Tapi sepertinya Rico tetap tak terima. Hanya saja ia tak tega melihat Davina menangis seperti itu.
"Sini, sini. Gue pernah bilang kan kalau loe enggak usah keluyuran?"
Davina masih menangis. Ia masih syok. Mungkin terdengar klise, tapi dia tidak pernah ditawar seperti ini sebelumnya. Apalagi dengan orang tak dikenal.
"Apa orang Jakarta begitu semua, Mas?"
"Enggak, itu Cuma orang brengsek. Dimana aja ada orang brengsek," ucap Rico.
"Jahat banget. Kenal juga enggak"
"Udah, udah. Kalau udah gitu loe jangan ke sana lagi." Rico berusaha menenangkan Davina, tapi pikirannya kemana-mana karena memikirkan orang itu.
"Udah sekarang kita sarapan. Loe udah masak kan? Udah jangan nangis lagi. Lie udah jelek entar makin jelek," ucap Rico.
Wajah Davina seketika cemberut. "Mas Rico lebih jahat!"
Davina segera melepaskan pelukannya pada Rico. Ia segera menghapus air matanya dan segera ke meja makan.
"Kenapa jadi gue yang jahat?" Rico menghampirinya Davina. Ia duduk di depan gadis itu.