Chereads / The Guardians : Seeker / Chapter 4 - Gadis Kecil

Chapter 4 - Gadis Kecil

Vile terkejut dengan apa yang telah dia dengar. Sudah cukup merepotkan menghadapi satu orang, sekarang dia mendengar ada satu orang lagi. Bukan itu saja, meskipun pria itu terlihat normal tapi dia merasakan sedikit ancaman darinya yang sudah merupakan keanehan, bagaimana mungkin seorang manusia biasa bisa memberinya sebuah ancaman. Tapi segalanya akan berbeda jika pria itu mencoba membunuhnya, dia yakin bisa melarikan diri darinya, dan itu hanya jika dia menghadapinya sendirian, sayangnya dia tidak sendirian dan memiliki kelompok di sini.

Bagaimanapun juga, itu hanya berlaku ketika menghadapi pria itu saja, sekarang ada satu orang lagi, dan orang itu cukup membuat Cruel khawatir.

"Ada orang selain pria itu?"

Cruel mengangguk, "orang itu lebih menakutkan daripada pria itu." Menatap Jason, dia melanjutkan. "Pria itu bisa membunuhmu dengan mudah, tapi kamu memiliki kesempatan untuk melawan. Sedangkan orang itu, apapun yang kamu lakukan, kamu tidak memiliki satupun kesempatan. Dan yang terburuknya, aku hanya bisa lari sejauh mungkin darinya."

"Sebegitukah menakutkannya orang itu."

Masing-masing dari mereka heran, jika apa yang dikatakan Cruel benar bukankah hanya satu atau dua dari mereka yang masih utuh dan yang lainnya sekarat bahkan mati jika berhadapan dengan orang itu. Dan itu menghilangkan kemungkinan pria itu untuk campur tangan, jika keduanya bekerja sama tidakkah ada kesempatan bahwa kelompok mereka akan hancur.

Vile menyingkirkan pikirkan itu, dia berkata. "Cruel kamu yakin dengan apa yang kamu katakan."

"Meskipun aku belum menemukan siapa orang itu, aku yakin dia ada di sana." Cruel merinding memikirkan tindakannya waktu itu. Sedikit saja kesalahan, dia sekarang tidak akan ada di sini.

"Bagaimana kamu bisa tahu orang itu benar-benar ada dan bukan khayalanmu."

"Insting."

Hening menyelimuti mereka, ada alasan mangapa Cruel terpilih sebagai pemimpin dalam misi ini dan salah satunya karena instingnya. Jika bukan itu, untuk apa orang yang hanya tahu pembantaian terpilih sebagai pemimpin dalam misi yang sangat penting.

Saling memandang, mereka memikirkan setiap kemungkinan yang ada jika berhadapan dengan orang itu. Terutama Jason, dia yakin dengan kekuatannya tapi itu tidak sampai dia kehilangan akal. Dia mengerti jika dia ingin hidup, dia harus memikirkan jalan keluar terlebih dahulu. Masalahnya, itu bukan keahliannya jika menyangkut urusan bertahan hidup, dia mungkin bisa meningkatkan peluang tapi yang mana dari orang-orang itu yang bukan orang cerdas, yang mana dari orang-orang yang masih hidup di masa ini yang idiot.

Dunia sekarang telah berubah, setiap langkah yang kamu ambil layaknya berjalan di atas lapisan es yang tipis, satu saja kesalahan dan kamu akan menjadi daging mati. Dan yang terburuknya kamu tidak mati karena faktor luar tapi orang-orangmu sendiri.

"Bereskan semuanya, jangan tinggalkan jejak." Cruel memandang sekeliling dan menatap salah satu dari mereka. "Mraz, berapa banyak peliharaan yang kamu punya?"

"Sekitar dua puluh. Apa itu?"

"Bagus." Menatap mereka, Cruel tersenyum kejam. "Bantai penyintas yang mereka lindungi. Setidaknya kita harus memberi mereka hadiah, bukan?"

...

"Kapten, ini tidak biasa kamu masih bangun." Seorang gadis dengan rambut hitam pendek memandangi orang di depannya.

Orang itu memakai jubah putih yang menutupi tubuhnya, tidak diketahui apakah dia laki-laki atau perempuan bahkan wajahnya tertutup oleh jubahnya.

Melihat ke kejauhan orang itu mulai berbicara dan yang mengejutkan suara jernih seorang gadis muncul darinya. "Berapa lama waktu yang kalian butuhkan untuk sampai ke sana?"

Suara gadis itu sangat menyenangkan untuk didengar seolah-olah bukan manusia lagi yang sedang berbicara tapi itu terasa sangat dingin. Bahkan jika orang lain mendengarnya mereka akan merasa hati mereka beku oleh suaranya.

Merenung sejenak, gadis berambut hitam itu menjawab. "Jika kita melanjutkan seperti tadi mungkin lima sampai enam jam?"

"Lalu kemasi barangmu dan berangkat sekarang." Gadis berjubah putih itu melangkah maju. Tiba-tiba sepasang sayap putih keluar dari punggungnya.

Whooss!

Dia kemudian mengepakkan sayapnya dan terbang, menghilang bersama hembusan angin.

"Liz, suara apa itu tadi." Dengan terdengarnya suara, seorang pria keluar dari dalam tenda.

Mengikuti pria itu, seseorang dengan wajah yang sama persis muncul di belakangnya. "Oh, di mana Kapten."

"Kapten pergi, dia menyuruh kita untuk bergegas sekarang." Liz, Gadis berambut hitam itu menjawab. Melihat mereka berdua, Liz menjadi muram hanya memikirkan bagaimana dia bersama tiga bersaudara idiot ini.

"Melihat dia terbang, aku masih bingung bagaimana bisa dia melakukannya. Padahal kita memiliki tipe kemampuan yang sama."

"Cukup dengan omong kosongnya, bangunkan Kakakmu dan bereskan semuanya." Liz menggeram.

"Itu Adik." Keduanya berteriak bersamaan.

"Hei hei hei! Kita sudah sepakat bahwa aku lah Kakaknya." Di belakang mereka keluar seorang yang mirip dengan keduanya.

"Kapan kita menyetuju..."

"Diam! Bereskan semuanya." Liz berteriak, muak dengan semua ocehan mereka.

...

Di samping api unggun, duduk seorang pemuda. Dia berbadan besar, tegap, di wajahnya terpampang keseriusan sambil melihat sekeliling dengan waspada.

Krak!

"Siapa itu." Sambil memegang kujang, An berbalik dan menatap ke dalam kegelapan.

Di balik kegelapan berdiri sesosok yang diselimuti gelapnya malam, dia memakai jubah yang menutupi seluruh tubuhnya kecuali bagian kepalanya. Tidak ada yang istimewa dari wajahnya, dia tidak terlalu tampan juga tidak jelek, bisa dikatakan dia di atas rata-rata tapi jika kamu melihat ke dalam matanya, kamu akan merasa ada sesuatu yang mencoba membuatmu terus menatap matanya, seolah tidak ada yang bisa lepas dari pandangan matanya.

"Kapten bisakah kamu menyingkirkan kebiasaan mengendap-endapmu itu." Menyingkirkan kujang, An kembali duduk dan melihat sekeliling.

Duduk di sampingnya, Z berkata. "Kebiasaan itulah yang membuatku tetap hidup. Bagaimana, tidak ada yang aneh kan?"

"Sejauh ini tidak ada." Melirik ke samping An bertanya. "Untuk apa kamu kemari, sekarang bukan giliranmu."

"Tidak bisakah aku kemari jika bukan giliranku." Merangkul pundaknya, Z mengambil daging bakar dengan tangan kanan dan memakannya.

"Haaah. Kawan, bisakah kamu berhenti memperlakukanku seperti otak otot." Menyingkirkan tangan dari bahunya, sikap An berubah.

"Kenapa menurutmu harus berhenti. Bukankah ini menarik." Menikmati daging di tangan, Z memujinya dalam hati, masakannya selalu enak.

Melihat tidak ada orang di sekitar, An melanjutkan. "Sampai kapan. Aku sudah muak dengan orang-orang itu."

"Sampai saatnya tiba." Menjilat jari, Z menepuk pundaknya dan berdiri. " Baiklah. Giliranmu sudah berakhir, kembali dan istirahatlah."

"Hei. Itu arah yang salah. Kemana kamu ingin pergi."

"Jalan-jalan tentu saja."

...

Berjalan menjauh dari tempat itu. Z menemukan dirinya berada di ujung berlawanan dari kamp, di sini sunyi tanpa ada aktivitas, tanpa satu makhluk pun bahkan suara serangga tak ada, hanya ada hutan rimbun dan reruntuhan kecil yang menggunung.

Z berhenti disebuah pohon yang menjulang tinggi, pohon itu puluhan meter tingginya, dibutuhkan dua orang untuk sepenuhnya merangkul pohon itu.

Meletakkan tangannya di pohon, Z mulai berbicara seolah bukan hanya dia yang ada di sini. "Kamu tahu, dibutuhkan puluhan bahkan ratusan tahun agar pohon bisa tumbuh seperti ini. Katakanlah pohon itu bisa tumbuh 10 kaki setiap tahun dan itu dengan pertimbangan abu vulkanik. Dan tinggi pohon ini kira-kira 50 hingga 60 meter yang berarti itu kurang lebih 150 sampai 200 kaki, jika kita menghitung umur pohon ini berdasarkan tingginya dan mengecualikan diameternya maka umur pohon mungkin sekitar 20 tahunan dan ini adalah pohon yang terkecil dari semua pohon di sini."

"Tapi tahukah kamu, 10 tahun yang lalu di sini tidak ada hutan, hanya ada kompleks bangunan apalagi sebuah gunung. Jadi tidakkah menurutmu itu menakjubkan, hanya 10 tahun dari apa yang kosong, hampa, tidak ada apapun kecuali bangunan menjadi sebuah hutan yang subur. Ini menarik bukan?" Menepuk pohon itu Z berbalik dan menghadap pohon yang jaraknya sepuluh meter darinya.

"Bagaimana kamu tahu?" Dari balik pohon itu keluar gadis kecil terlihat berusia sepuluh tahun, umur yang tepat untuk membangkitkan sebuah kemampuan.

"Oh, seorang gadis cilik?" Z mengelus dagunya. Melihat ke atas dan ke bawah, memeriksa tubuhnya dengan tatapannya. "Tidak. Postur itu seharusnya bukan dari anak kecil, apalagi tatapanmu dan cara bicaramu. Aku tidak akan terkejut jika ternyata kamu sebenarnya seorang nenek tua peyot."