Chereads / Yakin Karena Istikharah / Chapter 21 - Cinta Penuh Perjuangan

Chapter 21 - Cinta Penuh Perjuangan

Jika cobaan tiba, sering kali manusia sedih akan itu. Hal yang palin benar adalah berdoa dan berani melawannya. Jangan pernah melarikan diri dari masalah. Karna masalah di mana tempatnya pasti ada, entah lama atau sebentar pasti akan mendatangi. Entah itu dari manusia, uang atau lainnya.

"Ra kau tau mutiara kan?" pertannyaan Hanif membuat Raina tertawa.

"He he. Ya tahulah?" jawab Raina, "Memang ada apa dengan mutiara?" tanya balik.

"Mutiara benda lho ... bukan nama orang!" Hanif memastika, Raina tertawa.

"Aku faham." tegas Raina, Hanif tertawa.

"Mutiara adalah sesuatu yang indah dan tersembunyi, di dalam air di dalam cangkang, maksudku jadilah seperti mutiara, walau tersembunyi dia tetap indah. Dan kamu menurutku adalah mutiara yang jarang orang tahu. Mereka merendahkanmu, karna tidak melihat secara nyata dan tidak mengenalmu. Atau sudah mengenalmu tapi memungkiri kebaikanmu. Jangan terlalu di fikirkan soal cibiran mereka, yang terpenting masih ada orang yang percaya dan mendukungmu," jelas Hanif, Riana kembali menekuk wajahnya.

Handpone Hanif berdering, "Ini Tania." Hanif mengangkat panggilan vidio call dari kekasihnya.

"Assalamua'laikum ..." Hanif terlihat kusut dan rambut yang berantakan, sesekali dia menata rambutnya dengan jari-jarinya.

"Wa'alaikumsalam. Udah ganteng tidak usah berlebihan," tegur Tania, gadis cantik manis dengan hijab kuning, mata yang indah dan bulu mata yang tebal hitam menambah kecantikan alami.

"Aku rindu ..." ujar singkat Hanif tanpa basa-basi.

"Aku sangat. Bagaimana Ibu sehatkan?" Tania menanyakan kabar Ibu dari sang kekasih.

"Ibu sudah membaik, aku yang buruk, tersiksa menara kerinduan, aku tersiksa hub(cinta)ku, berharap Allah memberi jalan terbaik tapi dengan menyatukan kita." Hanif menekuk wajah.

"Aamiiin, kita hanya bisa berharap, maaf Kak, sudahlah jangan membahas hubungan kita. Keluarga Soni juga sudah melamarku dengan harga yang fantastis." penuturan dari Tania sangat melukai hati Hanif.

"Apa!" terkejutnya Hanif sampai tidak bisa berkata-kata.

"Kini hanya Allah yang menentukan cerita cinta kita, di satukan atau di pisahkan. Tapi aku mohon jika benar berpisah, tetaplah menjadi temanku." Suara dari Tania mulai pecah, Raina yang mendengarkan ikut tersayat.

"Jangan bilang begitu ... hiks" tangis Hanif sudah terdengar, begitu lama mempertahankan cinta, dan rela jarak jauh untuk mengumpulkan harta, dan membuktikan pada orang tua Tania, tapi kini semua sia-sia.

"Semua mudah jika Allah mengizinkan, aku pasrahkan cintaku padaNya, yang penting jangan sampai kita mendurhakai orang tua." Hanif berusaha tegar.

"He, hiks hiks, he.. Ngomong-ngomong kok marung." Tania mengalihkan topik pembicaraan.

"Aku bersama Raina!" Hanif memberi tahu kekasihnya.

"Kamu selingkuh?!" tanya Tania kaget,Hanif ketawa, Raina takut jika Tania salah faham.

"Kalau iya!" Hanif malah bercanda, Raina semakin takut jika terjadi kesalah fahaman, namun Tania terdengar tertawa. Raina heran.

"Kasih ke dia hpnya, aku ingin ngobrol." Hanif memberikan ponselnya ke Raina, Raina mengusap wajahnya dengan hijabnya.

"Assalamu'alaikum," sapa Tania, dia memang gadis baik dan selalu bersikap dewasa.

"Wa'alaikumsalam, aku takut kamu salah faham," kata Raina cepat tanpa jeda.

"Aku tidak seperti itu, jika kak Hanif menemukan penggantiku, aku juga senang. Karena cinta kita mungkin akan berakhir," ujar Tania.

"Heh jangan bilang begitu, aku masih terus berdoa," sahut Hanif tidak terima, Tania yang mendengar tersenyum kecil.

"Iya, iya. Ra bagaimana kabarmu? Kamu juga akan menikah dengan Fadil kan?" pertanyaan Tania, mengingatkan kejadian tadi. Raina menahan air matanya, namun Tania tahu jika Raina menyembunyikan kesedihannya.

"Aku harus bagaimana?" tangis Raina meluap tidak bisa terbendung lagi.

"Aku sama dengan kamu Ra ... bedanya laki-laki yang di jodohkan denganku, aku belum tahu bagaimana dia! Dan kamu sangat tahu Fadil, aku saja yang sepupunya ilfil, kabur saja." saran Tania, Hanif yang mendengar menghentikan makannya.

"Aku tidak bisa, sama seperti kata kak Hanif, aku ingin durhaka."

"Tapi Fadil itu sangat maniso (bahasa bugis yang artinya mesum). Kamu berhak menolak Ra, dia tidak baik untukmu, kamu ke Makasar ya. Sama aku." Tania memberi jalan lain tapi Raina masih terdiam dan terus berfikir.

"Bukan begitu ... cari solusi lain. Karena aku tahu riwayat penyakit Mamanya Reza. Ini membahayakan, sayangku Tania! Jika dia syok saat Raina tidak ada di pelaminan, maka kita kan menyesal nantinya, apalagi dia budemu sayang." jelas Hanif kepada kekasihnya, Tania jadi ikut bingung.

"Lalu bagaimana, Fadil itu, sangat jelalatan jika melihat gadis seksi pasti matanya ... ah. Aku tidak rela jika temanku menikah dengan sepupuku yang itu. Dan Bang Reza pula, dia pintar tapi di butakan oleh cinta palsu Vina. Seharusnya Reza menikahnya sama Raina. Ini adalah perjodohan yang salah." Tania terlihat sangat kesal, ia sangat tidak setuju.

"Kamu kenal Vina?" Raina penasaran.

"Sangat. Ih, Astagfirullah ..." Tania merasa jijik dengan Vina. "Bang Reza pula, ih bodohnya ... aku tidak habis fikir mantra apa yang di pakai Vina, sampai bisa Bang Reza tidak peduli dengan nasihat semua. Padahal waktu itu Bude yang negur, tapi tidak bisa di kendalikan. Sangat parah! Abang Reza benar-benar di butakan cintanya. Aduh, ngeri pokoknya," ujar Tania yang sangat heran.

"Tadi dia mengolokku, merendahkanku. Menghinaku, aku di katai yang tidak enak di dengar menyangkut kesucianku," ujar Raina masih samar. Hanif melihat Raina.

"Jangan di dengarkan, walau menyakitkan jangan di masukkan hati. Aku sering kali menasehati Bang Reza, tapi aku malah terlihat bodoh. Eh ... entahlah, jadi kamu menangis karena omongan Vina? Atau karena hal lain! Sangat sulit hidup ini, kamu dan aku sama seperti di jual, di beri uang mahar yang melimpah tapi sungguh hati sengsara." ujar Tania, Raina terdiam dan berfikir, sampai ia merasa pusing.

"Ra, semogalah Fadil tidak ada saat pernikahan. Jika Fadil yang tidak ada yang bisa di salahkan dia, atas keadaan Ibunya, dan kamu bisa bebas," ujar Tania membuat Raina punya ide.

"Apa boleh jika merencanakan Fadil tidak jadi datang. Bagaimana kalau di sembunyikan," ide Raina, membuat Hanif pusing.

"Aku tidak bisa ikut campur," sahut Fadil cepat.

"Aku bingung. Ide konyol," keluh Raina.

"Ra, kamu husyuk solat malam. Berdoa tanpa henti, memohon, meminta agar Allah sendiri yang menggagalkan pernikahanmu, karna tidak ada yang tidak mungkin jika Allah yang Maha Berkehendak.

Aku mengerti Kita sebagai seorang muslim harus memilih imam yang tepat. Dan imam yang bisa membimbing kita. Aku dulu sangat tidak suka dengan Kak Hanif kamu tahu saat dia mengirim surat-surat cinta jaman SMP dan SMA." Tania bercerita kepada Raina, Hanif merasa malu mengingat perjuangan jaman dulu.

"Lalu apa yang membuatmu tiba-tiba jatuh cinta sama dia?" tanya Raina, Tania tersipu malu.

"Kamu bertemu di kampus UIN, Palu, saat itu dia menolongku dari pria hidung belang, awalnya aku lupa-lupa ingat dengan wajahnya, karna 2 tahun tidak bertemu. Namun dia memanggilku, suaranya membuat aku teringat kepadanya. Suara pria yang selalu setia dengan cinta pertamanya. Ya, entahlah bagaimana kelanjutan cerita cinta kami." cerita Tania, Raina tersenyum mendengarnya, sesekali melirik Hanif, Hanif minum dan melihat jalanan.

"Apa kamu tidak memberi syarat, kok mudah banget, dan tiba-tiba kamu bisa terpancing dengan umpan cintanya." pertanyaan unik dari Raina membuat Hanif tersedak.

"Aku minta dia hafalan dua juz dalam Al-Qur'an, walau juz 29 dan 30," jelas Tania, Raina terkejut, matanya terlihat kagum

"Lalu dia bisa hafal?" Raina penasaran.

"Alhamdulillah iya, saat itu pula dia mulai memerajari agama, dan menjadi sosok religi," jelas Tania.

"Alhamdulillah." syukur Raina, karena Hanif terpengaruh sisi positif karena cintanya.

"Ra, nanti lagi ya, Assalamualaikum" pamit Tania.

"Wa'alaikumsalam." Raina memberikan ponselnya ke Hanif.

Bersambung.