Sore itu Asha termenung di bangku taman belakang rumahnya, memandang Hayana yang sedang bermain ditemani Adeline dan pengasuhnya. Entah keputusannya benar atau tidak menerima Adeline di rumah tangga mereka.Namun, melihat senyuman terkulum gadis itu,rasanya ia bahagia. Asha seperti melihat masa kecilnya di dalam diri Adeline . Dulu, saat seumur Adeline , Asha juga tidak punya ayah. Ibunya harus bekerja dari pagi sampai malam, baru pulang ke rumah.
Sepanjang hari Asha hanya berdua dengan kakaknya. Setiap pulang sekolah dititipkan dengan tetangga sebelah rumah kontrakan.Kadang, Asha dan Isyana bisa makan, tetapi tidak jarang juga harus menahan lapar sampai ibunya pulang bekerja.Keadaan seperti itu baru berakhir ketika Danendra mengizinkan ibunya memboyong mereka ikut tinggal bersama. Barulah keadaan membaik.
Asha dan Isyana bisa bersekolah, tanpa memikirkan SPP yang menunggak. Tidak dikejar-kejar ibu pemilik kontrakan. Tidak lagi merasakan listrik padam karena tidak bisa membayar tagihan. Dari arah belakang kursi, tiba-tiba ada tangan yang memeluk erat, mengecup pipi Asha itu sekilas.
"Apa yang kamu pikirkan,As?" tanya Danendra .Lelaki itu masih dengan setelan kerjanya. Sengaja pulang lebih cepat karena khawatir dengan kondisi rumah. Ini adalah hari pertama Adeline tinggal bersama mereka. Danendra takut gadis itu mengacaukan segalanya.
"Mas! Mengagetkanku saja," gerutu Asha ,menepuk lembut tangan Danendra yang sedang memeluknya dari belakang.
"Apa yang kamu pikirkan, As?" Danendra kembali bertanya.
"Tidak ada. Hanya saja aku merasa Adeline mirip denganku saat masih kecil," sahut Asha , menunjuk ke arah Adeline yang sedang mengejar Hayana sembari tertawa ceria.
"Kenapa sekarang kamu begitu keras kepala,As," tanya Danendra , ikut duduk di sebelah Asha .
"Entahlah, aku sendiri heran dengan perubahan sikapku. Apa aku begitu menyebalkan, Mas?"tanya Asha , memandang suaminya dan menunggu jawaban.
"Terkadang ... ya. Seperti tadi pagi, sama sekali tidak mau mendengarkan pendapatku," sahut Danendra , meletakan tangannya di sandaran kursi, sesekali menepuk lembut pundak istrinya.
"Mas, jawab aku yang jujur. Apakah masih ada rasa di hatimu untuk Ibu Adeline ?" tanya Asha ,melirik suaminya dengan ujung matanya.
Tak lama pandangannya kembali beralih menatap Asha.Danendra bukannya menjawab malah terkekeh.
"Bukannya kita sudah membahasnya kemarin.Kenapa mengulang lagi?"jawab Danendra.
"Aku belum puas dengan jawabanmu, Mas."tegas Asha.
"Kamu harus tahu satu hal, aku menyayangimu,Hayana dan pernikahan kita." Danendra menjawab.
Danendra menghela napas, sebenarnya malas membahas orang yang sama. Apalagi si pemilik nama sedang bertarung nyawa di rumah sakit,melawan penyakitnya.
"Setelah mencoba berdamai dengan masa lalu, ketika bertemu kembali ... seperti ada rasa yang tertinggal," lanjut Danendra .Hening sejenak. Asha menatap sinis suaminya,tiba-tiba hatinya ngilu.
"Namun, rasa yang tertinggal itu bukan cinta.Sekian lama kami bersama, bukan hanya sehari-dua hari. Danisha Cinta pertamaku," lanjut Danendra ,ikut menatap Adeline . Ketika mengenal Danisha pertama kali, mungkin usianya hanya beberapa tahun lebih tua dari usia Adeline saat ini.
"Mas sangat mencintainya dulu?" tanya Asha .Semakin bertanya, semakin penasaran, semakin sakit juga hatinya.
"Sudahlah,As. Kenapa membahas yang sudah berlalu."ucap Danendra memeluk erat Istrinya.
"Mas, aku mau mendengar jawabannya," rengek Asha seperti anak kecil.
"Aku yang tidak mau membahasnya," tolak Danendra .Asha menitikan air mata.
"Penolakan Mas membuatku bisa mengerti apa jawabannya," dengus Asha kesal sendiri.
"Kalau aku menjawab tidak, apa kamu mau percaya, As?" Danendra balik bertanya.Terdengar helaan nafas kasar.
"Kalau aku menjawab ya, apa kamu tidak kecewa?" lanjut Danendra lagi. Lagi-lagi Asha diam.
"Dulu aku menjalani hidup dan berumah tangga lebih banyak menggunakan perasaan. Semakin ke sini, aku belajar banyak. Lebih menggunakan logika."ucap Danendra .
"Cinta mungkin penting, tetapi kewarasan untuk menjaga komitmen itu jauh lebih penting."Asha menelan ludah. Hatinya tercubit saat mendengar ucapan Danendra . Asha hanya pendatang baru di kehidupan Danendra , bahkan belum diberi tempat yang layak di hati suaminya sendiri. Setetes air mata jatuh kembali dan Danendra melihatnya sendiri.
Tes!
"Sudahlah, As. Kita bahas yang lain saja. Masa laluku terlalu mengerikan. Dulu setiap mengingatnya, aku akan menangis sepertimu. Namun,waktu mengajarkan banyak hal untukku. Aku tidak mau jatuh cinta lagi. Aku berharap seumur hidup tidak perlu merasakan cinta lagi. Sudah tidak sanggup kalau harus hancur untuk kedua kali," jelas Danendra .
Asha berusaha menahan gejolak di dalam
hatinya. Sakit sekali rasanya mendengar
suaminya tidak mau jatuh cinta lagi, termasuk menolak untuk jatuh Cinta padanya.
Dulu di awal pernikahannya, Asha tidak peduli Danendra mencintainya atau tidak. Namun sekarang, sejak Asha mulai merasakan sesuatu pada suaminya, itu menjadi penting. Dan jadi sakit sendiri saat mendengar suaminya tidak mencintainya. Padahal, sewaktu menikah, ia sudah tahu dengan jelas. Tidak ada cinta di antara mereka.
"Apakah sesakit yang aku rasakan sekarang?Apa ini yang dirasakan Danendra saat mantan istrinya berselingkuh?"Asha membatin.
"Mas, apakah aku tidak boleh mencintaimu?"tanya Asha tiba-tiba.
Danendra tersenyum.
"Mencintailah dengan logika dan waras. Di saat segala sesuatu tidak sesuai harapanmu, kamu tidak akan jadi gila dan berhenti menikmati hidup."jelas Danendra.
"Aku tahu pasti akan sulit," lanjut Danendra .
"Semua orang yang jatuh cinta, pasti mengerahkan segenap hati dan hidupnya untuk orang yang dicintainya. Sampai lupa kita bukan pemilik hidup dan hati sebenarnya. Sewaktu-waktu itu diambil kembali, susah untuk bangkit kembali. Bahkan tidak sedikit yang gagal bersyukur untuk nikmat Tuhan lain. Yang diingat hanya kegagalan karena cinta."Danendra berkalimat.
"Mungkin aku salah satunya. Kalau bukan karena beberapa tahun sebelumnya seperti muncul kembali.Setelah terlepas dengan bayang-bayang masa lalunya."kata Danendra lagi.
Barulah Danendra berani memutuskan kembali ke Jakarta, mencoba berdamai. Mungkin pernikahannya dengan Asha sedikit banyak membantu. Meskipun pada akhirnya, tanpa sengaja bertemu kembali dengan bagian masa lalunya, saat statusnya sebagai suami Asha .Walau tidak tinggal bersama membuatnya berkomitmen pada rumah tangga mereka.
"Mas, maafkan aku. Mungkin aku sudah mencintaimu, Mas," ucap Asha pelan, menyadarkan Danendra yang sedang mengembara dengan masa lalunya.
Danendra mematung, tidak bisa menjawab sama sekali.
"Maafkanku istriku karena membuat kejangalan di hatimu.Seharusnya dirimu mencari tahu diriku sebelum setuju menikahiku.Tapi dirimu menerimaku tanpa bertanya.Aku tahu ,bernikah dengan duda sepertiku,dirimu mempertaruhkan jiwa dan emosimu."ucap Danendra di batinnya.
"Tidak bisakah membuka hatimu untukku?" bisiknya lagi.Suara Asha terdengar memohon.
Hening—
Air mata menetes kembali.
"Aku belum pernah jatuh cinta. Jadi aku tidak tahu ... apa yang aku rasakan untukmu ini bisa disebut cinta," lanjut Asha , tertunduk.