Apapun yang terjadi, Alma tetap berkeras untuk tidak menikahkan Davina dengan Ali putranya. Baginya, lebih baik ia menanggung dosa daripada melihat hidup anaknya berantakan kelak.
Di dalam kamar Ali sudah tak berdaya lagi. Pikiran terus saja berpusat pada Davina. ia khawatir dengan keadaan sang gadis. ia juga khawatir dengan keadaan anak di dalam kandungannya.
"Maafin aku, Vin. Maafin aku. Aku memang brengsek," ucapnya dalam tangis.
Dari arah luar, terdengar suara pintu akan dibuka. Ali sudah tak mau lagi melihat ke arah sang ibu yang memang biasanya datang memberi makan.
"Makan dulu, Ali," ucap Alma pada anaknya yang tergolek lemas di atas ranjang. Sudah beberapa hari seperti ini. Dan Ali tak bersemangat. Yang ia mau hanyalah bertemu Davina.
"Mau sampai kapan kamu begini? Kamu pikir kalau kamu begini, ibu akan luluh? Ibu nggak akan menyerah atas anak ibu! Kalau kamu masih berkeras. Ibu enggak segan minta saudara bapakmu di Malang buat masukin kamu ke pesantren!"
