Kaki Raina dan Nada melangkah memasuki butik, bangunan sederhana penuh dengan busana indan dan berseni khas Sulawesi, di hiasi manik-manik, bordil sangat mempesona gaun dan kebaya.
Rania di sambut senyuman dari Vina, Raina juga tersenyum.
Mereka tidak ngobrol dan saling sibuk memilih gaun yang sama.
Handpone Nada berdering, "Sebentar ya," Nada keluar butik dan asik ngobrol dengan suaminya. Raina mulai canggup ia sangat gugup, nafas berat terdengar dari Raina, ia mulai sibuk, walau hati sangat tidak nyaman.
"Mas, aku tidak mau gaun yang sama," ujar Vina sangat tidak suka jika ada yang menyamainya, Raina dan Nada saling menatap dan tidak berkata apa-apa. Apalagi jarak Nada lumayan jauh, ia kembali ke telponnya.
"Calon Kakak ipar nggak usah ribet deh," sahut Fadil yang mulai bosan. Tapi sok akrab pada calon kakak ipar, Fadil merangkulkan tangannya ke Vina, yang jelas jari-jarinya di depan buah dada Vina. Vina juga bersikap biasa, Raina yang melihat itu merasa risih dan merinding, ia mengusap wajahnya dan terus beristigfar dalam hati.
"Iya sayang, cepat pilih pesan Mama tadi kan harus sama," tegur Reza ke Vina.
'Gila nih orang, calon istrinya di rangkul adiknya tidak masalah ya. Sungguh hal mengerikan, Astagfirullah Raina jangan sok baik.' batin Raina, Raina syok dengan yang di lihatnya.
Raina mulai bosan. Ia hanya memperhatikan dan mengamati, gantungan kebaya dan gaun yang di pasang di patung. Kebaya putih itu menarik hatinya. Raina menoleh ke Nada yang masih sibuk telepon.
'Lamanya Mbak Nada ... masa Mas Rahman di tinggal bentar sudah tersiksa rindu. So sweetnya mereka pengantin dua minggu memang masih angget. Masih romantis belum ada pelakor atau pembinor, aku merasa semakin aneh.' batin Raina.
Fadil mendekat ke Raina, hati Raina merasa deg. Ia sangat takut karna tahu benar jika Fadil itu genit, dan suka pegang-pegang tanpa permisi.
"Kita akan menikah, pernikahan yang membosankan. Jika kita menikah siap-siap saja kau merasa sengsara. Aku lebih suka pergi ke tempat dan dugem bersama wanita seksi, kamu sangat membosankan dan dekil." Ucapan Fadil sangat mengerikan bagai mengikat sumpah kesengsaraan untuk Raina.
"Kenapa kamu tidak menolak pernikahan ini, pasti karena uang, penampilanmu sok solihah namun hatimu juga bejat. Kamu sama saja dengan perempuan malam, hanya saja mereka seksi dan di tempat yang menyenangkan hasrat. Sementara kamu di tempat yang sok suci tapi menjual harga diri." Bisikkan Fadil sangat melukai Raina. Mata Raina terbuka lebar.
"Terserah penilaianmu bagaimana." Raina bersikap ketus setelah di rendahkan Fadil dengan omongannya.
"Maaf, aku ingin kabur," bisik Fadil, Raina risih dan menghindar. "Tapi aku tidak bisa, karena riwayat penyakit nyokap. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Dan jujur aku tidak suka penampilanmu, jika kamu pakai rok mini dengan kaos yang ketat mungkin aku bisa suka, karena aduhai. Tapi apa mungkin, kamu kampungan." Fadil kembali mengolok calon istrinya, Raina sangat kuat dan tegar ia sama sekali tidak memasukkan hati omongan Fadil,
Nada datang, Fadil menjauh lalu keluar dari butik. "Dasar mesum," gumam Raina.
"Cie habis ngobrol, enakkan?" canda Nada.
"Enak apa! Ngomong sesuka hati begitu. Sangat menyebalkan. Heh Mbak Nada, ayo pulang saja," ujar Raina sudah merasa malas.
"Lho kok pulang, bajunya? Kan belum dapat!" Nada bingung, handponnya kembali berdering, namun itu chat dari Rahman.
[Dik cepat pulang Ibu kambuh.]
Pesan itu membuat Nada gugup, ia menunjukkan ke Raina.
"Ya Allah, cepat Mbak pulang, nanti aku gampang," titah Raina, Nada bergegas dan pergi.
Vina mendekat ke Raina, Reza duduk di luar bersama Fadil.
"Aku tidak suka, gaun yang sama." ujar Vina, Raina hanya mendengar sambil masih memilih gaun.
"Apa lagi, penampilanmu nggak wau. Rendahan. Ya ... pasti lah, lamaran besar mau walau Fadil sudah banyak niduri cewek," ucap Vina menggetarkan hati Raina. "Dia pemabuk berat, tidur dengan gadis itu mudah baginya, yang hamil di hempas dan masih mencari yang suci-suci, aku kasian sama kamu, gadis berjilbab tapi menikah karna uang. Sabar saja ya. Kalau nanti Fadil pulang malam, tidur sama perempuan lain, atau kamu minta cerai saja. Atau sekarang kabur. Eh tapi tidak jadi orang kaya, malangnya nasibmu ..." Perkatannya semakin mengerikan.
'Ya Allah kuatkan aku, apa aku bisa bertahan dengan omongan panas ini. Jika aku menikah aku juga tidak akan kuat dengan suami dan kakak yang sama iparnya, Reza apa tidakemilih calon yang omongannya lemah lembut sih. Aduh kacau, Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah, Allahu akbar," batin Raina tidak henti melafadzkan asamNya.
"Kenapa diam, ayo pilih gaun yang mahal, eh siap-siap makan hati jika ada yang datang ke rumah dan meminta pertanggung jawaban dari Fadil. Kemarin saja ada gadis Desa sebelah yang meminta pertanggung jawaban dari Fadil. Kamu tidak kasian sama gadis yang di hamili, kalau punya hati nurani kamu pasti minta Fadil untuk tanggung jawab. Tapi mana mungkin jika kamu melepas Fadil kan tidak jadi dapat harta." Ucapan Vina membuat Raina meremat gaun di depannya. Ia tidak rela.
"Iya kan? Kamu pasti tidak bisa mengorbankan Fadil untuk gadis yang sudah hamil itu. Enak ya jadi kamu! Dapat uang dapat kemewahan, sedang gadis yang mengandung itu, bagaimana nasib anaknya, aduh ... tidak habis fikir deh aku sama kamu Ra." Vina bersikap santai setelah omongan yang merendahkan Raina, Reza datang.
"Belum juga, lama ya? Alhamdulillah kalian mulai akrab." Reza sangat jenuh, ia senang Raina dan Vina ngobrol, tapi Reza juga tidak tahu apa yang di bicarakan Vina ke Raina.
"Maaf Mas, Mbak, aku terserah deh, ini sudah dhuhur, aku solat dulu." Raina pamit ia berjalan cepat sambil mengepalkan tangannya. Vina tersenyum dan Reza merasa aneh dengan tingkah Raina.
'Dasar wanita bermuka dua, kasihan kamu Reza, memilih istri yang tidak tepat, dan aku sendiri akan menikah dengan pria pecandu gadis. Oh. Ya Allah, tidak adakah jalan keluar, Ya Allah beri hamba petunjuk hamba harus bagaimana? Agar bisa terbebas dan tidak melukai Mamanya Reza, kalau aku kabur lalu camer (calon mertua) kenak serangan jantung, aku sama saja menjadi sebab sakitnya, kalau wafat bagaimana, Ya Allah hamba percaya kepada Engkau, apa benar hal mengerikan akan terjadi. Aku percaya jika Fadil memang sudah menghamili anak orang, karena jaman SMA pun dia pernah hampir melakukan hubungan terlarang. Dan saat itu Guru mencegah dan tidak terjadi. Ya Allah hanya dengan uang Ibu menjualku ke pria hidung belang,' batin Raina, ia berwhudlu, lalu masuk musala dan salat.
Bersambung.