(Empat Puluh Lima Menit Kemudian)
Semua orang dari kastil perlahan menuju ke tempat momentum perayaan yang sejak pagi buta tadi, sudah dipenuhi oleh masyarakat setempat yang tak peduli dan tak gentar untuk mundur walaupun satuan keamanan nasional sudah dikerahkan agar tak terjadi kerusuhan.
Namun walupun begitu, mereka semua tetap adalah seorang warga negara yang memiliki sikap patriotisme dan menjunjung rasa nasionalisme yang tinggi. Maka aksi dari mereka tentu saja dapat dimaklumi.
Mengingat pesan ibunda dan menyadari ada yang terasa kurang, Adam segera melangkahkan kakinya melewati lorong yang terdapat dalam kastil ini dan segera masuk ke dalam kamar sang saudari yakni, Isabelle.
Ia selalu menjadi penyangga dari keluarga ini, pria yang selalu berusaha menjaga keluarganya agar tetap utuh, walau setiap momen tampak berusaha memecah belah mereka. Masalah internal seperti ini, selalu dapat dia hadapi dengan baik.
"Wah lihat anak mami akhirnya datang juga. Selamat datang brother, kali ini apa Yang Mulia ratu inginkan lagi dariku?" sambutan kata dari Isabelle.
"Goddamn Isabelle, apa yang sedang kau lakukan? Ini sungguh gila, kemana sih akal sehatmu?" respon Adam balik.
Adam berusaha menjelaskan dengan baik tapi, nada emosinya juga cukup ikut naik saat dia melihat kelakuan saudarinya itu sendiri. "Sudah berapa kali aku menasehati kamu agar berhenti memakai rokok ganja itu. Aku paham kalau kau mungkin bersedih, tapi bukan kayak begini juga caranya. Selain kau tahu bahwa efeknya tak baik bagi kesehatan dirimu yang masih muda, terlebih lagi kau melakukannya pada kondisi saat istana tengah ramai seperti sekarang. Ingat bahwa para kolega kerajaan itu sedang berada di sini untuk mengawasi keluarga kita."
Gadis itu tampak tak peduli sama sekali, semua kalimat yang dilontarkan ke arahnya hanya ia tatap dengan mata membelalak.
"Bla Bla Bla, kau begitu mirip seperti ibu! Kalian begitu cerewet dan suka mengatur orang lain. Sebegitu takutkah kalian, kalau rahasia dari keluarga ini terbongkar ke dunia dan menjadi omongan orang di luar sana?" sahut Isabelle.
"Jangan bertingkah konyol. Kau tahu benar merokok ganja itu illegal. Terlebih lagi kau adalah seorang princess, seorang role model bagi masyarakat. Bersikaplah sepantasnya! Kau juga harus sadar bahwa dirimu masih belum cukup umur," ucap Adam.
Dengan santai, ia justru malah mengambil satu hirupan dari obat yang sudah dilarang untuk ia gunakan. Isabelle kembali bersuara, "Aku berusia tujuh belas tahun dan aku sungguh tahu dengan benar apa yang aku perbuat. Kalian yang sebaiknya harus berhenti memperlakukan diriku seperti anak kecil, pasalnya masa-masa itu sudah berakhir. Dan terakhir kali aku cek negara ini begitu open dengan yang namanya kebebasan. Lagi pula aku hanya ingin nonton and chill seharian saja kok. Jadi jangan kalian buat ribet."
Adam kini malah mendekat ke arah ranjang Isabelle, mengambil rokok yang sedang digunakan adiknya tersebut lalu menghancurkannya dengan mudah di lantai. Sang adik hanya bisa menatap sambil menahan nafas saat saudaranya bersikap seperti itu.
"Cih, Apa yang baru saja kau lakukan?" tanya Isabelle dengan penuh amarah yang tampak jelas dimatanya.
"Lihat matamu, sudah begitu merah dan tampak bengkak. Tatap sekitarmu dengan baik. Ini bahkan tak terlihat seperti kamar lagi, melainkan mirip seperti sebuah kapal pecah," jawab pria itu yang memang merasa peduli pada kondisinya.
Tanpa basa-basi sang kakak lalu segera naik dan langsung memeluk Isabelle, berusaha untuk menenangkan sang adik tersebut. Hujan masih tak kunjung turun di luar sana walaupun langit sedang cemberut. Tetapi di dalam sini berbeda, hujan telah menetes dengan deras dan itu berasal dari kedua bola mata Isabelle.
"Keluarkan semuanya, lepaskan beban penderitaanmu," bisik Adam.
"Aku mengerti rasa dukamu karena aku juga merasakannya. Tapi aku mohon kalau bukan demi dirimu, setidaknya tegarlah demi diriku. Kau mungkin sedang cukup High tapi tak apa. Karena kita pasti bisa melalui semuanya bersama. Ingatlah keluargamu takkan pernah meninggalkan dirimu, tak peduli seberapa kacau dan parahnya situasi yang ada," tambah Adam.
Isabelle yang akhirnya mulai tenang pun kini perlahan menguatkan dirinya, tak lupa juga dia menghapus semua bekas air mata yang telah membajiri mascara miliknya. Ia melihat hal sekitar, dan semua perkataan saudaranya sungguh benar.
Dia tampak begitu kacau balau."Maafkan aku, lihatlah jas milikmu! Kini itu dipenuhi oleh make up yang sudah tercampur dengan air mataku," tutur Isabelle.
"Tak apa, kau tak perlu mengkhawatirkan hal ini. Aku bahkan masih punya banyak stok koleksi lainnya. Yang penting adalah aku mau kau ikut bersamaku. Mari kita pergi ke ceremony tersebut bersama," balas Adam.
"Apa kau yakin ini masih sempat? Sepertinya perayaan tersebut sudah hampir akan di mulai dan kita masih belum siap sama sekali," respon Isabelle.
"Sedikit terlambat takkan menjadi masalah, bukan?" kata Adam.
"Bersiaplah dan aku akan membantumu membersihkan masalah yang kau ciptakan di kamarmu ini." tambahnya.
***
Bau busuk dari bekas senyawa aktif itu sedikit tersebar ke luar. Tak disangkah hal itu justru mengundang seseorang yang sekarang turut ikut melangkah masuk ke dalam kamar Isabelle. Seketika Adam maupun Isabelle sontak terkejut melihat ada sosok asing yang tiba-tiba berjalan masuk pada ruang kamar Isabelle.
Dengan sigap Adam berusaha membereskan puntungan rokok ganja yang terletak di bawah sepatu mahalnya itu, sedangkan sang tuan putri langsung bergegas menyampari sosok pria paruh baya yang tampak asing tersebut. Mereka berdua bergerak dengan begitu baik, refleks yang cepat untuk mengatasi situasi yang tengah dihadapi saat ini.
"Ada perlu apa sampai tuan terhormat sepertimu harus menerobos masuk ke ruang kamar milikku?" tanya Isabelle dengan tegas.
"Minggir, Aku tahu dirimu mencoba untuk menghalangi diriku. Ada hal yang sedang kalian sembunyikan di sini, bukan?" respon dari pria paruh baya tersebut.
"Maaf haruskah aku menyebutkan siapa posisiku di sini tuan tua bangka yang level keponya masih tinggi seperti anak muda," balas Isabelle sembari menghadang agar pria tersebut tidak melangkah lebih jauh ke dalam kamar miliknya yang begitu kacau.
"Lihat dirimu sendiri, sebelum mencoba untuk mengkritisiku," katanya.
"Dimana tata krama milikmu? Lancang sekali kau berbicara pada orang yang lebih tua dengan nada yang seperti itu," ungkap sang pria paruh baya itu juga.
"Jangan bicara soal tata krama denganku. Lihatlah dirimu pak tua. Apa kau memiliki hal yang kau sebut 'tata krama' itu? Karena jika iya, kau pasti tahu bukan bahwa setiap orang memiliki perlindungan soal hak privasi. Lagi pula dirimu masuk seenaknya dan bahkan tak menundukkan kepalamu dihadapanku. Kau sendirilah yang telah melanggar tata krama dan nilai moral. Dan juga bukankah lancang jika seorang pria asing masuk ke kamar seorang Princess tanpa izin? Kemana pengawal yang berjaga di depan?" Ujar Isabelle yang seketika membuat langkah pria itu berhenti dan terdiam untuk sesaat.
**To Be Continued**