"Untuk sementara kau bisa menginap di tempatku, Rako-chan. Aku tinggal bersama bibiku, jadi kau jangan khawatir!" ucap Itsuki, lembut.
Sakurako tak merespons, tatapannya kosong. Ia benar-benar merasa bersalah pada Takumi saat ini.
"Rako-chan?"
Hening.
"Oi, Sakurako!"
"Iya, Takumi-kun," Sakurako menoleh ke sumber suara, "Ah, maaf, Itsuki-kun! Kau bicara apa tadi?"
"Kau bisa tinggal di tempatku untuk sementara," ulang Itsuki.
Sakurako tersenyum singkat. Ia seperti menanggung beban berat.
"Ahahaha, terima kasih, Itsuki-kun."
"WOY!!"
Suara kencang dari arah belakang mereka.
Belum sempat Itsuki menoleh, ia merasakan ada yang menarik bahunya, kasar.
Duagh!
Itsuki mundur beberapa langkah ke belakang. Pandangannya buram. Ia merasakan cairan hangat mengalir dari sudut bibirnya yang robek. Setelah sekian detik, barulah Itsuki dapat melihat jelas siapa yang memberinya bogem barusan.
"APA-APAAN KAU INI, AKAZAWA?!" bentak Itsuki. Ia mengusap darah di sudut bibirnya dengan punggung tangan. Ia menatap tidak suka ke arah pemuda yang baru saja menonjoknya itu. Akazawa Takumi.
Takumi tak menjawab. Ia menarik lengan Sakurako, yang sebelumnya digandeng oleh Itsuke. Takumi menarik Sakurako untuk berada dalam rengkuhannya.
"Kumohon! Tetaplah berada di sisiku, Rako-chan!" bisik Takumi, kalem. Ia tidak mempedulikan Itsuki yang masih mengomelinya sejak tadi.
Sakurako tertegun sejenak mendengar penuturan Takumi. Ia terlihat bingung. Situasi macam apa ini? Sakurako benar-benar merasa seperti peran utama perempuan yang diperebutkan dua pria tampan. Benar-benar seperti di drama, pikirnya. Dan Sakurako merasa dilema di antara dua pilihan sama seperti yang terjadi pada pemeran utama perempuan di drama romantis.
Entah kenapa, jantung Sakurako berdegup tak karuan saat ini. Ia menghela napas dalam-dalam, lalu membuangnya. Ia mendorong Takumi untuk menjauh dari dirinya.
"Fiuh, semakin kau mengenal manusia, mereka akan semakin aneh, hufft," gerutu Sakurako sembari berlari. Ia juga masih memegangi dadanya, menjaga agar jantungnya tidak melonjat saking kerasnya berdegup.
***
Sakurako berada di pinggir jembatan. Berkali-kali ia meletakkan telapak tangan ke pipi.
"Ada apa ini? Kenapa wajahku memanas?" gumamnya, bingung.
"Hey! Maaf, untuk yang tadi, aku tak bermaksud membentakmu dan membuatmu sedih."
Sakurako menoleh ketika sebuah suara yang familiar menyapa indera pendengarannya. Sakurako mendapati Takumi yang sudah berada di belakangnya.
Mengangguk kecil, Sakurako lantas berucap, "Maaf juga sudah membuat kamu khawatir, Takumi-kun."
Takumi tersenyum, ia mengacak kasar rambut indigo milik Sakurako. Sakurako dengan wajah polos seperti itu, terlihat begitu menggemaskan di mata Takumi.
Takumi terus mengacak rambut Sakurako, sebelum ada protesan dari Sakurako.
"Hentikan, Takumi-kun! Kau merusak tatanan rambutku!" Sakurako merapikan rambutnya kembali. Sekelebat, ia melihat ke arah Takumi. Ia benar-benar merasa gugup saat ini, dan ia juga tidak tahu karena alasan apa itu.
"Oh iya, kenapa kau lari, hah?! Setidaknya kalau menolakku, kau bisa mengatakannya lebih lembut, 'kan?" Takumi mengusap kasar wajahnya, kasar. "Hasshh! Kau benar-benar perempuan jahat, Rako-chan!!"
To be continued ....