Chereads / Yakin Karena Istikharah / Chapter 18 - Ini Berat

Chapter 18 - Ini Berat

Ingin hati tidak mesti terkabul, menyimpan rasa dan terus memendam, kenyataan tidak seindah cerita karangan orang. Karena kehidupan adalah cerita yang di buat oleh Sang Pencipta. Jalan hidup seorang hamba penuh coba dan ujian, dari situ Tuhan melihat dan menilai siapa hambaNya yang sabar dan tawakal.

Begitulah Raina berusaha sabar dalam segala hal, dan cobaan yang akan di mulai. Raina mulai gelisah dan panik. Nada membonceng Raina dengan motor Scoopy, mereka menuju salon dan butik.

"MasyaAllah ... ya Allah. Ya Allah, Ya Allah ada gempa dalam diriku, antara jantung dan hati dor! Dor! Dor! Meledug gays," kata Raina kembali bersikap berlebihan, Nada tertawa tak henti, ia kembali fokus ke jalan dan menyetir.

"Ini sangat berat, hatiku kacau Mbak. Rasanya bergejolak ... entah rasa apa yang jelas aku tidak bahagia, dan pasti nanti, aku terlihat garing deh, aku galau super! Mbak. Aku tidak ingin mengalami insiden yang memalukan. Ya Allah, moga aja calon istri Reza baik. Kalau judes tambah sakit hatiku. Mbak pernah ngobrol sama dia?" Raina terus bicara tanpa henti.

"Belum pernah, tadi pagi hanya bersalaman. Dia ramah sepertinya, tapi ya tidak tahu sikap aslinya," jawab Nada mengantung.

"Huhf ... Ya Allah ..." Raina merilexkan diri.

Ia bernyanyi lagu lawas yang di nyanyikan Artis Rendi Pangalila yang berjudul lewat semesta.

"Satu kata tertulis cinta, telah merasukiku, tak berwujud tak tersentuh hanya ku rasa ... Menjaganya ... Menjaganya ... Wahai ingsan yang di sana, mungkin saja ini kau dengar melewati semesta ini ... aku sampaikan, begitu ingin berbagi batin mendengarkan hasrat di jiwa. Oh Tuhan pertemukan aku sebelum hatinya beku ..."

Raina puas bernyanyi sambil menatap langit biru yang panas karena mentari.

"Lagu itu sweet dan menyayat hati, au rasanya," suara merdu dari Raina.

"Itu lagu jaman kapan? Aku kok lupa?" tanya Nada lupa.

"Jaman dulu Mbak, rasanya sangat sakit jika terpisah oleh cinta, ah, ngomong apa aku ini." Raina sadar diri dengan ucapannya yang alay.

"Jangan banyak mengeluh Ra, ingat! Akan bertambah dosa jika terlalu terpuruk dengan perkara dunia, percaya kepada kekuasaan Allah, jangan bersedih hanya karna harta dan cinta di dunia, karna tidak abadi. Sesaat dan kita pun akan segera menghadapNya," tegur Nada penuh nasihat untuk ketabahan.

"Wih ... kata-katanya keren banget, sumpah. Memang sejatinya kita hidup di dunia ini hanya sebatas mampir minum, ibarat kata sebentar tapi terasa lama, aku juga ingat Mbak, Firman Allah yang berbunyi La tahzan innallahha ma'ana, jangan bersedih sesungguhnya Allah bersama kita." Raina menyikapi teguran Nada dengan bijak.

"Heh ... Ya Allah, jika tahu kalau hidup hanya sebentar yang di cari hanyalah amal mendekatkan diri padaNya. Kehidupan yang singkat, banyak orang saat bahagia lupa akan ibadah dan kematian. Apalah yang di sombongkan saat nafas di ujung hela, jangan menyombongkan diri saat waktunya tiba, dan terus belajar rendah diri dan menghargai orang lain, saat maut tiba tidak ada yang bisa menolong kecuali amap baik yang di kerjakan di bumi, bahkan tidak bisa meminta tolong saat malaikat maut tiba. Begitu pedih rasa kematian itu menyiksa diri saat ruh lepas dari jasad, maka dari itu jangan terlalu gembira akan perkara dunia hingga melupakan kehidupan di alam sana. Aku mulai memelajari itu dari Mas Rahman, awalnya aku takut jika akan tersiksa dengan pernikahan tanpa cinta, namun Kekuasaan Allah dan selalu percaya kepadaNya. Akhirnya aku dengan mudah jatuh cinta kepada suamiku," jelas Nada.

"Wih ... jadi iri, aku cemburu. Maklum Mbak Mas Rahman adalah alumni santri, yang jelas bisa membimbing Mbak Nada dalam kebaikan. Ya Allah ingin tidak mengeluh tapi aku hanya manusia yang banyak alasan. Masih banya tapi dan tapi, membela diri tanpa mengakui kesalahan. Banyak kesalahanku, maafkan aku ya Mbak," ujar Raina menyesali sikapnya.

"Maka dari itu, berdoa agar Fadil bisa mendapat hidayah, agar bisa menjadi Imam yang kamu harapkan," ujar Nada, Raina menaka dari itu, berdoa agar Fadil bisa mendapat hidayah, agar bisa menjadi Imam yang kamu harapkan," ujar Nada, Raina menganguk-angguk.

"Mbak, Mas Rahman suami idaman kan? Pasti sweet deh. Mbak, Mbak katakan, pasti wao ya ..." Raina ngomong terus, Nada hanya tersenyum dan tidak menjawab Raina.

"Mbak, kok malah senyum-senyum sendiri, Mbak aku kepo ini. Ayolah cerita betapa romantisnya pacaran setelah menikah?" pertanyaan Raina mendesak terus.

"Yang jelas lebih indah sih, Mbak juga memang pernah kirim-kiriman surat saat SMA, dan itu hanya sekedar, lagian kan Bapak tidak pernah mengijinkan kita keluar dan kita terjaga dari pacaran bebas," ujar Nada, Nada hanya kakak angkat namun mereka sehati dalam hal apa pun.

"Iya, Mbak." Terbesit fikiran jelek di otak Raina, ia segera sadar. "Astagfirullah ... aku hampir saja mau mengajak gibah." lanjutnya.

Mereka sampai di pertokoan Sumber Asri barat. Nada memarkirkan motornya, mereka berjalan santai, Raina masih sangat manja dia memeluk lengan Nada.

"Sangat sulit jika berpacaran tidak melakukan hal romantis, moga aja Farhan bisa menahan diri dari berpacaran. Saat seusia Farhan saat itu pula cinta semakin menggebu-gebu. Semakin membaranya api kaum remaja yang belum bisa membedakan antara cinta atau nafsu," ujar Nada, Raina kagum dengan perkataan Nada.

"Aamiiin, aku semakin jatuh cinta sama Mbak. Ya ... adalah teman Farhan juga dia hamdu(hamil duluan) yang hamilin temannya sekelas juga, tetangga pula. MasyaAllah ... tiga gadis Mbak begitu, aku jadi syok dan makanya itu ... aku juga khuwatir, tapi melihat Farhan berada di Pondok aku jadi tenang dan percaya IngsyaAllah dia bisa menjaga dirinya, semoga Allah selalu mengingatkannya dan menjaganya hingga tidak terjadi dosa besar itu. Aamiin" Raina berhenti bicara dan berhenti melangkah saat melihat pacar Reza yang melengket, erat ke Reza, dan Fadil bersandar dengan cewek berpakaian rok mini.

"Ayo ..." Nada menarik tangan Raina, Nada menghadap dan menutupi Raina dari Reza.

"MasyaAllah ... kalau sudah ketemu pasti mesra walau belum muhrim. Astagfirullah ... Aku tidak menyangka Dokter yang aku banggakan tidak bisa mengendalikan diri," gumam Raina kecewa.

"Ra, ini jaman apa? Mana ada jaman sekarang pacaran yang tidak nempel. Jika sudah bertemu apa pun bisa di lawan Ra, seperti melakukan hal terlarang itu. Makanya selalu baca ta'awudz. Udah jangan menilai orang, perbaiki diri sendiri." Nada sangat tegas, mereka kembali berjalan.

Raina menuruti kata Mbaknya, ia membaca ta'awudz di dalam hati. Meredan semua prasangka buruk yang terbesit di otaknya. Raina berjalan setengah hati, rasanya ia ingin kabur dari tempat itu.

'Heh ... bagaimana tidak mengeluh jika melihat calon suami yang di harapkan menjadi pembimbing malah asik godain cewek, di butik itu, Reza pula, aku tidak menyangka jika dia sudah habis di apakan saja sama calon istrinya, seharusnya nolak dong. 'Ah Raina, hentikan pandanganmu dari Reza,' batin Raina.

Bersambung