Chapter 19 - Tertindih Part 2

Dikisahkan sebelumnya setelai sampai di rumah Hasan masih merasa mengantuk karena hampir semalaman berjaga di rumah almarhum Kakeknya untuk itu jadi mudah untuk Hasan terlelap, baru saja terlelap kejadian terulang kembali. Kisah berlanjut.

Hari itu masih pagi sekitar pukul 07.35 wib, rasa kantuk yang tidak bisa ditahan-tahan Hasan langsung pergi ke kamar untuk tidur, saat dia mulai terlelap seperti ada yang datang tubuhnya berasa kaku.

Dia merasakan seperti angin menghembus begitu besar, tubuhnya terasa dingin dari ujung kaki menjalar keseluruh tubuh, berteriak-teriak sekuat-kuatnya tidak ada arti sama sekali, Ibu dan Ayahnya yang berada di sebelahnya tidak mendengar.

Hasan mencoba mengerakkan tubuhnya, dimana semakin dia gerakkan anggota tubuhnya semakin kuat pula cengkraman yang dirasanya, diapun sadar juga bisa melihat keadaan sekitar, pendengarannya juga masih bisa berfungsi akan tetapi dia tidak bisa beranjak bangun dari tempat tidurnya.

Lama Hasan merasakan keadaan itu, dia mencoba melemaskan tubuhnya selemas mungkin, barulah tubuhnya terasa longgar dan ketika dia merasa anggota tubuhnya bisa digerakkan dia mencoba menendangkan kakinya barulah seluruh tubuhnya bisa digerakkan kembali.

Hasan bangun dari tempat tidurnya, duduk melamun sambil memikirkan sesuatu seraya berkata pada dirinya sendiri, "Ya Gusti Allah, ada apa dengan badan ini, saya belum pernah merasakan seperti ini sebelumnya, Ya Allah, mengapa ini terjadi terus menerus? Dan Apa maksud dari semua ini?"

Hati yang sedih menyelimuti pada dirinya, tetapi dia tidak berani bercerita pada Ayahnya, dalam keadaan yang demikian ia mendengar suara yang memanggilnya dari luar rumah.

Mas Hasan! ... Mas ... Ini Izan.

Ibunya yang mendengar suara itu segera menemuinya.

Kriek! Suara pintu terbuka.

Terlihat seorang wanita yang membuka pintu, dia menghampirinya seraya berkata, "Izan! Ada yang bisa saya bantun."

"Ini Bu! Mau ketemu Hasan, dia ada Bu!." tanya Izan.

"Kayaknya dia tidur, soalnya tadi saat sampai rumah kedua matanya terlihat merah seperti kurang tidur," tuturnya sambil mempersilahkan duduk kepada Izan.

"Oh gitu ya Bu, baik kalau gitu saya pulang dulu saja, salamnya saja pada Mas Hasan nanti saya kesini lagi," ungkapnya sambil membungkukkan tubuhnya untuk penghormatan izin pulang.

Sebelum Izan beranjak dari tempat berdirinya, Hasan muncul dari balik pintu dan menghampiri mereka seraya memanggil Izan yang sudah membalikkan tubuhnya.

Zan ... Izan!

Terlihat Ibunya kaget sontak dia menolehnya sambil berkata, "Hasan! Kamu tidak tidur? Sepertinya kamu tadi mau tidur!." sambil memegang bahunya Hasan.

"Tidak bisa tidur Bu!" jawabnya.

Izan yang mendengar suara Hasan cepat-cepat membalikkan tubuhnya seraya memanggilnya.

Mas Hasan!

"Bagaimana kabarmu? Saya ingin bercerita banyak dengan mu, bisakah kita bicara?" tanya Izan sambil mendekatinya.

"Bisa, mari ke kamarku, ini saya juga mau bercerita banyak denganmu," ungkapnya.

Ibunya Hasan yang melihat keadaan ini terlihat tidak enak pada Izan karena telah berkata bahwa "Hasan sedang tidur" dia memberanikan bersuara kepada Izan, "Izan! Maafkan saya ya, tadi memang Hasan katanya ingin tidur, eh ternyata orangnya nongol disini."

"Iya Bu, tidak apa! Memang matanya Hasan terlihat merah sepertinya kurang tidur," jawab Izan sambil memegang bahunya Hasan.

"Ya udah, mari masuk! kedalam rumah saja, Hasan ajak tuh Izan ke dalam rumah," ujar Ibunya yang terlihat mulai berjalan ke dalam rumah.

"Iya Bu," sahut Hasan.

"Izan! di dalam kamar saya saja mari, saya ingin bercerita mungkin kamu bisa membantu meringankan beban fikiranku," ungkap Hasan yang terlihat menarik tangan Izan.

"Iya Mas," sahut Izan.

Dalam hati Izan bertanya-tanya, "Apa yang membuatnya menjadi begitu? di lihat dari matanya sepertinya banyak sesuatu yang menekan fikirannya, kira-kira saya kalau bercerita sekarang mungkinkah menambah bebanfikirannya?"

Tak lama kemudian mereka masuk ke dalam suatu ruangan yang tidak berace hanya kipas angin yang membuat rasa gerah mereka hilang.

"Zan! Katamu tadi mau bercerita banyak padaku, memang apa yang mau kamu ceritakan," tanya Hasan sambil duduk di ranjang yang terlihat empuk.

"Ah, kamu dulu saja, kayaknya kamu banyak sesuatu yang menyarang di dalam kepalamu, tuh lihat matamu saja terlihat merah, seperti kurang tidur," ungkap Izan sambil membenarkan duduknya.

"Iya Izan, banyak permasalahan yang datang bertubi-tubi, satu baru selesai datang yang satunya lagi," kata Hasan terlihat mulutnya terbuka dan cepat-cepat menutup dengan tangannya sebelah kiri.

"Tuh, kamu aja sudah mengantuk kayak gitu, kenapa kamu tidak tidur saja," tutur Izan.

"Saya takut, seperti trauma tidur," ungkapnya sambil berdiri dari duduknya dan kemudian berjalan ke pintu kamar lalu menutupnya.

"Lah, mengapa kok kamu trauma tidur? Bagaimana ceritanya?" tanya Izan yang terlihat sangat penasaran.

"Jangan bilang-bilang ke siapa-siapa ya kalau saya bercerita walapun ke Ayah dan Ibuku, soalnya saya tidak berani bercerita," pinta Hasan.

"Iya, memang apa kok segitunya itu loh, hingga membuatmu trauma tidak mau tidur," jawab Hasan.

"Itu Zan, saya sekarang kalau tidur baru saja terlelap, seperti ada yang datang dan mendekap dirikiku, tubuh ini terasa kaku jika saya gerakkan sedikit saja, rasa cengkramannya lebih meningkat, selain itu, padahal saya sudah berteriak-teriak memanggil Ayah atau Ibuku tidak ada yang bisa dengar padahal mereka dekat dengan aku," tutur Hasan yang terlihat mendekam dan menggigit jari-jemarinya.

Izan yang mendengar cerita seperti itu, dia menjadi kaget dan dibuatnya bingung juga, dalam keadaan seperti itu dia bertanya, "Memang mulai kapan seperti itu?"

"Saya rasakan seperti kemaren, tadi malam juga begitu malah terulang-ulang 3 kali, hingga saya seperti tidak mau tidur, takut kalau tidak bisa kembali lagi," ungkap Hasan.

"Tapi kapan hari sebelum ini saat saya tidur, sekitar kurang lebihnya pukul 01.45 seperti ada yang masuk pada tubuhku, tiba-tiba nafas ini terasa berat, tersengal-sengal seperti habis berlari-lari yang sangat jauh," imbuhnya.

"Mas, saya juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirimu kok aneh ya, coba saja paksa tidur, jika terjadi lagi seperti itu jangan melawan cobalah lemaskan tubuhnya selemas mungkin, kalau jika kamu gerakkan sedikit tambah menjadi cengkramannya," ujar Izan yang terlihat berusaha menenangkan hatinya.

"Tapi saya takut sekali, jika terjadi lagi," kata Hasan sambil menengadahkan kepalanya ke atas terdengar helaan nafasnya.

Huhf ... Ya Allah Apa yang sebenarnya terjadi?

"Yang sabar ya Mas, mungkin itu ujian Mas Hasan mau ke pesantren, jika Mas Hasan berhenti tidak ke pesantren berati dia yang menang, Mas Hasan akan menjadi seperti ini," tutur Izan.

"Iya Zan, saya ingin cepat-cepat ke pesantren siapa tahu bisa sembuh saat dibawa ke pesantren," ungkapnya.

"Zan! Saya minta tolong ya, mau?" imbuhnya.

"Iya Mas, minta tolong apa? yang penting saya bisa ya saya bantu," sahutnya.

"Saya tak tidur dulu ya kamu jangan pergi kalau saya belum benar-benar terlelap, bisa Zan! agar kamu dan aku tahu apa yang sebenarnya terjadi," tutur Hasan yang terlihat dia mengambil selimutnya dan selanjutnya dia mulai memejamkan kedua matanya, karena memang sudah tidak bisa ditahannya.

"Iya Mas, dengan senang hati, sudah kamu tidur saja saya jaga di sini," kata Izan sambil memakan camilan wafer yang ada didekatnya.

"Sebelumnya terimakasih banyak," tutur Hasan.

"Iya Mas," sahut Izan.

Nah! Bagaimana keaeruan kisah selanjutnya?

Apakah kejadian itu terulang kembali?

Jangan ketinggalan kisahnya hanya ada di sini.