Chereads / Sejarah Kesuksesan Pendidikan Hasan Di Pesantren / Chapter 6 - Pertemuan Hasan Dengan Tamara

Chapter 6 - Pertemuan Hasan Dengan Tamara

Sebelumnya dikisahkan bahwa Hasan pergi ke Kakeknya bersama Ayah dan Ibunya dan mendapat banyak nasihat dari Kakeknya saat tiba di rumah Hasan melihat wanita cantik yang duduk di dekat pintu.

Wanita itu terlihat gembira saat keluarga Hasan tiba di rumah lalu ia mendekatinya dan mengucapkan salam "Assalamu'alaikum".

"Wa'alaikumsalam, Tamara kah ini?" tanya Ibunya Hasan.

"Iya Bu, saya Tamara teman kecil Kak Hasan, saya sekolah MTs di pesantren, ini ada libur saya pulang, Bagaimana kabar keluarga sini?" tanya Tamara sambil mengambil barang bawaan Ibunya Hasan dan membawanya ke dalam rumah.

"Albamdulillah baik, sebaliknya Bagaimana kabar keluarga Tamara sendiri?" tanya Ibunya Hasan

"Alhamdulillah, keluarg Tamara juga sehat semua," jawab Tamara sambil meletakkan barang yang dibawanya.

"Kak Hasan! Bagaimana kabarnya sudah lama tidak bertemu," tanya Tamara sambil memandangnya.

"Alhamdulillah baik, Bagaimana di pondok menyenangkan atau tidak?" tanya Hasan sambil mempersilahkan duduk Tamara.

"Oh iya mari duduk kita ngobrol-ngobrol dulu," imbuh Hasan.

"Tamara! bujuk tu Hasan agar mau kepesantren, biar jadi Anak yang sholih berbakti pada orang tua," ujar Ibunya Hasan sambil meletakkan secangkir teh di meja, silah di minum," pungkas Ibunya.

"Iya Bu, trimakasih minumnya," sahut Tamara sambil mengambil secangkir teh dan meminumnya.

"Jangan sungkan anggap saja ini rumah Tamara, dulu Tamara sering kesini dan masih kecil sekarang sudah dewasa sekali," tutur Ibunya sambil bergegas pergi ke dapur.

"Iya Bu," sahut Tamara.

"Hasan! beneran kamu mau pergi ke pesantren," tanya Tamara terlihat jelas hatinya penasaran ingin mengetahui.

"Iya Mara, rencananya begitu tapi belum pasti kapan berangkatnya," jawab Hasan.

"Enak kok di pesantren, menyenangkan jugaan, banyak teman, banyak pengalaman, mudah dalam melaksanakan beribaah," tutur Tamara.

"Gitu ya," sahut Hasan sesekali membenarkan tempat duduknya.

"Mara! Kalau jam segini biasanya apa aktifitasnya di pesantren," tanya Hasan.

"Ya macam-macam, untuk pesantren putri ada yang melaksanakan pendidikan formal, untuk yang tidak formal biasanya menghafal pelajaran/ membaca Al-Qur'an juga ada yang membantu kesibukan ndalem pengasuh," tutur Tamara sambil tersenyum manis.

"Kalau untuk yang putra?" tanya Hasan.

"Yang saya tahu selama ini, tidak jauh beda dengan putri, cuma para santri putra yang ikut khidmah (membantu) di Ndalem pengasuh ada yang ke perkebunan, ada yang mengurusi piaraan di sekitar rumah ndalem pengasuh," tutur Tamara.

"Setelah Shalat Dhuhur berarti sudah selesai atau mungkin ada kegiatan yang lain?" tanya Hasan sambil minum secangkir teh dan mempersilahkan Tamara juga untuk meminumnya dengan berkata, "Silahkan diminum tehnya".

"Oh iya," sahut Tamara sambil memegang cangkir yang berisikan teh manis. Kemudian melanjutkan penjelasannya "Justru setelah Sholat Dhuhur dilaksanakannya pendidikan pesantrennya, lalu setelah Sholat Isya' kegiatan Takror".

"Apa itu takror," tanya Hasan lagi.

"Takror itu! mengulang pelajaran yang telah dipelajari setelah Sholat Dhuhur itu, cuman pada bagian ini, guru hanya mendampingi adapun yang menjelaskan yaitu salah satu temen sekelas yang dianggap sudah mampu," tutur Tamara.

Mulailah hati Hasan tertarik untuk kepesantren, memang pada dasarnya Hasan termasuk Anak yang disiplin walaupun tidak terlalu pandai.

"Hmm! Kayaknya aku semakin tertarik ke pesantren atas penjelasanmu barusan, tapi ada sesuatu yang membuat aku seperti ditarek kebelakang sehingga tidak bisa maju," ungkap Hasan.

Tamara mendengarkan seksama terhadap apa yang disampaikan Hasan sampai terlihat diam memandangnya, penasaran terhadap apa yang disampaikan itu belum jelas dia sebagai teman dari kecil memberanikan diri bertanya "Sesuatu apa itu Kak? Ayolah cerita akukan teman Kakak dari kecil."

"Malu aku," sahut Hasan sambil menundukkan kepalanya lalu ditegakkannya.

"Kenapa malu, saya siap membantu Kakak jika dibutuhkan sebelum saya berangkat kepesantren," tutur Tamara.

"Trimakasih atas kesediannya membantu, tapi tidak usah biar saya selesaikannya sendiri, toh memang aku yang memulai," ungkap Hasan.

Huhf! Suara hembusan nafas Hasan dari dalam lewat hidungnya. Hasan mengungkapkan ceritanya, "Mara, pasti kamu masih ingat gadis desa sebelah yang bernama Aurel? Ingat gak?"

"Ya ingatlah Kak, Gadis yang selalu disebut-sebut warga kembang desa itu kan, yang satu kelas dengan mu di MTs? Masihlah dulu waktu di Sekolah dasar saya kenal baik walau dia adek kelas, memang kenapa Kak? Apa Kakak suka sama dia?" ledek Tamara.

"Pada waktu Ujian Akhir Sekolah, sebelum itukan diadakan belajar kelompok untuk persiapan Ujian Akhir Sekolah, saya satu kelompok dan sering bertemu hampir setiap hari ditambah temen-temen menjodoh-jodohkan aku dengan dia, lama-kelamaan dia mulai suka sama aku, mungkin aku memang termasuk siswa yang ganteng, jadi dia naruh hati padaku," ujar Hasan sambil memegang-megang pipinya.

"Hmm, masak ganteng," canda Tamara.

"Aku kan bilang mungkin," sahut Hasan.

"Tidak, aku cuman becanda, memang aku akui Kakak memang ganteng, membuat para wanita klepek-klepek, selain itu Kakak juga orangnya tanggungjawab, sopan, disiplin pastilah dia suka," ungkap Tamara.

"Lalu Bagaimana Kak ceritanya? Saya akan menjadi pendengar setia," tanya Tamara.

"Iya itu, saya juga ada rasa padanya, ingat-ingat sekolah sudah selesai, saya menembak, menyatakan kalau saya suka setelah Ujian Akhir Sekolah," terang Hasan.

"Baru jadian berarti Kak," sahut Tamara.

"Ya itu, yang membuat saya enggan mengikuti kemauwan Ayahku, di sisi lain saya harus Birul Walidain (Berbuat baik pada kedua Orang tua), di sisi lain yaitu kayaknya saya tidak tega menyakiti perasaan Aurel, melihat dia kayaknya sangat cinta padaku, secara dia sekarang pas sayang-sayangnya, Bagaimana nanti kalau sampai dia prustasi," ungkap Hasan.

"Huh, memang rumit, saya pun sebagai perempuan tidak terima jika harus disakiti, tapi jika didekati, diberi penjelasan dengan baik pasti dia akan mengerti," tutur Tamara.

"Udah Kakak jelasin dulu permasalahannya, Kakak minta jika nanti dia tidak terima atau gimana-gimana, coba nanti saya ikut nasihatin," ungkap Tamara.

"Beneran! mau bantu saya?" tanya Hasan.

"Iya Kak, mungkin saya berangkat kepesantren minggu depan," tutur Tamara.

"Alhamdulillah kalau kamu mau bantu," sahut Hasan, terlihat wajahnya bertambah berseri-seri.

"Ya udah besok saya ajak dia ketemuan dan menjelaskan duduk perkaranya, trimakasih kedatangan Eneng Tamara sangat membantu," ungkap Hasan sambil meletakkan kedua telapak tangannya di wajah.

"Ha! Kamu panggil saya Eneng Tamara! Kayak gimana gitu kedengarannya, tapi tidak apa-apa saya malah suka dengernya," ungkap Tamara.

Tak lama Ibunya Hasan menghampirinya dari arah belakang dan berkata, "Tamara gih makan dulu, sudah siap itu makanannya, tapi maaf seadanya tidak seperti di rumah Tamara".

"Iya Bu, trimakasih sudah perhatian sama Tamara," sahut Tamara.

"Iya tidak apa, malah senang saya Tamara kesini, kapan-kapan kalau liburan ya mampir ke rumah Hasan lagi," ujar Ibunya Hasan.

"Iya Bu, eh Kak! Mari makan bersama-sama sudah lama tadak seperti ini," ajak Tamara pada Hasan.

"Siap Eneng Tamara," sahut Hasan sambil berjalan ke dapur bersama Tamara.

Beberapa waktu kemudian setelah makan dan dirasa sudah cukup Tamara minta izin pulang dan berpesan pada Hasan, Tamara berkata, "Ingat Kak, besok! Kalau sudah jangan lupa kabari saya, eh Eneng Tamara Ups."

"Siap!," sahut Hasan.

"Ya udah Tamara pulang dulu ya Bu, Assalamu'alaikum," pungkas Tamara dengan bergegas pergi keluar rumah dan selanjutnya sudah tidak terlihat lagi.

Bagaimana kisah kelanjutannya?

Akankah Hasan benar-benar menemuinya dan mengatakan untuk berpisah?

Ikuti kisahnya Hanya di sini.