, kamu itu mau minta warisan suamiku?" ucap Daminah.
"Tidak. Aku tidak akan mungkin apa pun dari Juragan Broto." Saras membantah dengan tegas.
"Sungguh? Kamu sungguh tak meminta apa pun?"
"Iya," jawab Saras.
"Kamu ini aneh, Saras."
"Aneh apanya, Nyai?"
"Kamu salah satu istri muda suamiku, tapi kamu tak seperti istri-istri suamiku yang lain."
"Memangnya ada yang lain, kenapa?"
"Yang lain pada minta bagian warisan dia sebagai istrinya suamiku, tapi kamu malah tak mau minta apa-apa."
"Oh, itu. Aku memang tak mau lagi berurusan dengan keluarga Juragan Broto, jadi aku tak mau minta apa pun dari keluarga Juragan Broto."
"Aku suka sama kamu yang tidak serakah seperti mereka."
"Terima kasih," jawab Saras.
"Baiklah, kalau begitu, aku akan pergi."
Daminah berusaha berdiri dari tempat duduknya, tapi karena tubuhnya yang gemuk, ia kesulitan untuk berdiri. Jatmiko lalu membantu Daminah berdiri.
Kedua orang itu saling pandang dan tersenyum penuh arti, tangan mereka berpegangan mesra bak pasangan suami-istri. Saras hanya geleng-geleng kepala, hubungan antara Juragan dan pengawal hanyalah kedok mereka, padahal mereka berdua punya hubungan rahasia. Saras pernah melihat mereka berdua bermesraan saat Juragan Broto tidak di rumah.
"Saras, kamu harus tutup mulut!" tegas Daminah.
Saras yang tidak mengerti maksud Daminah, ia lalu bertanya, "Soal apa itu Nyai?"
"Soal aku dan Jatmiko."
"Oh, itu. Tenang Nyai, aku bisa jaga rahasia."
Saras tertawa dalam hati, ia disuruh untuk jaga rahasia, tapi tingkah laku Daminah depan Jatmiko terlalu kentara kalau mereka ada hubungan istimewa.
'Hallah, aku tak perduli dengan kalian, yang penting aku terbebas dari Juragan Broto yang kejam itu, hiiii, aku jijik kalau ingat dia,' batin Saras sambil bergidik ngeri.
"Saras, aku balik dulu, tapi sebelum itu, ini buat kamu."
Daminah mengambil sesuatu dari dalam tasnya lalu menyerahkan amplop coklat pada Saras.
"Apa ini, Nyai?"
"Itu uang buat kamu sebagai imbalan kamu telah melayani almarhum suamiku dengan baik. Tapi lebih ke uang pesangon dariku. Hehehe!" ucap Daminah sambil tertawa.
Saras bingung, ia sekarang butuh uang buat selamatan almarhum neneknya dan juga buat biaya sekolah adik-adiknya.
"Aku ambil apa tidak ya? Lagi pula itu pemberian istrinya, bukan dari Juragan Broto,' batin Saras.
"Nih ambillah!" ucap Daminah sambil menyodorkan amplop itu, "ini buat modal usaha kamu," imbuhnya.
"Ini bukan uang pinjaman kan?" jawab Saras sambil memandang Daminah penuh arti.
"Tidak, ini pemberian dariku karena aku suka kamu dan karena kamu tak mau warisan dari suamiku."
"Oh. Tapi Nyai."
"Apa lagi?" jawab Daminah yang terlihat agak kesal dengan sikap Saras yang tidak juga menerima amplop itu.
"Kalau aku terima uang ini, apa aku tidak berdosa?"
"Aduh, Saras. Dosa dari mana sih? Ini yang aku, bukan uang Broto."
"Ba-Baiklah, saya terima," jawab Saras sambil menerima amplop itu.
"Saras, urusan kita sampai di sini, jangan lagi ikut campur dengan urusan gono-gini almarhum suamiku."
Saras mengangguk perlahan dan tersenyum tipis, ia tidak tertarik dengan harta warisan almarhum suaminya, karena ia tahu Juragan Broto adalah rentenir yang kejam.
'Aku menerima uang ini, apa uang ini uang haram? Gimana ya? Aku juga lagi butuh uang buat selamatan almarhum nenekku. Ya Allah, semoga uang ini uang halal dan barokah," batin Saras.
"Saras, kenapa kamu diam? Kamu tak suka dapat uang dariku?" tanya Daminah.
"Maaf Nyai, aku sedikit ragu saja."
"Ragu kenapa?" jawab Daminah sambil berkacak pinggang.
Saras tak berani menatap mata Daminah yang kelihatan sedang kesal, ia lalu tidak jadi bicara dan hanya menunduk.
"Saras, aku ini tak punya anak dan saat lihat kamu, aku sayang sama kamu, jadi ini uang halal, bukan uang Broto. Aku tahu aku bukan orang baik, tapi kamu gadis yang baik, jadi aku sayang kamu."
Daminah lalu mendekat dan memeluk tubuh Saras dengan penuh kasih sayang, "Saras, maafkan Broto, dia memang doyan gadis muda, tapi dari sekian banyak gadis yang dia nikahi, aku cuman sayang kamu."
"Kenapa Nyai sayang aku?"
"Karena kamu korbankan hidupku demi adik-adikmu, apa lagi sekarang kamu yang mengasuh mereka semua, terlebih lagi kamu polos dan sederhana dan tidak serakah oleh harta, aku kagum padamu."
"Terima kasih, Nyai."
"Baiklah, kamu terima saja uang itu, aku ikhlas dunia akhirat."
"Terima kasih banyak atas perhatiannya dan semoga Allah yang membalas kebaikan Nyai."
"Iya," jawab Daminah sambil tersenyum.
"Maaf kalau saya ada salah, Nyai."
"Tidak, kamu tidak salah, malah kamu yang membuat aku sadar bahwa aku wanita yang jahat."
"Sebetulnya Nyai baik hati, tapi orang tak bisa memahami perasaan Nyai."
"Aku judes dan galak, tapi aku sebetulnya butuh perhatian. Aku wanita malang yang menikah dengan Broto yang doyan gadis muda. Setelah dia tiada, para istri mudanya minta warisan semua, tapi kamu tidak, kamu tak mau menerima uang dari Broto. Saras, kamu memang berbeda dari mereka, karena itu aku suka kamu."
"Terima kasih."
"Baiklah aku pamit," ucap Daminah.
"Inggih, silahkan Nyai.
Saras mengantar Daminah sampai ke halaman rumahnya, tapi saat dia di halaman, dia melihat seorang pria tampan turun dari mobil mewah yang terparkir di jalan depan rumahnya.
'Siapa pria itu? Tampan sekali dia, ya Allah, kenapa jantungku berdebar kencang kayak begini? Memangnya siapa pria itu?' batin Saras.
Bersambung...