Baru beberapa gelas minuman yang di teguk oleh Anna, dia sudah mulai terlihat kehilangan kendali pada dirinya sendiri. Sedangkan sang putri yang bahkan meminum jauh lebih banyak, sama sekali tak terpengaruh oleh itu, seolah tubuhnya sudah terbiasa pada semua minuman ini.
"Apa kau sudah ingin menyerah, Anna?" tanya Isabelle.
"Sepertinya begitu Yang Mulia, diriku sudah tak kuat," jawab wanita itu dengan begitu polos.
"Ayolah kita baru saja mencoba bourbon, dan aku masih ingin mencicipi wine yang berada di sebelah sana," bujuk sang putri.
"Kata para tamu yang ada di sini, rasanya luar biasa," tambah Isabelle.
Karena merasa alkohol telah mulai mengambil alih akal sehatnya, Anna tanpa berkata satu patah pun berjalan pergi meninggalkan Isabelle yang masih asik di sana. Langkah kaki Anna tak berhenti hingga dirinya mendapati posisi di tempat yang tampak sepi untuk menenangkan dirinya.
Namun sayangnya Pangeran Adam melihat gerak-gerik Anna yang kelihatan berbeda, pria itu lalu memutuskan untuk mengikutinya karena ia memiliki firasat tersendiri. Tangan sang pangeran menyentuh pundak sang aktivis yang membuat dirinya otomatis terkejut.
Seketika pikirannya membawa dirinya kembali pada momen dimana Putri Veliz membicarakan tentang paras sang pangeran yang sekarang tepat berada didepannya. Kata sang putri yang terus terngiang-ngiang, "Dirimu terlalu banyak menolak, belajarlah untuk mulai menerima, maka hidup akan jauh lebih berwarna."
Kalimat itu membawa Anna kembali pada momen dimana dirinya menghabiskan banyak waktu dengan sang pangeran. Dirinya kini tampak diam dengan tatapan mata yang terus saja memandangi Adam tanpa henti.
"Anna," sahut sang pangeran.
"Anna, Anna," panggil pangeran sekali lagi.
Tak ada balasan satu patah kata pun. Seolah Anna terjebak oleh ruang gerak dan waktu saat ini, ia begitu tersesat di dalam kepala dan pikirannya, dalam khayalannya. Namun tak ada yang menyangka hal ini bisa terjadi secara spontan. Semuanya tampak terjadi secara cepat dan begitu saja.
Dalam keadaan yang setengah-setengah, sesuatu yang sudah terasa mengalir itu telah memanaskan darah Anna. Hal itu memberinya sebuah keberaniaan yang entah datang dari mana. Ia melakukan hal yang mungkin takkan bisa ia lakukan ketika berada dalam kondisi sadar.
Anna membungkam perkataan sang pangeran dengan satu kecupan hangat. Dirinya mendaratkan bibir miliknya tepat pada milik pangeran. Seketika bunyi angin menjadi soundtrack yang menghiasi momen tersebut. Mereka seolah melupakan perayaan yang tengah berlangsung di arah sana.
Sebuah adegan yang tergambarkan oleh lukisan membuat semua mata yang memandangi peristiwa ini memiliki tafsiran yang berbeda-beda di kepala mereka. Mungkin terlihat begitu remeh bagi orang-orang yang hidup di zaman ini, akan tetapi sebuah harga bisa berubah tergantung isi dari sebuah polesan itu sendiri.
Setiap celah tak bisa dianggap remeh. Orang-orang tertentu dapat mengambil hal itu sebagai peluang keberuntungan untuk mereka. Namun di saat yang sama mungkin saja ada orang yang harus merasa dirugikan karena hal tersebut.
***
Ketukan bunyi pintu yang berulang-ulang terus terdengar, tapi tak mendapatkan umpan balik dari mereka yang tengah berada di dalam sana sama sekali. Karena tak ingin bersikap lancang dan melanggar aturan, tak ada satu pun dari para pelayan yang berani menerobos masuk ke dalam kamar yang sedang ditempati oleh seorang pangeran yang berkemungkinan untuk menjadi calon raja negeri ini.
Dari arah kejauhan terlihat putri Isabelle bersama dua orang pengawal yang sedang melangkah menuju kerumunan pelayan yang hanya bisa berdiri di depan pintu besar yang tampak begitu megah tersebut. Gadis itu tentu saja tahu bahwa situasi ini yang akan terjadi sekarang, seakan ia dapat memprediksi hal yang belum terjadi.
"Apa benar pangeran berada di dalam sana?" tanya sang princess.
"Iya benar, dia masih berada di dalam sana yang mulia," sahut kepala pelayan tersebut.
"Terus mengapa kalian hanya berkerumun di depan kamarnya? Tak adakah yang berani untuk memasuki ruangan ini?" tanya Isabelle lagi.
"Maaf tuan putri. Kami hendak membangunkan sang pangeran sesuai dengan pesan yang diamanati oleh sang ratu. Namun kami sudah mencobanya berulang kali dan sayang saja tak ada respon dari sang pangeran yang berada di dalam. Kami juga tak ingin bersikap lancang dengan mencoba masuk ke dalam secara paksa," jawab kepala pelayan tersebut.
"Baiklah, kalau begitu. Kalian lebih baik kembali melakukan tugas kalian dan biarkan aku yang membangunkan dirinya," ujar sang putri.
"Ah satu lagi, pastikan sarapan pagi untuknya telah disiapkan," tambahnya.
Paham akan situasi yang ada membuat putri Isabelle akhirnya menyuruh para pelayan itu untuk bubar dan kembali melakukan rutinitas mereka. Dirinya mengaku bahwa ia akan menghandle segalanya.
Mendengar perintah dari sang putri membuat mereka semua patuh dan segera membubarkan diri dari kerumunan ini. Namun sebelumnya tuan putri terlebih dahulu meminta kunci masuk cadangan dari sang kepala pelayan.
Satu putaran searah jarum jam berhasil melepas kunci yang menahan pintu tersebut. Seperti dugaan, hal seperti ini pasti akan terjadi jika situasinya sedang terburu-buru.
Dengan dorongan yang tak begitu kuat, kedua pintu yang menjembatani ruangan ini akhirnya terbuka secara perlahan-lahan. Putri Isabelle dan kedua pengawal yang berada dibelakangnya juga turut ikut masuk secara bersama-sama.
Namun betapa mengejutkannya pemandangan yang langsung tersaji di hadapan mereka saat ini. Kedua pengawal yang berada selangkah di belakang sang putri bahkan mau tak mau harus melempar tatapan pandangan mereka ke sembarang arah demi alasan kesopanan dan menjunjung tata krama serta kode etik mereka.
Isabelle sendiri sebagai seorang saudari tak bisa percaya apa yang sedang kedua bola matanya ini saksikan. Sesuatu yang terlampau berbeda yang bisa akalnya tangkap. Pemandangan yang mungkin biasa bagi masyarakat umum tetapi tidak bagi sekelas bangsawan seperti saudaranya.
Pemandangan dimana kedua insan itu saling berbagi di atas ranjang tanpa busana yang menutupi satu sama lain. Yang satu tidur dengan posisi tengkurap sedangkan yang satunya lagi tertidur dengan posisi telungkup.
Kedengarannya mungkin normal tapi sebenarnya yang terjadi sedikit aneh dari apa yang bisa dipikirkan. Pemandangan yang begitu terasa canggung, orang-orang lain dapat bergosip ria akan hal ini.
Anna tidur dengan posisi tengkurap, sedangkan Adam tidur dengan posisi telungkup dengan menjadikan bagian gempal dari tubuh belakang milik Anna itu sebagai bantal empuk untuknya. Lebih tepatnya sang pangeran saat ini tengah membenamkan wajahnya tepat pada daerah sensitif tersebut.
Selama beberapa detik mereka semua hanya memandangi tubuh yang hampir terekspos seratus persen itu dengan perasaan yang bercampur aduk dan tak bisa dijelaskan sama sekali. Kini putri Isabelle mau tak mau harus memutar kepalanya. Setelah mendapatkan ide, dia segera bergegas membuka lemari yang ada tak jauh dari ranjang itu.
**To Be Continued**