Chapter 11 - Luka Hati Part 2

Sebelumnya di ceritakan bahwa Aurel tertekan batinya, kesedihan yang menyelimutinya membuat dia tak ada gairah hidup, lamanya termenung di warung makan hingga tertidur tak ada yang berani mendekatinya, Hasan yang tak tega melihat kondisinya, dia pulang dan meminta pertolongan kepada tamara untuk menemuinya dan supaya memberi nasihat juga pengertian-pengertian, dan cerita berlanjut.

Tamara yang mendengar penjelasan Hasan tentang Aurel juga merasakan kesedihan karena nasib yang menimpanya, dia pun bergegas menemui Aurel.

Tak lama kemudian Tamara menemui Aurel dari kejauhan dia melihat seorang wanita yang tertidur di sebuah lantai berwarna hitam, secepatnya ia mendekatinya.

Lama menunggu tidak berani membangunkannya tamara memegang rambut kepalanya sambil berkata, "Aurel kamu wanita cantik, gadis yang serba bisa, kamu harus kuat, harus sabar, relakan Kang Hasan menjelajahi samudra ilmu."

Tak disangka apa yang dikatakan Tamara masuk kedalam mimpi, seakan dia melihat wanita berpakaian serba putih, ia mendekat, memelukkanya, membelai rambutnya, sambil berkata sama persis yang dikatakan Tamara, setelah mengatakan wanita misterius itu, melepaskan dekapannya dan menjauhinya, Aurel yang terpesona akan wanita itu mengejarnya sambil teriak-teriak.

"Jangan pergi! jangan pergi saya belum tahu siapa kamu," tanya Aurel dalam mimpinya.

Tetapi apa adaya Aurel tidak bisa menyusulnya wanita itu tiba-tiba hilang bagai ditelan bumi.

Tamara yang melihat Aurel menggeliat tubuhnya ke kanan dan kekiri sambail berteriak memanggil-manggil seorang wanita, "Jangan pergi." Cepat-cepat dia membangunkannya dengan memanggil-manggil namanya sesekali dia mendorong-dorong tubuh Aurel.

Seketika Aurel bangun dan betapa bertambah terkejutnya dia tiba-tiba seorang yang dikenal baik, sudah beberapa tahun tidak bertemu kini duduk disampingnya.

"Hah, benarkah ini Tamara? Apa saya ini sedang mimpi?" tanya Aurel padanya terlihat kedua matanya terbelalak lebar.

"Iya, saya Tamara teman kecilmu dulu," sahut Tamara sambil menarik tangannya dan membangunkannya.

Secepatnya Aurel memeluk Tamara begitu eratnya seakan tidak akan melepasnya, suara tangisannya terdengar tersedu-sedu, air mata tak berhenti menetes di bahu Tamara sesekali Aurel menghapusnya.

"Sabar, saya juga bisa merasakan kesedihan hati kakak, mungkin jika saya yang diginikan pasti saya juga tak kuat atau mungkin lebih parah," tutur Tamara padanya sambil melepaskan pelukannya.

"Hasan itu Aurel, sungguh tega menyakiti hatiku, padahal kita baru saja jadian pokoknya saya tidak terima, tidak mau berpisah," sahut Aurel terlihat masih meneteskan air matanya.

"Sudah mari kita pulang saja, kita bicara di rumah saja tuh dilihat banyak orang, kamu memang tidak malu," bujuk Tamara sambil memegang tangannya dan menghapus air mata dengan saput tangan berwarna merah.

"Tak peduli dengan orang, hatiku sudah terlanjur luka gara-gara si Hasan tuh, awas pokoknya jika bertemu," jawab Aurel sambil meremas-remas jari-jemarinya.

"Sudahlah kendalikan hatimu, mari kita pulang saja nanti kita bahas di rumah, kesini tadi kamu naik apa?" tanya Tamara.

"Ngaik sepeda," jawab Aurel sambil menggerakkan tubuhnya untuk berdiri.

"Ya udah, kamu saya bonceng saja takut saya kalau kamu naik sepeda sendiri terjadi apa-apa," ungkap Tamara sambil membopong Aurel ke parkiran sepeda.

"Tapi! Sepedaku Bagaimana? saya bisa kok naik sepeda," ujarnya.

"Jangan, biar teman saya yang membawanya, entar saya hubunginya" jawab Tamara.

"Ya udah kalau begitu, mari kita pulang saja," sahut Aurel.

Di sepanjang perjalanan Aurel bercerita panjang lebar mulai awal pertemuan hingga kejadian yang tidak pernah di sangkanya.

Tak lama kemudian mereka sampai di tujuan yaitu rumah Aurel yang dikelilingi pagar membentang di sekitar rumahnya, air kolam terlihat jernih yang membuat orang tertarik untuk menikmatinya, berbagai hewan piaraan terlihat ditata rapi di samping rumahnya Tamara yang melihatnya merasa terheran-heran takjub akan keadaan rumah Aurel 5 tahun tidak kerumahnya sudah berubah total.

Mereka memasuki rumah dan kayaknya sepi tak ada orang sama sekali karena dipanggil-panggil tidak ada jawaban.

Krieek!

Suara pintu terbuka mereka masuk kedalam rumah sekali lagi Tamara dibuatnya terkejut penampakan isi rumah yang begitu megah bagai mana tidak dinding-dinding yang berhiaskan aneka ragam ukiran-ukiran, bunga-bunga plastik yang menghiasi ruangan, selain itu banyak ikan-ikan hias di dalam aquarium yang berjoget-joget.

Mereka mulai naik tangga yang terbuat dari kayu jati yang diukir fosil bunga dan hewan bertemakan hutan, hati Tamara semakin nyaman tinggal di rumah Aurel, sampailah mereka dikamar dan memasukinya.

"Huh! Hari ini, adalah hari sialku, Aurel! Tahu ndak kamu dia yang ku idam-idamkan ternyata malah menyakiti hatiku, sakit hati ini ... sakit, tak tau apa obatnya," tutur Aurel sambil membaringkan tubuhnya di kasur yang empuk.

Tamara yang mendengar penjelasan Aurel dan Hasan mulai berkata bijak, tidak berpihak Hasan ataupun Aurel, Tamara hanya ingin membantu keduanya agar bisa saling mengerti.

"Kak! Kalau boleh omong, jujur saya juga sudah mendengar penjelasan Hasan juga, jadi kalau menurut sanya begini, di dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat berapa itu saya lupa artinya begini, "Bisa jadi apa yang kita anggap tidak mengenakkan hati itu malah terbaik untuk kita, juga kebalikannya bisa jadi yang kita anggap menyenangkan adalah sesuatu yang buruk bagi kita." Nah bisa jadi hubunganmu itu kedepannya tidak baik untukmu dan Hasan," tutur Tamara sambil mengelus-ngelus rambutnya.

"Toh Kang Hasan berbuat begini juga beralasan dia ingin berbakti kepada orang tuanya, ingin mendalami pengetahuan Agamanya, udah relakan saja dia pergi jika memang kalau dia jodohmu pasti akan kembali padamu selain itu dia juga sudah siap menjadi imammu," imbuhnya.

Aurel yang mendengarkan Tamara berbicara terlihat diam tidak berkata sedikitpun seperti kena sihir omongan Tamara

"Kak! saya mau tanya memang Kakak sudah siap menikah?" tanya Tamara dengan nada lembutnya.

"Ya belum," sahut Aurel terlihat bibirnya seperti paruh burung elang cemberut.

"Nah itu, Kakak saja belum siap menikah belum tentu juga dia kelak jadi jodohmu, bisa jadi orang tuamu memilihkan laki-laki untukmu secara kamu kan orang terpandang," tutur Tamara terlihat senyum manis di depan Aurel.

"Apa Kakak ikut saya aja ke pesantren, sama-sama memperdalam pengetahuan Agama juga," ajak Tamara.

Mendengar Tamara mengajak kepesantren tiba-tiba Aurel bangun dari tidurnya dan menatap Tamara sambil bertanya, " Kalau saya ke pesantren apa bisa bertemu Kang Hasan setiap hari?"

"Kak Aurel ... Kak Aurel, ya tidak kita kan beda pesantren," sahut Tamara.

"Huhf," Suara hembusan nafas Aurel dan selanjutnya tidur kembali.

"Hmm ...! Di pesantren enak lo kak hati kita menjadi tenang, 24 jam kita selalu bersama guru, setiap hari selalu mendengar, melihat melakukan hal-hal yang baik yang membuat hati kita menjadi tentram tidak selalu gelisah, selain itu kita bisa melatih kedewasaan kita menjadi kepribadian yang sosial peduli dengan orang lain, berkepribadian kuat tidak mudah mengeluh," tutur Tamara sambil ikut berbaring di sampingnya.

Nah Bagaimana kisah kelanjutannya

Apakah Aurel bisa menerima nasihat-nasihat Tamara? Dan apa yang terjadi ?

Ikuti kisahnya hanya disini.