"Sini! Saya bantu cuci baju kamu," ujar Selin.
Airin tersenyum kemudian memberikan kemeja kotornya pada Selin.
"Kalau noda coklat di baju seperti ini, nggak buru-buru kita cuci. Bisa-bisa nodanya permanen, bakalan makin sulit untuk dicuci." Seina mulai membantu Airin mencuci kemejanya yang kotor.
"Iya sih, Lin. Tapi kalau nyucinya dikucek-kucek begitu nanti lusuh, lecek, nggak rapi lagi dong kemejanya. Bagaimana bisa aku pakai lagi?" tanya Airin saat melihat Selin mencuci kemejanya seperti mencuci pakaian kotor di rumah.
"Kamu pakai jaket saya saja, Rin. Masih cocok kok sama bawahannya, lihat saja di cermin," ujar Selin.
"Iya, bagus juga. Kamu nggak apa-apa kalau jaketnya aku pinjam dulu?" tanya Airin.
"Iya, santai aja," jawab Selin.
"Thank you ya, Lin."
"Sama-sama," jawab Selin.
"Boleh nggak sih kalau gue ngomongnya pakai gue lo aja?" tanya Airin.
"Gue suka ide lo," sahut Selin yang langsung eksekusi menggunakan bahasa yang lebih nyaman untuk mereka.
Selin dan Airin terkekeh. Mereka berdua memakan cukup banyak waktu hanya untuk mencuci kemeja Airin, namun mereka berhasil membuat kemeja Airin bebas dari noda. Mereka mengeringkan kemeja itu menggunakan hand dryer.
"Thanks ya, Lin. Kalau nggak ada lo pasti bakalan lebih lama gue di salam kamar mandi," kata Airin.
"Sama-sama. Santai aja, Rin."
Airin dan Selin berjalan berdampingan kembali ke ruangan mereka. Sambil saling bertukar cerita mereka berjalan dengan santai menuju ke ruangan.
"Eh, ini udah jam makan siang. Gimana kalau kita makan siangnya bareng aja?" tanya Selin.
"Boleh, tapi taruh kemeja gue ke meja dulu ya?" tanya Airin.
"Ok, gue juga mau ambil HP gue di meja," jawab Selin.
Seina yang masih ada di dalam ruangan langsung menatap sinis pada Selin dan Airin yang baru masuk ke dalam ruangan. Dia masih terlihat tidak senang dengan kebahagiaan Airin, masih jelas tergambar diwajahnya kebencian itu.
"Gue ambil HP dulu," kata Selin.
Airin mengangguk dengan pandangan yang masih tertuju pada Seina. Airin melemparkan senyum pada Seina, namun Seina sama sekali tidak merespon. Seina justru langsung memalingkan wajahnya dari Airin.
Ada apa dengan Seina? Nggak biasanya dia begini?.... Airin terus bertanya dalam hati, namun dia masih tetap tidak menemukan jawabannya. Airin meletakkan kemejanya di atas meja kerja. Dia menyeruput kopinya sedikit, Hmmm…. Udah dingin, tapi rasanya good…. Batin Airin.
"Ayo, Rin!" pekik Selin.
"Hm? Yuk!" Airin langsung menyambar HP-nya yang tergeletak begitu saja di atas meja.
Selin menghampiri meja Airin.
"Jadi makan siang bareng, kan? Di kantin atau di luar?" tanya Selin.
Seina agak terkejut karena Selin tidak lagi mengajaknya untuk makan siang, kali ini Selin justru mengajak Airin. Padahal dia sudah sengaja menahan lapar karena menunggu Selin kembali. Dengan perlakuan Selin ini Seina menjadi semakin kesal pada Airin dia merasa Airin sudah merebut teman dekatnya.
"Di kantin aja ya, Lin? Lain kali kita makan siang keluar, kalau sekarang kayaknya waktunya nggak akan cukup," jawab Airin.
"Ok," sahut Selin dengan semangat yang tidak berkurang.
"Na, ikut yuk! Kita makan siang bareng di kantin," ajak Airin pada Seina yang masih duduk di kursinya sambil bermain HP.
Seina hanya terdiam, dia pura-pura tidak mendengar ajakan Airin. Dia justru terus menggulir layar HP, berpura-pura tertawa saat melihat sebuah video lucu.
"Ccckk…. Udah lah, Rin. Nggak usah ajak dia. Kita berdua aja, dia nggak akan mau lo ajak. Dengerin ajakan lo aja dia nggak mau," tukas Selin.
"Jangan gitu, Lin. Kita coba sekali lagi," kata Airin dengan lembut.
"Na, makan siang yuk!" ajak Airin lagi. Dia menghampiri Seina di mejanya.
Seina melirik ke arah Airin, "Nggak," jawabnya dengan sangat singkat.
"Udah, Rin. Udah sekali lagi, kan. Ayo!" Selin langsung menarik tangan Airin menjauh dari Seina.
"Tapi… tapi itu, Seina belum makan. Lo kan yang sering makan bareng sama dia. Gue nggak enak kalau gue makan bareng sama lo tapi nggak ajakin dia juga," ujar Airin. Dia masih berat untuk melangkah meninggalkan Seina sendirian di dalam ruangan.
"Kan tadi udah lo ajakin, Rin. Justru dianya yang nggak mau, kan? Dia yang nolak ajakan lo, kan?" tanya Selin.
"Iya sih, Lin. Tapi_"
"Apa? udah deh nggak usah pakai tapi-tapi segala. Yang penting sekarang kita makan di kantin, isi perut biar kenyang," tukas Selin.
.
.
.
"Bang, biasa ya?" kata Airin pada Bang Mamat, penjual gado-gado langganannya.
"Siap, Mbak. 1 gado-dago tanpa tauge, pedesnya sedang, banyakin kolnya." Bang mamat dengan tepat menyebutkan bagaimana gado-gado yang selalu dipesan oleh Airin.
"Right, minumnya es teh tawa raja Bang," ujar Airin.
"Siap, Mbak."
"Rin!" panggil Selin yang sudah menemukan meja kosong untuk mereka.
"Bang, saya duduk di sana ya?" kata Airin sambil menunjuk meja tempat duduk Selin.
"Ok, Mbak."
"Lo beli apa, Lin?" tanya Airin saat sudah duduk di hadapan Selin.
"Lagi pengen makan mie ayam, jadi gue beli mie ayam," jawab Selin.
"Oooh… Mie ayam mana yang jadi favorit lo?" tanya Airin ingin tahu.
"Favorit gue ya mie ayam yang gue pesan sekarang, mie ayam jamur Pak Min. Lo udah pernah coba belum?"
Airin menggeleng, "Gue itu orangnya suka takut kalau mau coba-coba makanan baru. Jadi walau pun gue udah lama kerja di sini dan hampir setiap hari makan siang di kantin, gue belum cobain makanan di sini. Paling yang gue beli cuma gado-gado sama soto," kata Airin.
"Astaga, Airin…. Kenapa nggak berani? Lo nggak bisa diajak kulineran dong?" tanya Selin heran.
"Ya gue mah bukan yang pemilih banget, gue lihat situasi dan kondisi di warungnya aja sih kadang."
"Permisi, Mbak. Saya mau antar gado-gadonya," ujar pak Mamatsambil menurunkan piring yang berisi gado-gado ke meja Airin.
"Iya, terima kasih Pak," sahut Airin.
"Minumnya ini ya, Mbak? Es teh tawar." Pak Mamat menurunkan es teh tawar dari bakinya.
"Ok, Pak. Terima kasih," ujar Airin yang sudah mendapatkan semua pesanannya.
"Pesanan lo mana?" tanya Airin.
"Nggak tahu, lama banget. Nanti lo cobain deh mie ayam jamurnya, pasti nanti bakalan masuk ke daftar makanan yang akan lo pesan kalau lo makan di sini."
Dreeet…. Dreeet…. Dreeet… HP Airin yang ada di atas meja bergetar, membuat Airin dan Selin terkejut secara bersamaan. Mata Airin langsung membelalak melihat nama Zildjian di layar HP-nya.
"Pak Zil" pekik Airin.
"Hah? Mau ngapain, nih? Jam istirahat kok tumben nelepon?" tanya Selin.
"Nggak tahu, jangan-jangan urgent." Airin segera mengangkat panggilan dari sang ketua divisi.