Selama penerbangan Jakarta -Surabaya, Asha lebih banyak termenung. Beberapa kali tertangkap sedang mengusap pelan air mata yang menganak sungai, menangis dalam diamnya.Asha sedang mengingat kembali, menyusun potongan demi potongan kehidupan pernikahannya.Dari tiba-tiba dipaksa menikah, ditinggal suaminya selama tiga tahun tanpa kabar berita sampai pada akhirnya Asha menyusul, barulah sang suami mau mengakui keberadaannya.
Entah disengaja atau tidak, entah untuk alasan apapun, saat itu Asha benar-benar merasa tidak dihargai. Satu-satunya alasan Asha bertahan dan membatalkan perceraiannya saat itu adalah Ibu
dan Hayana . Dua orang yang saat ini duduk di sisinya.
Menatap Hayana yang tertidur pulas, kembali airmata itu menetes kembali tidak terbendung. Mengenang perjalanan pernikahan yang baru saja dilakoninya meski sudah tiga tahun menyandang status sebagai istri dari Danendra Isam Aldari , majikan ibunya sendiri.
Masa lalu Danendra yang terbilang rumit dan semerawut, lagi-lagi harus menghantamnya di saat ia dinyatakan dari suami yang bahkan takut jatuh cinta padanya. Belum lagi hantaman masa lalu yang menguap ke permukaan dan tidak mau menghilang dari keluarga kecil mereka yang baru saja dibangun.
Kalau dibilang ikhlas,Asha sudah mencoba menerimanya selama ini. Bahkan sewaktu menikah, Asha tahu jelas status suaminya yang seorang duda cerai, tetapi kenyataannya terlalu berat. Asha sudah mencoba memahami nasehat ibunya dan berusaha menurut. Namun, faktanya menjalani tidak semudah berbicara. Perjalanan udara satu jam lebih itu, terasa lebih lama dari biasanya. Beruntung Hayana tidak rewel, menghabiskan waktu dengan tidur sepanjang penerbangan.
"As , kamu sudah pikirkan lagi?" tanya Ibu Rani , memecahkan keheningan yang tercipta selama hampir satu jam ini.Asha mengangguk dengan penuh keyakinan.Sedikit pun tidak terpikir untuknya mundur dari keputusannya.
"Aku sudah memikirkannya bukan sehari dua hari," sahut Asha , membuka kotak kue yang baru saja disodorkan seorang pramugari cantik kepadanya.
"Jangan mengambil keputusan gegabah, As ," ucap Ibu Rani .
"Bu, aku akan menggugat cerai dengan Mas Dan. Aku tidak main-main dengan
keputusanku. Aku bukan sengaja kabur untuk sekedar mencari perhatiannya, Bu," jelas Asha .
"Aku bukan perempuan kekanak-kanakan
seperti yang Ibu dan Mas Dan pikirkan. Buktinya aku tidak menghilang tiba-tiba, kabur tidak jelas ke mana arah dan tujuannya. Meskipun aku pergi tanpa izin suamiku, setidaknya suamiku dan Ibu tahu jelas aku pergi ke mana."jelas Asha.
"Walaupun keputusan ini berat, tetapi aku tidak mau keputusanku membuat semua orang risau.Makanya aku memilih pulang bersama Ibu."jelas Asha lagi.
Ibu Rani hanya bisa diam, mencerna dan
memberi waktu untuk putrinya.Menjadi pertimbangan untuknya tidak memban-
tah, tepatnya saat ini ia tidak mau berdebat dengan putrinya.Memberi ruang dan waktu untuk Asha berpikir dengan tenang, tidak menggunakan emosinya.Berharap ucapan Asha tadi hanyalah emosi sesaat.
"Aku sudah memikirkan berulang kali. Aku dan Mas Dan tidak sejalan," lanjut Asha lagi, sebelum bersandar di kursi pesawat sembari memejamkan matanya. Mengistirahatkan tubuhdan otaknya meskipun hanya sejenak.
Di sisi lain ada Pak Radin yang panik saat
mengetahui Nyonya majikannya itu ikut terbang ke Surabaya. Terbayang sudah kemurkaan Danendra saat mengetahui fakta yang sebenarnya.Tangannya sudah mencari kontak Danendra di ponselnya. Begitu nama majikannya muncul, segera sopir keluarga itu menghubungi. Nada dering yang terdengar berulang kali tanpa diangkat, membuat Pak Radin hampir putus asa. Lima belas menit mencoba selalu saja berakhir dengan gadis cantik penunggu mesin operator.
Dengan pasrah, akhirnya Pak Rudi men-
garahkan mobilnya menuju D.I.A Group SDN BHD, tempat di mana majikannya berkantor. Berita yang akan disampaikan bukanlah berita biasa. Pak Radin yakin saat mendengarnya Danendra akan menggila seketika seperti yang sudah-sudah.
"Maaf, Pak Radin ... Pak Bos sedang keluar kota dengan sopir kantor," jawab Ramos saat sampai di ruangan Danendra hanya kosong-melompong.
"Maksudnya bagaimana, Pak Ramos ?" tanya sopir itu lagi.
"Pak Bos ke Bogor. Biasa, meninjau proyek disana," sahut Ramos .
Dengan langkah gontai, lagi-lagi sopir itu harus menelan pil pahit. Kembali ke rumah, dan mempersiapkan diri baik-baik. la yakin, Pak Radin akan jadi salah satu sasaran empuk Danendra apabila saatnya tiba.
******
Mobil sport Danendra masuk ke kediamannya saat hari menjelang sore. Lelaki tampan itu keluar dari mobilnya dengan wajah kelelahan. Sejak pagi Danendra mengurus masalah di proyek, sampai-sampai Danendra melewatkan makan siangnya.
Suasana rumah sore itu terasa sepi, terlihat tidak ada aktivitas apa pun begitu kakinya menginjak ke dalam rumah yang biasanya ramai dengan celotehan dan tawa kecil putrinya.Saat melangkah menuju ruang keluarga,perasaannya semakin tidak enak. Ruangan yang biasanya penuh dengan mainan Hayana , saat ini begitu rapi. Bahkan tidak ada satu pun mainan tergeletak di lantai.
Melihat situasi itu, langkah kaki membawanya ke kamar Hello Kitty milik Hayana . Lagi-lagi Danendra tercengang, kamar itu sepi seperti tidak ada kehidupan sama sekali. Bahkan gorden kamar tertutup rapat seperti tidak berpenghuni.Mendapati semua itu, perasaan yang tadinya hanya tidak enak menjadi tidak karuan. Berlari menuju kamarnya sembari meneriakan nama istri dan putrinya.
"As !"
"Nana!" Danendra memanggil sembari berteriak. Mencari keduanya di semua sudut kamar, tidak ada yang terlewati. Masih berusaha berpikir positif, Danendra
kembali berlari ke teras, mencari keberadaan Alphard hitam, mobil operasional istrinya.
Deg—
Jantungnya berdegup kencang saat mendapati mobil itu terparkir rapi di sana.
"Pak Radin !"
"Pak Radin !" teriak Danendra berulang kali.
Tidak lama sopirnya itu muncul dari arah belakang rumah. Pak Radin yang baru saja selesai mandi sore, masih dengan kain sarung terlilit dipinggang, berlari menemui Danendra .Terlihat beberapa asisten rumah tangga dan Adeline ikut keluar karena panik mendengar suara Danendra yang berteriak kencang.
"A ... ada apa, Pak?" tanya Pak Radin , terbata.
"Siapapun, ceritakan padaku. Di mana istri dan putriku?" tanya Danendra , menatap satu persatu asisten rumah tangga dan sopirnya.
"Ma-maaf, Pak. Nyonya dan Non Hayana ikut Ibu pulang ke Surabaya," sahut Pak Radin dengan ketakutan.
"Apa-apaan ini! Istri dan putriku pergi, tidak ada seorang pun yang mengabariku?" omel Danendra ,berdiri dengan penuh amarah. Menatap sinis pada semua orang yang berbaris dengan ketakutan.
Bara bergegas masuk ke kamar, tidak mengindahkan panggilan Adeline . Hanya Adeline saja yang masih memiliki keberanian mendekati daddynya. Nyali asisten dan sopir sudah menciut sejak tadi.
"Dad!"
"Dad!"
"Daddy!" panggil Adeline , menyusul Danendra yang berlari panik menuju kamarnya.
"Dad!" panggil Adeline kembali, mengekor masuk ke dalam kamar Danendra . Adeline bisa melihat sendiri daddynya sedang mengeluarkan koper dari dalam lemari. Melempar masuk pakaian seadanya dan menutupnya kasar.
"Dad!" sapa Adeline kembali, berdiri di samping Danendra .
"Line , jangan ganggu Daddy. Daddy masih ada urusan. Masuk ke kamarmu sekarang! Jangan ikut campur urusan orang tua, ya," pinta Danendra sedikit melunak.
Tangan Danendra sudah mengeluarkan ponselnya,mencari nomor kontak Ramos , sang asisten. Danendra harus mendapatkan tiket pesawat segera. Bagaimanapun, Danendra harus terbang ke Surabaya saat ini juga, menyusul istri dan putrinya.
"Cari tiket untukku ke Surabaya malam ini juga.Detik ini juga! Aku akan membayar berapa pun.Kirimkan segera padaku!" pinta Danendra dengan berteriak.Danendra sudah terlampau panik, tidak bisa berpikir jernih lagi.
Masih dengan menyeret keluar kopernya, lelaki itu kembali berteriak.
"Pak Radin ! Siapkan mobil, aku harus ke
Surabaya saat ini juga!" perintahnya.
Adeline yang sejak tadi menonton kemarahan Danendra hanya bisa diam, mengekor di belakang daddynya. Tepat saat Danendra akan keluar teras rumah, Adeline merengkuh tangan daddynya menangis.
"Daddy ... jangan pergi. Tolong antarkan aku ke tempat Mommy sekarang," isaknya dengan air mata bercucuran.
"Mommy sakit lagi. Aku mau tinggal dengan Mommy saja," isaknya berhambur di pelukan Danendra .