Sakurako memang pandai memasak, tapi makanan yang Itsuki bawa setiap sekolah itu terasa lezat dan sedikit aneh di lidah. Jadi, Sakurako ingin memasak seperti Itsuki. Sakurako memang suka keanehan. Jadi, tidak salah jika Takumi menyebutnya sebagai 'gadis aneh' bukan?
Lalu, bagaimana Itsuki dan Sakurako terus-terusan bertemu? Tentu saja. Setiap hari juga Sakuako selalu mengikuti Takumi pergi ke sekolah. Dan selama menunggu Takumi belajar, Sakurako menunggu di cafe dekat sekolahan Takumi.
Kegiatan itu lebih menyenangkan bagi Sakurako daripada harus tinggal sendiri di rumah. Untung saja kemarin kakak perempuannya Takumi sudah pulang, jadi esok Senin, Sakurako tak perlu lagi mengikuti Takumi ke sekolah.
Setelah berjalan beberapa meter, Sakurako dan Itsuki tiba di pasar tradisional. Mereka mulai memilih bahan-bahan yang dibutuhkan untuk memasak.
"Apakah kau suka ini, Rako-chqn?" Itsuki berhenti di hadapan jejeran ikan-ikan segar.
"Suka, aku sangat suka. Sepertinya sangat enak jika kita mengolah makanan dengan bahan ikan segar, Itsuki-kun."
"Baiklah, kita beli ini," ucap Itsuki yang dijawab anggukan oleh Sakurako.
"Bibi, saya beli ikan ini satu kilo."
"Ah, kalian pasangan pengantin baru?" tanya bibi penjual ikan itu.
"Apakah kami terlihat begitu, Bi?" Dibalas dengan pertanyaan oleh Itsuki pada bibi penjual ikan itu.
"Kalian terlihat sangat serasi dan cocok," tutur Bibi tadi. "Ini, ikan kalian. Aku lebihkan sedikit untuk pasangan muda seperti kalian."
"Terimakasih banyak, Bibi. Maaf merepotkan." Sakurako merasa sungkan saat ini.
Seusai membeli bahan makanan, Itsuki mengajak Sakurako mampir ke toko pakaian.
"Itsuki-kun, mengapa kita ke sini?" tanya Sakurako.
"Tentu saja untuk membelikanmu pakaian. Design baju yang kau kenakan saat ini terlihat kuno."
"Benarkah? Tapi, aku menyukainya. Hmm, kalau kau memaksa, aku akan memilih hehehe."
Sakurako memilih berbagai baju dan semuanya bergambar rubah.
***
Takumi menggerutu kesal di rumahnya. Tak terhitung berapa kali sepasang maniknya melirik jam yang menggantung di dinding kamar. Malam kian larut, namun Sakurako tak kunjung pulang.
Selain rasa cemas yang ia kemas, Takumi pun kesal bercampur marah mengetahui Sakurako sekarang bersama Itsuki. Entah kemana mereka, membayangkannya saja sudah membuatnya jengkel setengah mati.
Takumi menggeleng kasar, untuk apa juga dia memikirkan mereka. Bukankah lebih baik jika dia memejamkan mata lalu berlabuh ke alam mimpi saja.
Takumi segera membungkus dirinya dengan selimut, mematikan lampu di atas nakas kemudian memejamkan mata rapat. Berharap segera memasuki alam bawah sadar dan menjemput mimpi hingga datang fajar.
"Ck, sial!"
Meski matanya memejam namun pikirannya terus berkelana membayangkan wajah seorang gadis manis setengah gila. Sakurako! Sakurako! Sakurako!
Oh Kami-sama! Ada apa dengannya? jerit Takumi dalam hati.
Tiba-tiba bel rumahnya berbunyi. Tanpa sadar Takumi langsung melompat dari kasur dan berlari ke arah pintu masuk. Menduga-duga itu pasti Sakurako.
Sesampainya di depan pintu, Takumi menenangkan diri dari degup jantung yang memburu. Memasang tampang kesal setengah mengantuk seolah tidur nyenyaknya terganggu oleh orang terkutuk.
Pintu pun dibuka, terlihatlah wajah dua orang familiar di sana.
"Aku pulang, Takumi-kun." Sakurako mencicit mengetahui aura Takumi begitu gelap.
"Kau pulang, heh? Pukul berapa sekarang? Apa kau tidak tahu waktu? Kau benar-benar bodoh!"
"Maafkan aku, Takumi-kun, tadi aku-"
"Aku tidak butuh penjelasan darimu! Kau telah mengganggu tidur nyenyakku! Datang dan pergi seenak jidatmu! Kau pikir aku tidak lelah menunggumu?"
Sakurako menggigit ujung bibirnya, takut. Sementara Itsuki mengernyit tidak suka melihat cara Takumi membentak Sakurako.
"Hei, bisakah kau bicara lebih baik padanya?" desis Itsuki.
Kini Takumi beralih menatap pemuda yang mengecat rambutnya menjadi pirang itu. "Ah, aku lupa kalau kalian baru bersenang-senang. Bukankah lebih baik kalian tidak perlu pulang? Lagi pula gadis ini hanya menumpang. Tidak ada gunanya!"
Sakurako menunduk mendengar setiap kata yang diucapkan Takumi begitu dingin dan menusuk. Sedangkan, Itsuki mengeraskan rahang, dengan tangan mengepal siap menerjang namun ditahan sekuat tenaga.
Itsuki mendengus panjang, berusaha meredamkan amarahnya sekuat tenaga. Lalu ia menggenggam tangan mungil Sakurako, menatap lembut manik Amethys itu.
"Rako-chan, sepertinya dia tidak menerimamu. Ayo, ikut denganku! Lebih baik tinggal di rumahku." Itsuki menyelipkan senyuman lembut yang menenangkan.
"Tapi," Sakurako bimbang, lalu ditolehkan wajahnya memandang Takumi yang kini membuang muka.
To be continued ....