Namun, karena Anna yang tampaknya tak kenal lelah, semakin lama semuanya semakin tenggelam dalam hasrat dan perasaan masing-masing. Pertahanan yang sebelumnya sedang di tarik dan di ulur itu kini runtuh tanpa terkecuali. Pembatas yang menjadi tembok di antara keduanya hancur lalu melebur menjadi satu.
"Tak inginkah kau untuk mencicipi diriku?" godanya sembari terus-terusan menyeringai.
"Anna, aku tidak bisa, setidaknya tidak dalam keadaanmu yang seperti ini," balas sang pangeran.
"Hush, tak ada orang di sekitar. Aku dapat melihat matamu menginginkannya," kata wanita yang sedang mabuk kepayang itu.
"Malam masih begitu awal untuk dilewati dengan sendirian," tambahnya.
Waktu yang terus berputar berhasil menghapus setiap jarak yang ada di antara keduanya. Penolakan yang berujung pada persetejuan membuat kedua insan ini terlena dan jatuh begitu dalam pada pelukan cinta.
Sebenarnya pengaruh alkohol yang memenuhi darah Anna itu, sudah begitu memudar saat mereka hendak mulai melakukannya, hal itu karena dirinya memang tak minum banyak malam itu.
Akan tetapi efek gejolak dari bara hasrat yang sudah terbakar membuat akal sehat pun pada akhirnya tetap di buat buta olehnya. Hal yang ia tahu saat itu adalah ia menginginkan segalanya, pandangannya sudah menjadi kabur dan buta, tak ingin melihat dengan begitu jelih.
***
Pangeran Adam akhirnya keluar berjalan melewati sang adik yang terlihat masih duduk di kursi panjang. Penampakan keduanya telintas menjadi satu saat arah pandang sang putri bertemu dengan tatapan mata sang pangeran secara tak langsung.
"Bagaimana dengan hadiah kecil dariku itu?" sahutnya.
"Tak tahu bagaimana aku harus menggambarkannya, I mean kau sendiri telah melihat semuanya secara langsung, bukan? hasil dari ulahmu," balas pria bangsawan itu.
"Oh ya Tuhan! Jangan ingatkan aku pada bagian yang satu itu. Sungguh menggelikan bagiku untuk kembali mengingatnya," kata sang putri.
"Aku tak tahu apa yang kau perbuat padanya, tapi tadi malam dia sungguh berbeda. Wanita itu benar-benar bertingkah liar, benar-benar bukan sosoknya sama sekali," decak kagumnya sebagai saudara.
"Damn, kalian sepertinya begitu tenggelam. Kuharap agar jangan sampai hanyut terlalu dalam, sehingga kau bahkan tak bisa kembali menyentuh permukaan," sebut gadis itu.
"Aha, yah. Tapi bagaimana harusnya? Dia luar biasa, benar-benar cocok denganku, melebihi dari tipe yang aku impikan," jelas sang pangeran.
Saat melangkah pergi, Adam menyeringai, kemudian melemparkan satu kedipan singkat melalui mata kirinya yang di tangkap oleh Isabelle yang secara jelas dan paham akan perasaan saudaranya itu sekarang. Lalu di balas dengan sebuah gelengan kepala yang membuat keduanya menampakkan siratan senyuman singkat.
Pria dengan postur tubuh besar yang mengenakan jas hitam itu melangkah mendekat ke arah orang yang menjadi tanggung jawabnya itu. Menyembunyikan muka miliknya ke bagian belakang sang pangeran, ia berbisik, "Sorry your majesty, aku hanya ingin mengabarkan bahwa Yang Mulia ratu kini memanggilmu untuk menemuinya."
Satu anggukan memberikan tanda kejelasan yang dapat dipahami oleh sang pengawal. Beranjak dari tempatnya duduk saat ini, Pangeran Adam memutuskan untuk segera bergerak pergi menuju Istana Buckingham, melangkahkah kedua kakinya itu menuju arah ruangan milik ratu.
Namun, sebelum meninggalkan Kastil Windsor, sang pangeran tentu saja berpamitan dengan Anna yang masih tengah menyantap sarapan yang ada. Mereka berdua sering berkunjung kemari akhir-akhir ini Adam memutuskan untuk pergi terlebih dahulu tanpa mencicipi sarapan yang ada, kecuali segelas teh.
Wanita itu juga tak memiliki pilihan untuk menahan sang pangeran lebih lama didekatnya, terutama setelah dia mengingat hal yang terjadi di antara mereka. Ia hanya bisa menganggukkan kepala, dan menyaksikan pria itu melangkah pergi meninggalkan dirinya, tapi tentu saja setelah mendaratkan satu kecupan singkat dikeningnya.
***
Kedua pintu besar yang bercorak warna kuning keemasan itu terbuka seiring dengan sang pangeran yang berjalan masuk meninggalkan sang pengawal di depan sana. Sang ratu kini beranjak bangkit dari kursi yang sedang ia duduki, beliau menyambut sang pangeran dengan ekspresi wajah penuh senyum.
Sebaliknya melihat hal ini membuat Pangeran Veliz justru merasa begitu heran dengan aksi tingkah ibunya yang begitu berbeda. Pria itu masih mencoba menyatukan segala keping yang tersisa, dan kembali menguatkan dirinya untuk bergabung dengan realitas yang ada.
"Mengapa dirimu tersenyum begitu lebar, bu? Apa ada suatu alasan khusus di balik hal itu?" tanya Adam dengan sedikit bingung.
"Oh nak, kau sepertinya adalah satu-satunya orang yang dapat memahami wanita tua ini," balas ratu masih dengan ekspresi yang sama.
"Mari duduk bersama," tambahnya.
Tanpa banyak tanya Pangeran Adam mengikuti perkataan sang ratu tersebut. Beliau kini berjalan kembali menuju meja kerjanya mengambil sebuah berkas, lalu menyerahkan dokumen tersebut langsung kepada sang pangeran, sebelum akhirnya beliau turut ikut duduk di samping putranya itu.
Karena merasa penasaran, sang pangeran tentu saja langsung mengambil berkas tersebut dan segera membukanya. Tak butuh waktu lama kini ekpresi wajahnya turut ikut berubah. Ukiran senyuman tampan miliknya, sekarang tampak dengan jelas di sana.
Sang pangeran kembali bertanya, "Apakah yang diriku baca pada semua kertas ini adalah alasan dari senyuman manismu itu ibu?"
Yang Mulia ratu menjawab pertanyaan putranya itu dengan senyuman hangat bersama anggukan kecil. Beliau menambahkan, "Semua usaha ibu kini berhasil. Para media, masyarakat publik, atau pun para kolega bangsawan serta anggota pemerintahan takkan bisa lagi meragukan posisi kita semua."
"Aku tak bisa percaya ini. Ibu, kau memang luar biasa," ujar pangeran yang masih merasa terkejut, tetapi juga senang di saat yang sama.
"Selamat! Mulai sekarang dirimu bukan lagi hanya sekedar seorang pangeran, akan tetapi mulai detik ini, kau resmi menjadi seorang Putra Mahkota negeri ini," ungkap ratu dengan bangga.
"Akhirnya kita bisa memulai hari baru tanpa bayang-bayang ayah ataupun kakak," kata Adam yang merasa begitu legah.
***
Karena merasa bahagia Adam justru ingin merayakan hal ini dengan orang-orang kesayangannya. Setelah keluar dari ruangan ratu, dirinya segera meluncur menuju tempat Anna. Ia merasa yakin bahwa wanita itu pasti telah meninggalkan kastil sekitar satu hingga dua jam yang lalu.
Pangeran menghubungi gadisnya itu, untuk memastikan lokasi wanita yang cukup sibuk dan berperan penting bagi negeri ini tersedia. Sesampainya di kantor Anna, sang pangeran lantas segera keluar lalu masuk ke dalam sana.
"Anna, Anna," sahutnya mencari wanita itu.
Tak ada jawaban, setelah masuk ke dalam ruangan dirinya tak menemui seorang pun sama sekali. Bahkan dari tadi karena begitu bahagianya, sang pangeran mengabaikan panggilan dari sang pengawal miliknya begitupun dengan panggilan dari manajer Anna sendiri.
"Maaf Yang Mulia, Nona Braveheart baru saja pergi bersama dengan Putri Shaerbeek, sekitar lima menit yang lalu," sahut manajer Anna tersebut.
**To Be Continued**