"Maksud bunda ini untuk kebaikan kamu, Ai. Bunda nggak mau nantinya ada masalah karena hal ini," ujar bunda sambil memegangi kedua tangan Airin.
Airin mulai melunak dan memahami kecemasan sang bunda. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya dia setuju untuk mengikuti saran sang bunda. Dia mulai membangun komitmen dalam hatinya untuk membatasi pergaulannya dengan lawan jenis, termasuk dengan Alif. Dia akan menjaga nama baiknya dan nama baik keluarganya. Dia akan menjaga perasaan keluarganya, calon pasangan hidupnya dan calon keluarga barunya. Dia mulai berkomitmen untuk memperbaiki diri agar menjadi pasangan yang baik untuk Bian.
"Iya, Bunda. Airin tahu maksud Bunda baik. Airin akan mengikuti saran Bunda. Bunda jangan terlalu khawatir, ya? Tetapi kalau malam ini Airin menemui Alif boleh, kan? Setelah ini Airin janji, Airin akan mengurangi frekuensi Airin bertemu dengan Alif. Sekarang Alif sudah di bawah loh, Bun. Kasihan kalau nggak ketemu sama Airin, kan? Please," tanya Airin dengan sedikit memohon.
Bunda menghela napas, dia sebenarnya juga tidak tega untuk memisahkan Airin dan Alif. Bunda tahu Airin sangat nyaman berteman dengan Alif dan bunda pun juga menyukai Alif. Dia baik, penyayang, sopan dan tidak pernah neko-neko. Alif juga bisa melindungi Airin dan dia sebenarnya juga memberi dampak yang bagus saat berteman dengan Airin. Tapi sekarang kondisinya berbeda, Airin sudah akan memiliki suami. Orang yang akan lebih berhak untuk mendampingi, menjaga dan membimbing Airin.
"Bunda…. Boleh, kan?" tanya Airin lagi.
"Iya, boleh. Tapi kamu jaga perasaan kamu, ya? Jangan sampai Alif menggoyahkan kamu, kamu sudah mau menjalin ikatan serius dengan Bian loh. Godaan orang yang mau menuju ke jenjang yang serius itu biasanya banyak, bunda nggak mau kalau kamu sampai tergoyahkan juga. Bunda sudah yakin kalau pilihan kamu pada Bian ini sudah yang paling benar," ujar bunda yang mewanti-wanti putri kesayangannya.
"Iya, Bunda. Airin nggak akan goyah. Alif kan hanya sahabat untuk Airin. Bunda jangan cemas, tenang aja Bunda. Rilek," sahut Airin meyakinkan bundanya.
"Ya sudah, sana temui Alif. Jangan lama-lama, ya?"
"Kok jangan lama-lama, Bun? Kan setelah ini Airin bakalan lebih jarang dan bahkan bisa saja Airin nggak ketemu sama Alif. Atau bisa saja Airin dan Alif bisa bertemu tetapi nggak bisa ngobrol, bercanda atau jalan bareng lagi seperti kemarin-kemarin," ujar Airin yang berusaha melakukan tawar menawar pada bundanya.
"Pokoknya bunda nggak mau sampai ada omongan yang nggak-nggak tentang kalian, apa lagi tentang kamu. Bunda tidak mau yang seperti itu."
"Iya, Bunda. Bunda pahami juga posisi Airin ya, Bun? Biarkan Airin menjelaskan hal ini juga pada Alif. Alif juga perlu mendapatkan penjelasan soal ini, kan? Kalau Airin langsung menghindari dia, Alif pasti akan bingung dan dia juga akan mempertanyakan sikap Airin yang tiba-tiba berubah," jelas Airin.
"Masa iya dia tidak paham dengan keadaan kamu?"
"Bunda…. Kan lebih baik kalau ada omongan dulu secara baik-baik. Jadi nantinya…. Meskipun Airin dan Alif sudah jarang bertemu, jarang ngobrol, jarang main bareng juga. Hubungan persahabatan Airin dan Alif akan tetap baik-baik saja, aman-aman saja. Kan kata Bunda tidak boleh memutuskan tali silaturahmi."
Bunda Airin mengalah, dia memperbolehkan Airin untuk menemui Alif.
"Ok, ya sudah. Bunda izinkan. Tapi kalau mau main keluar, jangan pulang malam-malam. Besok kamu punya acara penting," bunda masih tetap mewanti-wanti.
"Iya," sahut Airin yang langsung memeluk bundanya.
"Semoga kamu dan Alif bisa menyikapi semua ini secara dewasa ya, Nak? Pahami lah semua ini demi kebaikan kita semua," ujar Bunda.
"Iya. Terima kasih, Bunda." Airin mencium pipi bundanya.
"Hmmm…. Anak bunda…. Masih manja begini kok sudah mau jadi istri orang," ledek bunda pada Airin.
"Apa salahnya, Bun? Justru nih ya, Bun. Kan nanti setelah Airin menikah, Airin jadi punya 1 tempat bermanja lagi. Nanti Airin akan bermanja-manja ke suami Airin. Seneng deh akan makin banyak orang yang manjain Airin," sahut Airin sambil membayangkan kehidupan indah setelah pernikahan.
"Iya, iya. Tapi kamu juga harus ingat, dalam pernikahan itu tidak hanya ada suka saja. Dukanya juga banyak. Tanggung jawabnya juga semakin banyak. Kamu jangan hanya membayangkan bagian enaknya saja, tapi_."
"Maaf, Bunda. Kajian pranikahnya nanti saja. Alif sudah nunggu lama di bawah, kasihan." Potong Airin dengan sopan.
"Oh, iya. Bunda lupa. Pokoknya…. Bunda akan menikmati 3 bulan terakhir ini untuk memanjakan kamu terus," sahut bunda sambil mencium kening Airin.
Airin tersenyum.
"Ayo turun, Nak! Kasihan Alif sudah menunggu kamu lama," ujar bunda.
"Iya, kan Bunda yang bikin lama. Malah kajian dulu," ujar Airin sambil senyum-senyum.
"Ah, kamu ini."
Airin terkekeh.
Bunda dan Airin kemudian turun menemui Alif yang ternyata sedang membantu mendekor background untuk acara pertunangan Airin dan Bian besok malam. Alif memang tidak bisa hanya duduk diam, dia pasti akan dengan sangat ringan tangan ikut membantu pekerjaan yang sekiranya bisa dia bantu.
Airin merapikan rambutnya lagi. Meskipun dia sudah memakai piyama, setidaknya dia harus rapi saat menemui tamu di rumahnya. Selain kurang sopan, penampilan yang berantakan juga akan mempengaruhi kepercayaan dirinya. Mungkin ini juga berlaku untuk orang-orang lain. Jika kita sudah tidak percaya diri pada penampilan kita sendiri, maka kita juga tidak akan percaya diri untuk menghadapi orang lain. Betul?
"Nak Alif, kamu sedang apa? Kok malah jadi ikutan repot-repot begini? Sampai naik-naik tangga segala. Ayo Nak turun-turun! Katanya tadi kamu mau ketemu sama Airin, kok malah ikutan mendekor begini. Ini Airinnya sudah datang," ujar bunda.
"Iya, Tante." Alif nyengir.
Alif yang sedang memanjat tangga untuk membantu memasang bunga-bunga dekor kemudian turun dari tangga. Dia mengembalikan bunga-bunga yang belum sempat ia pasang kepada tukang dekor.
"Ini, Mas. Maaf, saya nggak jadi bantuin."
"Iya, Mas. Nggak apa-apa," jawab tukang dekor.
Setelah menyerahkan sisa bunganya, Alif kemudian menghampiri Airin dan bundanya yang berdiri tidak jauh dari lokasinya mendekor.
"Kalian ini bagaimana? Masa tamu saya kalian perbolehkan untuk ikut mendekor," ujar bunda pada tukang dekor.
"Maaf, Bu. Tadi Masnya yang mau," jawab salah seorang tukang dekor.
"Iya, Tante. Saya sendiri yang mau membantu, soalnya tadi saya tertarik dengan pekerjaan mereka. Jadi, saya coba-coba saja Tante."
"Hmmm…. Ada-ada saja kamu ini. Mana bantuinnya malah sampai naik-naik tangga seperti itu segala, nanti kalau kamu jatuh bagaimana?" tanya bunda. Bunda sebenarnya bukan marah, namun dia khawatir pada Alif.
"Hahaha…. Insyaallah tidak, Tante. Saya sudah biasa manjat-manjat seperti itu. Lagian kan mumpung saya di sini, biar ada sedikit kontribusi untuk acara pertunangan Airin besok. Biar sedikit ada gunanya juga saya ada di sini," jawab Alif.