Siang itu sangat panas, terit mentari bersinar terang. Keadaan masih melelahkan, setelah semalam perjalanan naik Trek, badan Raina masih pegal linu.
Nada datang mengetuk pintu. "Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, masuk Mbak," titah Raina, Nada masuk dengan membawa tas besar, yang entah isinya apa.
"Aku capek banget, ya Allah ..." keluh Raina yang berbaring di sofa.
"Nanti kamu harus pergi ke salon, dan memilih beberapa baju pengantin. Ini resepsinya besar lho ..." ujar Nada yang mengeluarkan isi di tasnya.
"Ampun deh Mbak, aku ingin melarikan diri, hatiku terluka Mbak, tidak bisa pasti. Mbak pasti tidak bisa merasakan sakit di hatiku ini!" keluh kesah Raina.
"Aku tidak merasakan seperti kamu, tapi sangat indah jatuh cinta setelah menikah. Siapa tahu kamu bisa jatuh cinta sama Fadil, orangnya asik kok." ujar Nada, Raina merengek.
"E, entahlah. Mbak ada yang rempong tidak di keluarga Mas Rahmatln?" Raina mulai mengajak bergosip.
"Alhamdulillah semua baik." Nada sama sekali tidak membicarakan hal buruk.
"Itu sih karena masih baru, masih anget! Coba sudah dua bulanan biasanya orang-orang mulai rempong, abis makan ati Mbak, Astagfirullah ... maaf Mbak, semoga Mbak bahagia selalu." ceplos Raina.
"Aamiin. Bukannya makan hati enak." Nada malah mengajak bercanda, Raina duduk dan melihat apa yang di bawa Nada.
"Ah, Mbak. Aku belum bertemu Farhan, seperti biasa ... dia sibuk muluk. Mbak, untuk apa semua itu?" Raina mengamati beberapa kain yang di keluarkan Nada, Nada melipat rapi.
"Aku juga bingung untuk apa kain ini, tadi Nenek sebelah rumah mau membuangnya, tapi entah aku minta tanpa berfikir," Nada mandang aneh ke Raina, Raina tersenyum malu.
"Aku tau maksud Mbak Nada," ujar Raina, Nada tertawa lepas, kedua wanita ini memang sangat sederhana, walau sekarang Nada menikah dengan orang terkaya di Desa, tapi ia masih berpenampilan sederhana.
Apalagi dengan Raina gadis berkulit putih itu paling hobi pakai celana panjang trening, dengan hijab paris dan cara makainya juga nggak ribet. Tanpa make up mereka terlihat manis san cantik, berkulit kuning langsat menambah kecerahan wajah dari keduanya.
"Mbak, bagaimana kalau baju pengantinnya ini saja, di tembel-tembel." canda Raina yang menolak pernikahan secara tidak langsung.
"Kamu tuh. Jangan begitu Ra ..." tegur Nada.
"Aku merasa di jual Mbak. Tragisnya ... biasanya seorang Ibu bisa menjadi teman untuk anaknya, ini malah menerima uang dari orang lain, dan menyuruh anaknya nikah tanpa rasa bahagia, adiknya orang yang aku cinta pula! Apa benar aku bisa mencintainya, dia peminum kak, dari SMP, dia tidak pernah naik kelas karena pacaran terus dan berbuat hal yang buruk, berantem. Ah, pokoknya mengerikan jika aku menikah dengan Fadil. Aku mengenalnya, Mbak baru mengenal dua mingguan," jelas Raina dengan penilaiannya terhadap calon suaminya.
"Iya sih, aku belum mengenalnya, tapi aku yakin kamu bisa merubahnya dalam kebaikan," bujuk Nada, Raina mengambil nafas panjang dan mengeluarkannya dengan perlahan.
"Lagian aku bisa apa lagi Mbak. kalau maju entahlah bagaimana nasibku, kalau mundur sudah jelas aku tidak bisa." Raina sudah mengeluarkan air mata. Ia sangat sesak dan tersiksa.
"Ra ..." Nada memeluk Raina, Raina menghapus air matanya.
"Aku butuh Imam yang soleh Mbak, seperti apa yang ada di Al-Qur'an kalau mencari jodoh adalah jodoh yang bisa membimbing kita kepada kebaikan, ketaqwaan, ke imanan. Aku tidak dapatkan itu Mbak dari Fadil dia bukan calon Imam yang ku harapkan. Bagaimana bisa Ibu memilihkan calon suami tanpa melihat apa yang di anjurkan dalam agama. Aku sangat kecewa dengan sikap Ibu. Bapak pun tidak bisa apa-apa kalau sudah terlanjur begini, Ibu sudah menerima uang yang cukup banyak, Ya Allah pernikahanku hanya akan di atas kertas. Semua kebohongan dan trik belaka. Heh ..." Raina berbaring di pangkuan Nada. Air matanya mengalir dengan mudah. Ia tidak bisa berfikir baik tentang Ibunya.
Setiap orang Ibu adalah tempat segalanya, jadi tempat naungan saat anak sedih, dan menjadi penghibur lara, dan kedamaian jiwa, Raina tidak mendapatkan itu, yang menjadi teman curhat ya Bapaknya. Namun ketika situasi Mahfudz sedang sakit Istrinya malah mengambil kesempatan untuk menerima uang lamaran dari keluarga Reza.
"Kamu tidak kasian sama Bapak, jadi mengalah bukan berarti kalah, Ibu Bapak adalah tempat kerhidoan Allah, jadi turuti dan mencari rhidoNya, lalu meminta jalan kepada Allah agar Fadil dapat menjadi Imam yang baik untukmu, Allah Maha pengampun. Jika kamu membantu Fadil dalam taubat bukankah itu akan jadi ladang pahala untuk jalan menuju surga." Nada memang sangat bijak.
"Mbakku ... i love you, bener juga, tapi kembali lagi hatiku rasanya aneh gitu lo Mbak. Sakit ... banget seperti genderang peperangan menyerbu di dua sisi pintu hati," kata yang cukup aneh keluar dari mulut Raina.
"Bicara apa kamu he hehe," sahut Nada lalu tertawa lepas, Riana juga tertawa singkat.
"He he, Mbak, memang mewah banget ya? Pernikahannya itu lo ... mengundang berapa orang Mbak? Jujur saja ya Mbak aku tidak suka resepsi-resepsian,mending nikahnya seperti Mbak," jelas Raina.
"Ini kan orang terpandan di Desa jadi yang di undang juga banyak kamu tahu sendiri kalau nikahan mungkin bisa 7 harian."
"What! Remuk badan ku Mbak," ceplos Raina. Nada tertawa.
"Ih Mbak kan tidak lucu, eh. Mbak calonnya Reza bagaimana? Cantik banget atau standar?" Raina mulai penasaran.
"Cantik dong, perempuan kok." Nada tidak menjawabkan kedetailan dari calon istrinya Reza.
"Yah Mbak."
"Nanti jika ngomongin orang malah ghibah (gosip yang menyebabkan dosa). Jadi ... sekarang cepat siap-siap, aku akan ikut biar kamu tidak di jadikan obat nyamuk (orang yang di acuhkan)" ajak Nada.
"Begini saja lah Mbak," Raina berdiri, Nada melotot, "Berarti aku akan ketemu Fadil dong, Mbak." susulnya.
"Iya, mereka sudah di butik tante Linda, calon istrinya Reza juga sudah tritment di salon," jelas Nada.
"Perawatan bagaimana Mbak? Apa nanti setelah keluar dari salon jadi wau, aku tidak mau riasanku tebel, juga tidak mau di kerok alisku," ujar Raina kembali duduk.
"Ayo cepat kok malah duduk lagi!" Nada mendorong Raina.
"Ya Allah, putri Baginda Rosulullah saja saat menikah mengenakan apa-apa yang sederhana. Betapa sholihah dan sudah jelas ahli surga, Saidah Siti Fatimah Azzahra adalah wanita suri tauladan, bagi para wanita. Tapi di saat seperti ini banyak wanita yang tidak mencontohnya. sebenarnya pernikahan tidak perlu mewah yang penting sah. Tapi orang ya beda-beda sekarang sudah jan maju. Jaman yang sangat beda dari Zaman Nabi, Wali, jaman dulu gelap sekarang terang karna ada lampu." Raina terus berkata karna malas jika harus pergi cari baju pengantin.
"Ra, Mbak mengerti, ucapanmu juga keren, tapi ayo! Mbak juga masih banyak pekerjaan nanti," ajak Nada. Raina membuang nafas, Raina menarik hijabnya yang ada di kursi lalu memakai, dan akhirnya mereka pergi.
Bersambung