Chereads / Another One For You / Chapter 16 - BE HAPPY

Chapter 16 - BE HAPPY

Kalau ditanya soal Nadia, Elion sering bingung harus mulai dari mana. Sama seperti Alfa yang bingung menceritakan awal mula kedekatannya dengan Bianca. Sebab, saat hubungan itu terjalin lama, alasan awal itu seperti bukan apa-apa. Mungkin untuk sebagian orang penting dan sangat berkesan, tapi untuk mereka ... tak ada yang lebih penting dari kebersamaan itu sendiri.

Elion betulan membawa Alfa ke ice corner. Dia hanya memesan satu mangkuk es krim untuk dirinya sendiri dan satu mangkuk es krim plus parfait untuk Alfa. Gadis itu kelihatan menikmati momennya sendiri, berbanding terbalik dengan Elion yang lebih sering melempar pandangan ke luar jendela hanya demi membuat pikirannya mengudara tanpa arah jelas.

Setelah selesai dengan urusan utang itu, awalnya Elion berniat pulang. Tapi tiba-tiba dia punya dorongan untuk pergi ke pantai.

Sebenarnya, Elion bukan tipe laki-laki melankolis yang bakal banyak menyendiri saat sedih. Hanya saja, pantai ... tak pernah gagal membawa ketenangan untuknya.

.... Atau mungkin Elion hanya ingin membuat kenangan baru agar pantai tidak lagi menjadi tempat yang bagus untuk dia kunjungi setelah ini. Sebab, pantai bakal mengingatkannya pada hari ini. Hari di mana dia menyaksikan bagaimana Nadia benar-benar lepas darinya.

Nadia ....

Nadia dalam ingatan Elion adalah gadis yang paling susah diajak shopping atau hanya sekadar jalan-jalan menghabiskan sore hari di mall dan cafe. Gadis itu bukannya membenci mall. Dia hanya kelihatan kurang nyaman. Dulu, kalau mereka pergi, seringnya ikut acara anak-anak tukang daki gunung. Berjelajah. Kalau sedang tak punya banyak waktu libur, setidaknya datang ke pantai. Sederhana. Sangat mewakilkan karakter Nadia.

Karena itu, dengan datang dalam keadaan kacau begini, pantai tidak akan lagi mengingatkannya pada kenangan bagusnya dengan Nadia. Sebaliknya, mulai hari ini, pantai bakal mengingatkannya pada kenyataan.

.... Dan luka.

"Aku bisa nunggu di sini sambil makan, in case Kak Elion butuh waktu buat sendiri."

Elion sedikit menunduk demi melemparkan seulas senyum tipis pada Alfa yang sudah berdiri di sampingnya.

Beberapa anak laki-laki yang bertelanjang dada sibuk berlarian ke sana-kemari. Entah hanya sekadar menggoda satu sama lain atau mencoba merobohkan istana pasir yang tengah dibangun oleh anak perempuan seumuran mereka. Beberapa pengunjung lain berlalu-lalang; saling bergandengan tangan, tertawa ringan, atau gantian melempar teman menjemput datangnya ombak. Suasananya masih sama menyenangkannya dengan kali terakhir Elion datang, perasaannya yang sama sekali berbeda.

Untuk sesaat Elion larut. Berdiri di depan mobil sambil menikmati debur ombak dan angin yang menerpa wajahnya.

"We need sunglasses, aren't we?" Walau bertanya begitu, kaki Alfa sudah lebih dulu beranjak dari tempatnya. Tangannya mencoba menghalau sinar matahari yang menyilaukan matanya, sedangkan gadis itu mengabaikan kaki berbalut flatshoes bermotif batiknya yang mulai kotor, ditempeli pasir pantai yang kering dan hangat.

"Aku makan duluan." Saat merasa Elion tak punya keinginan mengeluarkan suaranya, Alfa berbalik dengan kernyitan karena teriknya sinar matahari. "Kak Elion boleh jalan-jalan, tapi harus dalam jangkauan mata aku. Aku nggak mau ya balik-balik bawa mayat korban ombak."

Sekali lagi Elion tersenyum. Kali ini lebih lepas daripada tadi. Menyadari Alfa memperlakukannya seperti anak kecil.

"Ayo—"

"No need." Sekalipun ragu, Alfa tetap mengatakannya. "Aku ngerti Kak Elion butuh waktu, without anyone else. Jadi, kalau mau merenung silahkan. Asal jangan jauh-jauh. Dan jangan hilang akal kayak malam itu. Dunia bukannya bakal hancur cuma karena Kak Nadia nikah. You'll fine someone better. Bukan karena Kak Nadia nggak baik, I mean ... orang yang lebih cocok sama Kak Elion."

"Lo sadar lo lagi ngomong sama siapa?"

"Yah, kalau ini soal umur, kayaknya lebih dewasa aku sih. Lebih banyak pengalaman aku, soalnya aku udah khatam per-patah-hati-an things."

Elion mendengkus begitu Alfa mengibaskan tangannya dan berbalik lagi untuk masuk lebih dalam ke pantai. Dia sendiri memilih untuk mengunci mobil, mencoba menyejajarkan langkahnya dengan Alfa.

"Baik Kak Nadia ataupun Kak Elion berhak bahagia. Walau nggak dengan satu sama lain."

Dari samping, Elion bisa melihat garis wajah Alfa dengan jelas. Dengan garis rahang yang membuatnya terlihat tegas.

"Kak Nadia kayaknya emang masih ada rasa sama Kak Elion. Tapi jelas suami Kak Nadia punya tempat sendiri di hatinya. Karena itu, Kak Elion," Alfa menengadah, menatap Elion yang kemudian membalasnya. Dia tidak tahu kenapa harus bicara begini, yang pasti ... perasaan pribadinya andil dalam setiap kalimatnya. "biarin Kak Nadia hidup bahagia dengan pilihannya. Nggak perlu berkeliaran di sekitar dia lagi."

Sebenarnya Elion tidak begitu mempedulikan ucapan Alfa. Dia hanya merasa perlu mendengarkannya. Karena entah mengapa, suara berisik Alfa sedikit mengalihkan perasaannya. Suara gadis itu setidaknya membuat Elion tidak berpikir kosong.

"It's okay to cry over her. For today, only. Besok-besok nggak perlu sedih lagi. Toh, kalian udah berusaha, jadi nggak ada yang perlu disesalkan."

.... Karena bagaimanapun juga, akhirnya pasti akan begini. Mereka tak bisa bersanding. Hanya bisa berdekatan.

"You better start to looking for the other girl. Di dunia ini emang nggak bakal ada yang sama persis, plek-ketiplek sama Kak Nadia, but at the very least ... temukan orang yang bikin Kak Elion nyaman dan merasa lebih baik." Tangan Alfa kembali mengibas. "Udah ah, bacotan aku sampai di sini aja. Udah laper. Tadi di tempat Kak Nadia cuma sempat nyemilin satu potong cake."

Kali ini Elion tertawa pelan. Menepuk kepala Alfa, lalu menarik tangan gadis itu sampai sang empu menoleh tanpa menghentikan langkahnya. "Kalau makanannya udah habis sebelum gue balik, lo boleh nambah atau bayar dulu."

Sejenak, Alfa menatap dompet Elion yang diletakkan di tangannya. Dan berpaling lagi pada laki-laki itu. "Aku punya uang."

"Gue nggak nanya."

"Aku beneran bakal bayar sendiri."

"Gue yang ajak lo ke sini."

"Tapi Kak Elion udah isi bensin tadi. Lagian nggak ada kewajiban yang ngajak yang harus bayar."

"Lo bawel juga ya buat urusan duit." Elion memaksa Alfa menggenggam dompetnya. "Pokoknya—"

"Ya udah." Alfa memotong. Wajahnya memerah, karena terik matahari dan malu. Beberapa orang yang lewat, juga di deretan tempat makan, memperhatikan mereka. "Jangan coba-coba buat nyentuh air," katanya sebelum lari dan masuk ke sembarang tempat makan. Menyelamatkan diri dari rasa berdebar.

Elion terkekeh demi melihat tingkah Alfa. Sesaat meraih ponsel di saku celananya. Ada satu pesan dari Bianca.

Bianca: Balik jam berape?

Bianca: Bunda bilang jangan lupa jajanin temen gue. Awas lo kalau sampe dia kelaparan. Gue gorok!

Bianca: Lo nggak lupa cara napas kan ya?

Bianca: Lo baca chat gue, berarti masih aman.

Bianca: Beliin sate kambing yak kalau balik malem. Tapi jangan sampe lo berani macem-macemin itu anak. Gue gorok 2x!

Apa yang Elion tahu dari Bianca adalah ... dia diam-diam sangat menyayangi Alfa. Seolah Alfa adalah anaknya. Seolah Alfa bisa terluka kapan saja. Padahal dalam sekali lihat pun Elion bisa memutuskan bahwa Alfa tidak seringkih itu. Didukung dengan mulutnya yang bicara tanpa filter. Sebelas-dua belas dengan Bianca dan Riani.

Elion: Kira-kira kalau gue pacarin gimana?

Bianca: Mending mampus aja deh lo! _-

________________