Chereads / Sejarah Kesuksesan Pendidikan Hasan Di Pesantren / Chapter 4 - Janji Hasan Untuk Menemui Aurel

Chapter 4 - Janji Hasan Untuk Menemui Aurel

Kukuruyuuk ...! suara ayam jantan menggelegar hingga memenuhi ruangan berhiaskan selambu biru, fajar pagi mulai menampakkan kewibawaannya lahan perlahan bergerak maju tapi pasti hingga menyingkirkan gelapnya malam, waktu berjalan pelan detik demi detik terlewati hingga terlihat dari ufuk timur sorot sang surya mulai menampakkan wujudnya seakan menari-nari di atas pepohonan, cahayanya semakin menyebar ke segala arah, cit ... cit ... cuit bunyi burung bersiul gembira menyambut datangnya pagi hari, Hasan pun bangun dari tidur terasa badannya segar bugar, air yang mengalir di seluruh badannya membuatnya semakin semangat merasakan nikmatnya hidup, udara segar masuk dalam tubuh, terlihat raut wajahnya seperti Arjuna lagi kasmaran pada Dewi Sinta.

Hasan pun memulai aktifitas rutinanya seperti biasa, setelah selesai melaksanakannya dari kejauhan Hasan merdengar suara "Kring ... kring ... kring!" ya itu bunyi panggilan masuk lewat Androidnya, bergegas ia mendekatinya dan selanjutnya di ambil lalu melihatnya.

Seketika matanya terbelalak, bahunya terangkat sedikit menunjukkan sikap terkejutnya karena melihat panggilan dari Aurel,

lama tak diangkat ragu mau ngomong apa, beberapa saat Hasan mulai bisa menguasahi keadaan akhirnya diangkatnya Androidnya lalu di jawablah pangglilan Aurel.

"Assalamu'alaikum" sapa Aurel.

"Wa'alaikumsalam" jawab Hasan.

"AKang, Bagaimana kabarnya," tanya Aurel dengan nada pelan dan lembut.

"Alhmadulillah, baik Neng, sebaliknya Bagaimana kabarnya Neng Aurel?" jawab Hasan dan balik bertanya.

"Alhamdulillah, baik juga Kang," jawab Aurel.

"Akang! Bagaimana hari ini bisa ketemu?" ibmbuhnya.

"Hmm, kayaknya bisa Neng," jawab Hasan sambil mikir-mikir Apa yang harus dilakukannya nanti.

"Alhamdulillah, jam berapa Kang," tanya Aurel dengan semangatnya.

"Jam 10.00 wib Bagaimana? sekarang masih bantu-bantu Ibu, maklum tidak punya saudara perempuan," ungkap Hasan terdengar suaranya berirama.

"Iya Kang, siap nanti lokasinya saya kirim lewat whapsat ya!" tutur Aurel dengan nada manja, dan tergambar bahagia.

"Iya, Akang ngikut aja, yang penting Eneng senang," kata Hasan terdengar manis tapi dalam hati terlintas maafkan Akang ya Eneng kayaknya kita harus berpisah demi masa depan kita.

"Ya udah Kang, Akang terusin gih bantu-bantu Ibu Akang, Eneng juga mau masak dulu, eh Kang, mau dimasakin Apa?" tanya Aurel sambil mengajak becanda Hasan.

"Tidak usah repot-repot, nanti kita makan di warung makan kesukaan Eneng," jawab Hasan dengan nada pelan.

"Cumak becanda kang, ya udah Eneng akhiri ya Kang," pungkas Aurel.

"Iya," sahut Hasan.

"Ya udah, jangan lupa ya Kang nanti jam 10.00 wib, Assalamu'alaikum," pungkas Aurel lalu menutupnya.

"Wa'alaikumsalam Warohmatullahi Wabarokatuh," jawab Hasan dan terlihat menghirup nafas dalam-dalam dan selanjutnya menghembuskannya.

Bagaikan Matahari tertutup mendung tipis cayahanya tak mampu menembus permukaan bumi, Bagai Air mengalir tak bersuara karna dalamnya sungai, Bagai Ibu melahirkan bayi yang tak sesuai yang di inginkan, itulah gambaran hati Hasan sekarang, bahagia tapi terhalang dinding yang berdiri kokoh didekatnya tak mampu melewatinya yaitu keinginan Orang tuanya.

Tak lama dari arah belakang terdengar suara

"Hasan ... San ...! kemarilah bantu Ibu ini" panggil Ibunya.

"Iya Bu, sebentar!" sahut Hasan dengan nada keras sambil bergegas pergi menemuinya.

"Iya Bu, bantu Apa Hasan?" tanya Hasan.

"Ini, kamu kupas kulit ketela pohon ini, Ibu mau pergi dulu ke toko, ada yang mau dibeli," jawab Ibunya.

"Oh iya, nanti kalau Ayah cari Ibu bilang saja, Ibu pergi sebentar ke toko," imbuh Ibunya.

"Iya Bu, beres, tenang saja," sahut Hasan sambil mengupas ketela pohonnya.

Ibunya Hasan pun pergi, sesekali memandang wajah Anaknya yang terlihat berbinar-binar, dan selanjutnya tak terlihat lagi.

Satu persatu ketela pohon itu di kupasnya, tak disangka terlintas di depannya seekor kucing berwarna putih dan bermata merah yang menggemaskan, secepat kilat tangan Hasan menyahutnya tertangkaplahlah kucing manis itu dan selanjufnya diletakkan di depannya sambil dipegangi bulu-bulu lembutnya.

Saat memandangnya terlintas dalam benak fikirannya seakan hadir di depannya sesosok wanita yang menjadi bidadarinya berkulit langsat bentuk tubuhnya bagaikan gitar sepanyol jika dipandang matanya berkedip manja saat berjalan bagaikan Harimau kelaparan suara emaspun keluar dari kedua bibirnya yang terlihat menggoda, itulah Aurel wanita yang dicintainya sesekali ia melambaikan tangannya seakan mengajaknya bercinta.

Kucingpun terdiam seribu kata melihat ketampanan Hasan, diam tidak bersuara ataupun bergerak sambil mendengar gubahan syair yang dilantuntan pemuda tampan yakni Hasan sang pujangga.

Rembulan mengapa engkau hadir dalam hidupku, cahayamu mampu menerangi ruangan-ruangan gelap di penjuru desa maupun kota, tapi mengapa ... mengapa ... cahayamu tidak masuk dalam relung hatiku, ya ada awan tebal bagai batu karang berdiri kokoh walaupun ombak besar menghantamnya tak bergeser sedikitpun, awan tebal itu menghalangi cahayamu, walau engkau mencoba selalu bersinar terang tak kan mampu menembusnya, hanya anginlah yang mampu menggesernya dari hadapanmu, akupun tak mampu mendatangkan angin itu, biarlah aku yang pindah dari tempatku walau kau tak menyinariku tapi aku bahagia bisa memandang dari kejauhan engkang bersinar terang ... dan terang.

Tak terasa air mata menetes membasahi pipinya, Kucingpun ikut sedih melihatnya, Ia mencoba berteriak "Meaung ... Meaung" sesekali bergeliat mencoba menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, seakan tahu rasa sedih yang dirasakan Hasan.

Dari belakang Ayah hasan memanggil-mangil "Hasan ... Hasan ... Hasan", tapi tidak ada jawaban dari Hasan yang lagi menikmati menjelajahi dunia hayalnya.

"Hasan, di panggil tidak jawab-jawab itu kucingnya lepas," bentak Ayahnya sambil menepuh bahu Hasan.

"Ayah! Ngagetin aja," sontak Hasan terlihat menarik bahunya kebelakang, seketika terlepaslah kucing itu dan lari sekencang-kencangnya.

"Ada apa Hasan! saya perhatikan dari jauh sana terlihat melamun sambil memandang kucing begitu mesrahnya," tutur Ayahnya sambil mengambil pisau di dekat Hasan dan kemudian diletakkannya di tempat yang aman.

"Dimana Ibumu?," tanya Ayah.

"Tadi Ibu bilang mau ke toko, ada yang mau dibelinya," jawab Hasan sambil mengusap bekas air mata yang menetes di pipinya.

"Ada apa Yah cari Ibu?" tanya Hasan.

"Tidak ada, cuman mau tanya dimana baju biru Ayah yang baru dicuci Ibumu," jawab Ayahnya.

"Ya udah, bilang sama Ibumu kalau sudah tiba, kalau Ayah mencari baju biru itu, Ayah mau ke Pak Rt, ada perlu sebentar," pesan Ayahnya kemudian pergi.

Pekerjaan pun selesai Hasan masuk kamar mandi dan selanjutnya pergi kekamarnya melihat jam sudah menunjukkan pukul 09.40 wib, Hasan bersiap-siap dengan berpakaian rapi untuk menemui Aurel.

Belum sampai selesai bersiap-siap Ayahnya pulang dan menemui Hasan kembali.

"Hasan! siap-siap ya, mau Ayah ajak ke Kakekmu di Banyuwangi kota bersama Ibumu," ajak Ayahnya sambil melangkahkan kaki menjauhi pintu kamar Hasan.

"Aduh, Bagaimana ini? Ayah ajak saya ke Kakek, Aurel ajak saya ketemuan, sudah janji jugaan, Bagaimana ini ya?" sambil mondar-mandir memikirkan sesuatu.

"Kalau aku turutin Ayah, Aurel Bagaimana? Pastinya jam segini sudah persiapan, sedang kalau aku ketemuan dengan Aurel ... Hmm Ayah marah gak ya, aduh serba salah," tutur Hasan dalam hati yang sedang gelisah.

"Hasan!" panggil Ayah.

"Iya Yah, sebentar!, masih siap-siap Yah," sahut Hasan terlihat semakin gelisah.

Tiba-tiba Hasan mendengar suara ketukan pintu "Tok ... tok ... tok, Hasan!, Ayo kita berangkat!" ajak Ibunya lalu pergi ke depan menyusul Ayahnya Hasan.

"Iya, Bu!" sahut Hasan

"Bagaimana ini?" tanya Hasan pada dirinya sambil memutar-mutarkan Androidnya.

Bagaimana keseruan kisah selanjutnya?

Akankah Hasan pergi bersama Ayah dan Ibunya? Atau Apakah Hasan pergi menemui Aurel? Dan Bagaimana nasibnya Aurel?

Ikuti kisah selanjautnya.