"Tapi kenapa? Loe enggak mau jadi anak buah gue? Harga diri loe ternoda gitu?" ucap Rico berusaha bersikap tenang.
"Bukan," jawab Davina lirih.
"Ya, terus apa?"
Davina terdiam. Ia lantas memberanikan diri menatap wajah Rico yang saat ini sedang mewawancarainya itu.
"Aku merasa Mas Rico aneh," ucap Davina.
"Aneh kenapa?" Rico merasa heran dengan ucapan Davina. Ia tak mengerti mengapa gadis itu begini.
"Mas Rico selalu aja bantuin aku. Bahkan sejak dulu. Mas Rico selalu ada buat aku. Rasanya aneh, Mas."
"Enggak mikir aneh-aneh, deh. Yang penting sekarang loe itu harus bisa kerja buat anak loe. Lima juta itu harga yang sangat umum di Jakarta. Udah enggak usah dipikirin. Mulai besok, loe udah harus berangkat. Loe harus berangkat lebih pagi dari gue. Entar gue cariin supir."
"Itu tambah aneh lagi. Gini, Mas kayaknya kita perlu bicara serius deh. Aku makin enggak ngerti."
Rico menoleh ke arah jam di tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang.