"Aku belum pernah jatuh cinta. Jadi aku tidak tahu, apa yang aku rasakan untukmu ini bisa disebut cinta," lanjut Asha , tertunduk. Air mata menetes kembali. Danendra tersenyum, merangkul pundak istrinya agar mendekat padanya.
"Jangan menangis. Apapun yang kamu rasakan padaku, aku akan membalasnya setimpal. Sebisa mungkin aku tidak akan menyakitimu," bisik Danendra .
Dengan jemarinya, Danendra menghapus air mata yang mengalir deras di wajah Asha . Kemudian, Danendra mendekap tubuh mungil yang terguncang itu supaya tenang kembali.
"Bisa merasakan hangatnya pelukanku?" tanya Danendra di sela isak tangis Asha yang mulai mereda.
"Aku tidak mau menjawab pertanyaanmu karena jawabanku itu sebenarnya tidak penting.Jawaban yang keluar dari bibirku ini bisa dimanipulasi. Namun, aku ingin kamu merasakannya.Perlakuanku padamu selama ini, kesetiank upadamu bukankah seharusnya sudah menjawab semuanya," ucap Danendra .
Dari kejauhan terdengar teriakan Hayana . Gadis kecil itu begitu bersemangat saat melihat Danendra ikut duduk di samping Asha , menemaninya bermain.
"Daddy!" jeritnya, berlari menghampiri Danendra .
"As , hapus air matamu. Ada anak-anak," bisik Danendra , segera melepaskan pelukannya. Bersiap menyambut putri kecilnya.Dalam sekejap Hayana sudah naik ke gendongan Danendra .
"Putri Daddy, main apa sampai berk-
eringat begini?" tanya Danendra , mengecup kedua pipi Hayana .
"Main lali-lalian, Dad. Sama Kak Line," sahutnya, langsung membenamkan wajahnya di ceruk leher sang daddy, bermanja-manjaan disana.
Adeline yang mengekor di belakang Hayana ,hanya bisa menatap dengan iri. Ingin rasanya ikut memeluk, tetapi tidak memiliki keberanian.Adeline cukup bersyukur Asha mau menerimanya, di saat Danendra menolak kehadirannya mentah-mentah.
" Adeline , kemarilah. Kenapa rambutnya berantakan. Ayo tante bantu menguncirnya," ucap
Asha .
Asha bisa melihat tatapan cemburu Adeline ,memandang pada Danendra dan Hayana sampai tidak berkedip.
"Mbak, tolong ambilkan sisir dan ikat rambut milik Hayana . Ikat rambut yang biasa saja," perintah Asha pada pengasuh Hayana .
Melihat Adeline yang membeku di tempat,
akhirnya Asha membuka suara kembali.
"Adeline tidak memeluk Daddy?" tanya Asha ,berusaha mencairkan suasana canggung yang terjadi di antara keduanya.
Mendengar ucapan Asha , Danendra tersentak.Seperti disadarkan sudah membuat kesalahan fatal. Kalau diperhatikan, Adeline seperti menjaga jarak dengannya. Entah karena gadis itu sudah mengetahui kalau Danendra bukan daddynya atau terlalu sakit hati karena Danendra menolak secara terang -terangan.
"Line, kamu tidak memeluk Daddy?" Akhirnya Danendra menawarkan diri, sekilas Danendra bisa menangkap raut kesedihan di wajah gadis itu.Mendengar tawaran Danendra ,Adeline menghambur memeluk pinggang lelaki yang dianggap daddynya sampai sekarang. Menyandarkan kepalanya dengan manja di sana.
"Daddy dikelilingi gadis cantik di rumah ini,"canda Danendra , tersenyum pada Asha .
"Aku sedang menunggu kehadiran sainganku.Sudah terlalu banyak wanita cantik disini," lanjutnya mengedipkan matanya pada sang istri.
Asha sedang menyisir rambut Adeline , kemudian membuat kepang di rambut panjang gadis itu. Sesekali menatap ke arah Hayana yang sedang bercanda dengan Danendra .
"Line, kamu kelas berapa sekarang?" tanya Asha tiba-tiba.
"Kelas delapan, Tante," sahutnya ikut menatap ke arah yang sama. Terselip iri di benaknya melihat pemandangan Hayana dan Danendra .
"Besok, Tante yang akan mengantarmu ke sekolah," ucap Asha , masih sibuk membuat kepang.
"Ya, Tante."jawab Adeline.
Beberapa jam tinggal di rumah Danendra , Adeline mulai membuka diri pada Asha . Sedikit berbeda dengan pertemuan pertama mereka beberapa waktu lalu. Di mana Adeline sedikit ketus dan terlihat membenci, tetapi sekarang gadis itu lebih bersahabat.
"Tante, besok pagi Adeline boleh jenguk Mommy di rumah sakit?" tanya Adeline tiba-tiba. Gadis itu langsung menangis setiap mengingat Mommy yang sedang dirawat di rumah sakit.
"Kamu harus ke sekolah, kan?" tanya Asha heran.
"Adeline masuk siang. Jadi, pagi harinya masih sempat jenguk Mommy di rumah sakit," ucap Adeline beralasan.Mendengar gadis itu sesengukan, kembali rasa iba memenuhi dadanya.
"Jangan menangis,Mommy pasti sembuh," bisik Asha pelan.Menepuk lembut pundak Adeline .
"Besok, Tante akan mengantarmu ke rumah sakit, setelah itu kita langsung ke sekolahmu,"lanjut Asha , menyetujui permintaan Adeline .
Asha terlihat menghapus air matanya,
menyunggingkan senyuman. Lenyap sudah tangisnya, berganti wajah cerah.
"Sudah! Sudah terlihat cantik," ucap Asha ,memainkan kepang yang baru saja diikat rapi.
"Kamu cantik sekali, Sayang." Asha tersenyum,membuat Adeline merona malu seketika.
"Mommy, mau!" rengek Hayana . Gadis itu langsung berlari menghampiri, sempat terjengkal beberapa kali, tetapi Danendra yang berjalan di belakangnya segera mengangkatnya kembali.
"Mommy, mauuu," rengeknya kembali.
Memegang rambutnya sendiri. Membuat Danendra dan Asha tergelak.
"Rambut Nana masih pendek, Nak. Nanti kalau sudah sepanjang Kak Adeline , Mommy akan menguncirmu seperti ini,"jelas Asha pada gadis kecil itu.
"Ayo masuk ke dalam. Lihat keringatmu. Harus mandi lagi," ucap Asha , menggandeng masuk putrinya dan menyerahkannya kepada pengasuh.
Diam-diam, ada sepasang mata yang sedang menatap keakraban ibu dan anak itu. Tatapan yang sulit untuk diartikan.
Keesokan paginya.
Meja makan sudah ramai dengan dentingan piring yang berbentur dengan sendok dan garpu.Sarapan mereka pagi ini adalah nasi goreng buatan Ibu Rani yang menggiurkan. Sudah lama, baik Asha maupun Danendra tidak merasakan nasi goreng khas milik ibunya.
Adeline , si penghuni baru di rumah itu, mulai terlihat biasa di hari keduanya. Gadis itu sudah berseragam putih biru lengkap, bersiap berangkat ke sekolah.
"Mas, hari ini aku akan mengantar Adeline ke sekolah," cerita Asha sekaligus meminta izin suaminya.
Tangan Danendra yang sedang mengaduk nasi goreng seketika terhenti.
"Biarkan aku saja yang mengantarnya, As," ucap Danendra menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.
Deg—
Asha terkejut. Tidak mungkin membiarkan
suaminya mengantar Adeline . Asha sudah berjanji membawa gadis kecil itu menemui mamanya dirumah sakit.
"Aku saja, Mas. Lagi pula,aku bosan di rumah ," jelas Asha . Danendra terperanjat.
"Kamu benar-benar senang?tidak perlu mengurusi Nana,As?" tanya Danendra heran.Asha mengangguk.
"Ya,Mas.Lagi pula,ada pengasuh Nana dan ibu yang menguruskan Nana," jelas
Asha .
"Tugas mengantar Adeline ke sekolah, biarkan aku saja ya, Mas," pinta Asha .
"Anggap saja mengisi waktu. Aku akan kebosanan di rumah seharian," lanjut Asha .
Danendra akhirnya mengalah. Walaupun sebenarnya Danendra masih bisa mengantar Adeline , sekalian jalan ke kantor.
"Jangan kecapekan dan depresi ,As. Aku tidak mau terjadi sesuatu padamu,"bisik Danendra , tersenyum.
Sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit,Adeline terlihat diam. Sesekali melirik ponsel di tangannya, seperti menunggu kabar dari seseorang.
"Kamu baik-baik saja, Line ?" tanya Asha .
"Ya, aku hanya merindukan Mommy," jawab Adeline singkat.
"Oh ya ... Tante, nanti temani aku menjenguk Mommy ke dalam, ya," pinta Adeline lagi. Tatapannya seperti memohon, membuat Asha tidak tega.
"Tante menunggu di luar saja, Line ," tolak Asha .Mendengar jawaban Asha , Adeline kembali tertunduk. Meremas kedua tangannya, langsung terdiam.
"Kamu kenapa, Line ?" tanya Asha heran. Sejak kemarin,Asha sebenarnya merasa ada yang aneh dengan anak perempuan ini. Ditambah keinginannya yang meminta Asha ikut menemui mamanya terdengar tidak biasa.
"Apa ada yang ingin disampaikan Adeline
padaku," batin Asha .Kejutan atau???