Chereads / Scandalous Kingdom / Chapter 27 - Mendapatkan Pengakuan

Chapter 27 - Mendapatkan Pengakuan

Sebagai pemimpin negeri ini, Camila memutuskan untuk terbuka, dia pikir itu adalah celah kelemahannya karena sudah tak menmukan alasan rasional lainnya. Ia mengungkapkan bahwa entah bagaimana secara tak sadar, dirinya telah menandatangani beberapa dokumen yang memberikan izin akses bagi parlemen untuk bergerak leluasa atas peran monarki.

Itulah alasan mengapa pihak kelompok anti monarki itu memiliki kekuatan yang lebih unggul sejauh ini. Berdasarkan dari penjelasan sang informan, satu tanda tangan terakhir dari sang ratu akan berhasil melengser kekuatan monarki.

Sepertinya perdana menteri muda itu handal dalam memanipulasi sang ratu dan mengambil peluang di setiap celah. Albert jelas tahu celah dan kelemahan sang ratu serta kurangnya pengetahuan dan pengalaman khusus membuat Yang Mulia itu kini jatuh dalam perangkap perdana menterinya sendiri dengan langkah yang cukup mudah.

Tak peduli seberapa lama Camila telah berdiri dalam membantu menjalankan negara ini bersama sang raja sebelumnya, atau pun sekarang setelah ia yang mendapatkan kekuasaan penuh. Terdapat celah tersendiri yang tampak dalam pemerintahan sang ratu yang sudah tak memiliki pendamping, sedangkan ia harus mengorganisir satu negara ini. Hal itu jelas diperparah dengan adanya isu sosial yang terus menyerangnya.

Padahal mereka sendiri, sebenarnya baru melakukan beberapa kali pertemuan akan tetapi sosok Albert itu sudah berani mewujudkan rancangan referendum, senjata maut yang dapat membubarkan keutuhan dari peran monarki untuk selama-lamanya.

Hal itu juga adalah sebuah pertanda bahwa sosok pria muda tersebut bukanlah semberangan orang, kecerdasan dan kelihaiaannya benar-benar patut diacungi jempol. Ia mengambil langkah yang beresiko dan dalam beberapa percobaan saja, pria muda itu bahkan tinggal selangkah lagi untuk menikmati kesuksesannya.

Sebenarnya kinerja Albert memang cukup baik, dalam waktu yang kurang dari sebulan dirinya sudah berhasil mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berefek positif bagi negara ini. Jalannya begitu mulus sampai saat ini.

Namun, setelah berdiskusi cukup lama dengan mereka semua sepakat untuk mencoba memanipulasi langkah sang perdana menteri bersama partai pendukungnya itu sebelum akhirnya senjata yang dapat memporak-porandakkan mereka itu resmi dilucurkan. Setiap detik yang terisisa sangat berarti dan harus dimanfaatkan sebaik mungkin.

Pria itu jelas merupakan sebuah ancaman nyata bagi kerajaan saat ini, mau tak mau pria seperti Albert haruslah segera di lengser dari posisinya secepat mungkin. Hak previlage yang dia rasakan harus segera diputus.

Itu adalah sebuah prioritas yang ditujuh oleh para bangsawan karena tak ada pilihan yang tersisa. Jika pria itu masih berada di kursinya, maka siapa yang tahu langkah besar apa lagi yang mungkin akan diambilnya baik sekarang atau pun suatu saat nanti, terutama dengan ambisi keras dan dukungan besar yang ia miliki. Yang menjadi masalahnya saat ini, dengan waktu yang tersisa hal apa yang harus mereka perbuat untuk menghentikannya.

Beberapa tetua memberikan masukan yang dianggap oleh Camila masih membutuhkan pertimbangan khusus. Jika itu berhasil, maka mereka dapat menyingkirkan pria itu, kalau tidak justru hal itu hanya akan berakhir sia-sia.

Sang ratu tentu saja tak ingin mengundi nasibnya pada sebuah anak panah yang bisa saja meleset saat dia hanya memliki satu kesempatan untuk menyerang. Dirinya juga tak menolak atau merespon dengan keras seperti biasa, pada pertemuan ini Camila lebih sekedar mengamati sembari mempertimbangkan setiap masukkan yang di terima olehnya.

Tak ada waktu untuk berkomentar, dia butuh segala pencerahan yang ada. Namun satu hal yang juga disadari oleh wanita itu, yakni saudara iparnya yang menghadiri rapat pertemuan genting ini hanya berdiam diri, memilih bungkam daripada mencurahkan usulannya.

Hal itu tentu saja terasa begitu janggal, terlihat begitu mencurigakan di mata Camila. Mereka semua sudah dalam situasi yang berada di penghujung, akhir bahkan dapat dilihat saat ini, tapi Pangeran Morgan justru bersikap pasrah, berpangku tangan seolah ia tak masalah sama sekali kehilangan ekfektivitas dari gelar miliknya atau melihat Keluarga Veliz akhirnya jatuh untuk selama-lamanya.

Sikap yang ditunjukkan pria bangsawan itu, justru berbeda, berbanding terbalik dari sikap miliknya pada hari-hari biasanya. Camila justru penasaran apa yang telah direncanakan olehnya, dan mengapa dia memilih untuk tertutup dan menyimpan semuanya sendiri, dibandingkan membaginya dengan mereka semua saat ini.

***

"Sepertinya sedang ada sesuatu yang terjadi di sini. Aku melihat semua orang begitu sibuk bahkan termasuk sang ratu sendiri," sahut Putri Shaerbeek secara gamblang.

"Jangan khawatir, paling-paling ibu sedang merencanakan sesuatu untuk merebut hati rakyat atau hal sejenisnya," kata putri Isabelle berpura-pura tak tahu.

"Oh yah? Aku paham sekarang. Pasti ini terkait dengan isu politik yang tengah bertebaran saat ini kan?" ujar mantan calon kakak iparnya itu dengan tatapan mencoba mencari tahu.

"Kau benar. Politik memanglah sangat melelahkan. Diriku sendiri bukan seorang penggemar atas persoalan yang satu ini," ungkap Isabelle dengan santai.

"Jangan bersikap seperti itu. Jutaan orang di luar sana, mereka begitu ingin mendapatkan pengakuan, tahta atau pun kehidupan seorang tuan putri seperti dirimu," tutur Putri Shaerbeek yang sedikit membuat Isabelle tertegun.

"Apa maksudmu dengan hal itu?" tandas gadis itu.

"Bawalah santai, tapi jadikan sebuah pembelajaran agar kau bisa terus beryukur. Maksudku mudah, kau terlahir dengan keluarga yang luar biasa. Kalian terpandang, memiliki harta yang dapat diwariskan turun temurun, bahkan tanpa harus khawatir kalau itu akan habis. Kau juga sangat cantik, bayangkan betapa banyak orang yang akan iri pada semua hal yang kau miliki," papar sang putri.

"Oh begitu. Tapi masalahnya, kita tak bisa memilih dimana kita dilahirkan, bukan? Walau mungkin kehidupanku terlihat cemerlang, tapi nyatanya aku bahkan masih sulit untuk bisa hidup dengan tenang. Lagi pula, Alice kau mengatakannya begitu baik, seolah kau bagian dari mereka," respon Isabelle, menekankan kalimat terakhir.

"Ah, tidak. Mungkin ini hanya efek karena aku selalu memandang dari kacamata yang berbeda. Kau tahu, aku telah menjadi seorang aktivis di seumur hidupku. Sudah mari lupakan saja," kata Alice memilih untuk tak berdebat.

***

Waktu telah bergulir dan rasanya semua ini berjalan begitu cepat, sedangkan orang-orang yang menyandang darah biru itu masih belum mendapat sebuah jawaban pasti akan permasalahan yang mereka hadapi. Sepertinya, rencana utama mereka juga telah berada pada jurang kegagalan. Pihak kerajaan memutuskan untuk menggunakan rencana yang berusaha agar semua berkas-berkas yang menguatkan kelompok anti monarki itu musnah.

Itu adalah keputusan yang pada akhirnya mereka ambil. Akan tetapi sampai saat ini tak ada jejak pasti yang membawa mereka ke arah sana, sedangkan rumor pengunguman referendum akan benar-benar segera dinyatakan dalam waktu dekat. Mereka sudah mulai melakuan tease pada publik mengenai sebuah gebrakan besar-besaran yang akan dilakukan oleh lembaga parlemen.

**To Be Continued**