Chereads / Love Of The Water Dragon / Chapter 2 - Chapter 2: Harapan yg Terkabul

Chapter 2 - Chapter 2: Harapan yg Terkabul

Bertahun-tahun berlalu, kerajaan dan bangunan-bangunan disekitar mengalami banyak perubahan. Kisah tentang seorang putri tangguh yg mengalami nasib buruk karna berhubungan dengan bangsa naga laut dijadikan cerita pelajaran agar orang lain tidak melakukan hal yg sama. Padahal, dibalik kisah itu tersimpan banyak kejahatan dan kebenaran yg belum terungkap hingga saat ini.

Makam putri Alecta bahkan berada jauh dari pemakaman keluarga kerajaan yg lain. Karna dianggap pengkhianat dan kotor, putri Alecta dimakamkan di lokasi dimana dia meninggal, yaitu ditepi sungai yg sekarang dinamakan sungai Prospera. Nama itu diberikan oleh adiknya sendiri yaitu Glacia. Entah apa yg dipikirkan gadis itu, tapi arti dari sungai itu tidaklah baik. Sedangkan giok biru berkilau yg merupakan jelmaan dari Nadish yg mati tersebut, dijadikan liontin dan sampai sekarang dipakai oleh putri Glacia.

Akhir-akhir ini, keadaan negeri tersebut kurang makmur. Banyak rakyat kelaparan karna hasil panen dari para petani diberikan kepada istana utk melunasi hutang dan pajak yg tinggi. Karna Raja Daniel sedang sakit-sakitan, putri Glacia lah yg memimpin kerajaan untuk sementara. Walau sementara, tapi putri Glacia sudah banyak membuat kerusakan dan masalah dimana-mana. Mereka bilang putri Glacia tidak pintar dalam mengatasi masalah-masalah kerajaan dan dibilang egois. Dia hanya memikirkan dirinya sendiri dan membuat keputusan tanpa pikir panjang, jika pendapatnya dibantah, maka dia akan mencemooh dan bahkan menghukum orang tersebut.

Jika dulu Glacia sangat dipuji dan disegani rakyat setelah kematian kakaknya, sekarang rakyat bahkan menghina putri Glacia dibelakang. Mereka mengejek, mengutuk, dan membenci Glacia. Penduduk kerajaan Nocturnes perlahan berkurang, pasalnya banyak keluarga yg memilih untuk pindah ke wilayah kerajaan lain yg lebih makmur dengan pajak yg sewajarnya, ada juga yg memisahkan diri dan membangun rumah kecil di dalam hutan dan hidup damai disana.

Raja Daniel tidak mengetahui hal ini, setiap kali Glacia datang menjenguknya, dia selalu bilang kerajaan baik-baik saja dan dia sudah mengurus semua urusan kerajaan dgn baik. Tidak ada yg berani mengadu pada raja karna ancaman Glacia, selain itu mereka juga tidak tega membebani raja yg sedang sakit parah dgn masalah kerajaan dan putrinya yg tidak bisa mengurus semuanya. Saat ini, orang yg benar-benar baik dan bersedia untuk membantu urusan kerajaan disaat Glacia tidak bisa mengurusnya adalah pengawal pribadi raja yg sekaligus kapten pasukan kerajaan. Dia selalu mengawasi Glacia dan memperbaiki kesalahannya sebisa mungkin. Namun terkadang sulit sekali untuk mengikuti aktivitas Glacia karna pelayan pribadi putri Glacia, dia sangat cekatan dan memiliki lidah yg tajam, jika kau bertengkar dgnnya maka kau tidak akan menang.

***

"Dimana makanan favorit-ku?! Aku sudah bilang untuk selalu menghidangkannya disetiap menu makan malamku.. apa kau lupa?!" Bentak Glacia.

"Tuan putri, kita hampir kehabisan bahan pokok makanan. Apa anda tidak mau meluangkan waktu sebentar untuk mengecek gudang istana? Jika anda melihatnya maka anda akan mengerti seberapa parah krisis ekonomi kita." Sahut salah satu pengurus istana.

Putri Glacia berdiri dan membanting meja itu. "Menyebalkan!" Keluhnya.

"Tenang yg mulia." Ucap pelayan pribadinya, Liliana. "Hey, apa kau sudah mengambil hasil panen semua petani tahun ini?" Tunjuknya pada pengurus tsb.

"Hanya sedikit petani yg masih bertahan dikerjaaan kita, walaupun kami sudah mengambil 80% panen mereka, tetap tidak cukup." Jawabnya.

"Bagaimana dgn ladang kekaisaran?" Tanya pelayan itu lagi.

"Hasil panen ladang kita tidak begitu baik sehingga hanya sedikit yg bisa diambil. Begitu pula dgn kebun dan peternakan kerajaan. Banyak pegawai yg berhenti dan para ternak dibiarkan kelaparan, kami sedang berusaha memperbaiki dan mencari pegawai lagi untuk membantu kegiatan tani dan pembudi-dayaan hewan ternak."

"Kenapa tidak suruh beberapa penduduk untuk melakukan kerja paksa, kita tidak punya pilihan lain. Jika kita tidak bisa menggaji mereka semua maka adakan seleksi dan separuhnya suruh kerja paksa."

Pengurus istana itu terbelalak dan menurunkan alisnya pada pelayan pribadinya Glacia itu. "Hati-hati dalam mengambil keputusan atau kita akan mendapatkan imbasnya yg lebih parah dari ini. Masih untung masih ada penduduk yg bersedia tinggal, bagaimana jika kerajaan kita menjadi kerajaan mati?"

"Kau kepala pengurus istana, untuk apa kami menggajimu tinggi jika kau tidak bisa mengurus istana dgn baik."

Pengurus yg berumur 50 tahunan itu tersentak. "Aku sudah berusaha dan memutar otak untuk mengatasi masalah ini. Jika tuan putri tidak membuat keseimbangan istana anjlok dari awal, maka masih ada kesempatan. Sekarang semuanya sudah terjadi, aku sudah memperingati kalian tapi kalian tidak mau dengar."

Putri Glacia melotot dan melempar gelas di depannya kearah pengurus itu. "Jadi kau menyalahkanku atas semua krisis yg terjadi di istana?!"

"Beraninya kau menyalahkan tuan putri, cepat membungkuk dan minta maaf!" Bentak pelayan pribadinya.

"Tuan putri dan nona Liliana… ingatlah bahwa saya lebih tua dari kalian. Bersikaplah lebih hormat pada orang yg lebih tua meski dia adalah bawahan kalian." Protes Pengurus itu.

"Jika orang tersebut melakukan kesalahan maka tidak peduli dia lebih tua atau muda, kejahatan tetaplah kejahatan dan dia tidak memandang umur." Jawab pelayan.

Pengurus itu sekali lagi tersentak. "Baiklah, selama ini saya bersabar karna masih menghargai yg mulia Raja. Tapi sekarang saya sudah menyerah." Pengurus itu melepaskan topi jabatannya dan membungkuk. "Maafkan saya karna TIDAK bisa mengurus kerajaan dgn baik, karna itu… saya tidak pantas lagi untuk menjadi pengurus utama istana, saya mohon izin untuk mengundurkan diri." Ucapnya.

Putri Glacia terbelalak. "Tu-tunggu dulu… apa kau mau berhenti?"

"Seperti yg saya bilang, saya tidak pantas untuk menjadi pengurus istana. Silahkan tuan putri mencari pengurus lain yg menurut putri sempurna. Saya mohon pamit." Pengurus itu mundur dan berjalan menuju pintu keluar.

"Hey, lalu siapa yg akan mengurus-"

Pria itu menutup pintunya dan pergi. Sekarang kepala pengurus sudah tidak ada, perlahan pekerja di dalam istana mulai menipis.

Putri Glacia memegang kepalanya dan duduk disofa dgn frustrasi. Apa yg harus dia lakukan.. jika dibiarkan maka lama-kelamaan kerajaannya akan hancur. Dia menggenggam kalung liontin dilehernya dan bercermin.

"Tuan putri, tenangkan pikiranmu dulu.. saya yakin kita pasti bisa mengatasi masalah ini." Sahut pelayannya.

"Liliana, semua ini gara-gara Alecta!' Teriaknya. "Kenapa semuanya jadi seperti ini.. kenapa aku tidak bisa mendapatkan kehidupan seperti dirinya?! Ini tidak adil!"

"Sabarlah tuan putri…"

Glacia pusing dan tidak tau harus bagaimana lagi. Dia menyesal karna selama ini hanya menganggap remeh semua hal. Tapi apakah dia belajar dari kesalahannya dan memperbaikinya? Sama sekali tidak. Glacia memang tidak pintar secara akademis dan bela diri, tapi dia gadis yg cerdik, selain itu.. dia punya kecantikan bak seorang malaikat. Namun sayangnya, kecantikan itu tidak sama dengan hatinya. Dia memiliki ide dan keesokan harinya menemui pengawal pribadi ayahnya untuk memberikan perintah.

***

"Aduh.. wanita itu membuatku kewalahan. Kalau saja dia bukan putri mahkota, maka aku pasti sudah menginjak-injak harga dirinya." Keluh Liliana dikamarnya. Dia membanting pintu dan menghempaskan tubuhnya ke atas kasur.

Dia menghela nafas dan beristirahat sejenak setelah melayani Glacia yg cerewet. Namun dia teringat sesuatu, anaknya tak kunjung pulang dari pagi tadi. Dia melirik jam dinding yg menunjukkan pukul 9 malam dan segera beranjak memakai topi lebar dan jubah untuk mencarinya. "Dasar merepotkan.." Keluhnya.

Seorang gadis kecil sedang asik bermain dgn anak laki-laki di sebuah sungai. Mereka tertawa ria dan bersenang-senang sampai lupa waktu.

"Dimana rumahmu?" Tanya anak laki-laki manis tersebut.

"Aku tinggal di istana." Jawabnya tersenyum lebar.

"Ooh.. apa kau seorang putri?"

Gadis itu menggeleng. "Ibuku hanya kepala pelayan, dia bekerja untuk putri Glacia."

"Nama itu terdengar tidak asing bagiku.." Anak laki-laki itu berpikir keras. "Oh benar, ayah bilang, putri Glacia itu jahat. Karna dia kami terpaksa harus hidup berpencar dan bersembunyi dari manusia. Kau harus berhati-hati, Alecta."

Gadis itu terdiam sejenak. "Benarkah? Pantas saja ibu selalu mengeluh setiap kali selesai bekerja. Aku rasa ibu juga tidak suka dgn putri Glacia."

"Berarti benar, dia putri yg jahat." Kekeh anak laki-laki itu.

Saat 2 anak berumur 7 tahunan itu sedang asik mengobrol, mereka mendengar suara wanita yg sedang memanggil.

"Oh tidak, itu pasti ibuku." Ucap Alecta kecil. "Nicholas, kau harus pulang. Jangan sampai ibu melihat ekormu."

"Ah.. baiklah." Jawabnya kecewa.

"Kapan kita akan bermain lagi?"

"Besok?" Kekeh gadis itu.

"Benarkah? Yeayyy!"

"Ssstt.. cepat sana pergi." Usir Alecta terkekeh.

"Sampai jumpa besok~" Lambai anak laki-laki bernama Nicholas tersebut dan menyelam ke dalam sungai.

Tak lama kemudian, Alecta mendapatkan jeweran ditelinganya. Dia terkejut dan meringis kesakitan.

"Sedang apa kau disini sampai malam begini?" Ucap Liliana.

"A-aduh ibu.. aku sedang bermain."

"Apa kau tidak tau ini sungai apa? Ini sungai Prospera, lihat makam itu.. apa kau tidak takut?" Ucapnya.

"Untuk apa aku takut? Itu makam putri kerajaan kita, a-aku tidak takut.. dia putri yg baik kan?" Ucapnya.

Liliana terdiam sejenak, dia memandangi makam itu dan hanyut dalam pikiran.

Liliana dulunya adalah pelayan favorit-nya Alecta. Ketimbang memperlakukannya sebagai pelayan seperti yg dilakukan Glacia padanya, Alecta lebih suka menganggapnya teman. Dia menganggap Liliana seperti tante-nya sendiri. Mereka sering mengobrol dan menumpahkan masalah masing-masing layaknya ibu dan anak. Saat itu Liliana sedang mengandung. Alecta selalu memberinya makanan dan minuman yg sekelas dgn-nya.

"Untuk kesehatan anakmu nanti, kau harus memakannya." Ucapan Alecta yg masih dia ingat sampai sekarang.

Bahkan terkadang Alecta sering berkunjung ke kamarnya dan menyuruhnya untuk beristirahat yg cukup. Liliana juga sangat menyayangi gadis itu. Alecta sering menceritakan kisah cintanya bersama Nadish dan masalahnya pada Liliana, dia sangat mengerti bagaimana situasi yg dihadapi Alecta saat itu dan bagaimana perasaaannnya.

Ketika dia mendengar kabar bahwa putri Alecta terbunuh oleh penjahat tidak dikenal, hatinya benar-benar hancur. Padahal dia berencana utk meminta Alecta memberikan nama pada anaknya kelak, tapi semuanya kandas. Selama sebulan penuh Liliana bolak balik ke makam Alecta dan merawat makamnya. Oleh karna itu, anaknya yg masih kecil jadi hapal jalan pulang dan pergi ke sungai tersebut.

"Alecta yg malang, kenapa takdir begitu kejam padanya." Gumam Liliana. Dia menyesal karna tidak bisa melakukan apapun saat itu, karna dia sedang hamil besar dan hampir melahirkan, dia tidak bisa banyak membantu dan melihat saat-saat terakhir Alecta dan Nadish di gua.

"Ibu, jangan menangis. Aku jadi ikut sedih." Tarik Alecta kecil.

Liliana tersentak dan mengusap air matanya. "Ibu tidak sanggup menerima kenyataan bahwa teman yg sudah ibu anggap seperti anak sendiri, mati secara tidak adil. Putri Alecta satu-satunya orang yg memperlakukan ibu dgn sangat baik, saat itu ibu tidak punya teman atau kerabat dan yg bisa ibu mintai tolong adalah dia. Oleh karna itu, ibu memberimu nama yg sama agar ibu selalu ingat bahwa Ibu harus membalaskan dendamnya."

"Ibu sudah mengatakan itu berkali-kali. Aku tau bu... Aku selalu ingat kata-kata ibu." Ucap Alecta kecil. Liliana hanya terkekeh dan mengelus kepala anaknya.

"Apa kau juga ingat kau siapa?" Lanjut Liliana. Alecta mengangguk.

"Aku…" Gadis kecil itu menunduk. Liliana menatapnya tajam dan menggengam tangannya.

"Ibu harus katakan ini dari sekarang agar kelak jika terjadi sesuatu pada ibumu, kau harus bertindak. Coba katakan, siapa dirimu?"

"Aku... anak yg mulia Raja Daniel, ibu." Ucanya pelan.

"Benar, jangan beri tau hal ini dgn siapapun. Bahkan dgn orang dekat yg sangat kau percayai. Orang baik dan tulus hanya sedikit di dunia ini, jadi jangan pernah melakukan hal yg ceroboh." Tegasnya.

"Tapi ibu, sampai kapan kita harus merahasiakan hal ini?"

"Sampai kau sudah cukup dewasa untuk membantu Ibumu membalaskan dendam putri Alecta. Suatu hari, kau harus memanfaatkan hal tsb. Yg mulia raja tidak mau mengakuimu karna kita hanyalah pelayan, raja dan putri Glacia sama saja. Mereka semua jahat, meski dia ayahmu.. dia bukan ayah yg bertanggung jawab jadi jangan pernah mendekatinya, mengerti?"

"Dia sedang sakit bu…"

"Tidak Alecta, jangan pernah menemuinya lagi." Tegas ibunya.

Alecta mengangguk dan menunduk. Liliana sadar bahwa dia terlalu keras pada anaknya yg masih kecil, tapi mau bagaimana lagi, rasa bersalahnya pada Alecta benar-benar dalam dan selama dia hidup Liliana tidak pernah sempat untuk membalas kebaikannya. Jika bukan karna dia, mungkin Alecta kecil yg cantik tidak akan pernah terlahir ke dunia.

Dulu Liliana merahasiakan fakta bahwa ayah gadis itu menghamili dirinya karna dia takut Alecta akan sedih dan membencinya, tapi ternyata Alecta tidak seperti itu, disaat-saat terakhir sebelum dia ikut Nadish untuk kabur, Liliana memberitau semuanya dan reaksinya sama sekali tidak di duga Liliana.

- Flashback On -

"Aku minta maaf atas nama ayahku, seharusnya dia tidak boleh memperlakukan pelayan sesukanya dan tidak bertanggung jawab. Kenapa kau tidak memberitauku dari dulu, Liliana?"

"Aku takut kau akan membenciku…"

"Mana mungkin aku membencimu! Aku sangat mengenal ayahku, aku sering melihatnya melakukan pelecehan kepada beberapa pelayan di istana, tapi aku tak pernah mengira dia akan melakukan hal sejauh ini. Aku benar-benar minta maaf, aku malu mempunyai ayah sepertinya.. ugh.. aku harus lakukan sesuatu…"

"Tidak putri, sebaiknya kau pikirkan masalahmu dan Nadish. Saat ini, bukan waktu yg tepat untuk membahas tentang masalahku…"

"Tapi ini tidak adil bagimu." Potong Alecta. "Jika saja kau memberitauku lebih awal... bahwa anak ini adalah adikku.. maka.. aku pasti akan membantumu tak peduli apapun yg terjadi!"

"Putri.. kau sudah cukup baik padaku. Ini sudah takdir, lagipula aku hanya seorang pelayan. Tidak pantas mendapatkan sesuatu yg lebih. Aku hanya berharap kau menjaga dirimu, dan semoga kau dan Nadish bisa bersama selamanya."

Alecta menangis dan memeluk Liliana. "Maafkan aku.. jika aku kembali, aku pasti akan mengungkap semuanya dan memberimu posisi yg pantas." Ia mengeluarkan 2 kantong koin emas dan perhiasan padanya. "Gunakan ini untuk persalinanmu nanti…"

"Putri, ini banyak sekali... aku tidak perlu…"

"Terima. Aku tidak ingin kau menolaknya. Anggap saja ini hadiah untuk calon adik kecilku dan permohonan maaf." Tegas Alecta. Liliana terdiam sejenak dan mengangguk.

"Alecta, kita harus pergi. Raja dan pengawalnya akan segera kemari."

Sahut Nadish yg muncul dari balik jendela. Alecta mengangguk.

"Liliana, jaga dirimu baik-baik. Kami pergi dulu." Ucapnya.

"Ohh aku lupa, bu Liliana… kami pamit. Semoga anakmu terlahir dgn sehat." Sambung Nadish, pria itu membungkuk dan mencium perut Liliana.

"Pria yg baik, semoga Tuhan memberkatimu nak. Kau harus menjaga putri Alecta dgn sepenuh hati." Ucap Liliana tersenyum haru.

Alecta terkekeh dan mencatuk kepala Nadish. "Dasar, ayo pergi."

Mereka melemparkan senyuman kepada Liliana dan kabur melalui jendela kamarnya. Liliana tidak pernah mengira bahwa senyuman itu adalah senyuman terakhir dari mereka berdua yg dilihat Liliana.

- Flashback Off -

***

"Kakak… Ah, maksudku.. Putri Alecta... Bagaimana keadaanmu disana?" Gumam gadis kecil itu. Ia memopang kepalanya dimakam Alecta dan menaburkan bunga karna bosan, sebenarnya dia sedang menunggu teman bermainnya.

Anak laki-laki itu satu-satunya temannya. Alecta kecil tinggal di istana dan ibunya tidak memperbolehkannya keluar dari istana, bahkan sekarang pun dia keluar secara diam-diam. Tidak ada teman bermain, karna banyak keluarga disekitar kerajaan sudah pindah. Dia dan Nicholas pertama kali bertemu saat Alecta tidak sengaja tercebur ke sungai itu karna tergelincir, dan Nicholas menyelamatkannya.

"Dasar Nicholas.." Gerutunya. Gadis itu berdiri dan duduk diujung sungai, menenggelamkan kakinya ke air. Ini adalah cuaca yg panas, merendam kaki ke kolam yg dingin sangat menyejukkan. Alecta memandang langit yg terik dan sesekali bersiul untuk mengatasi rasa bosannya. Namun, entah kenapa.. tiba-tiba angin sepoi-sepoi yg menabraknya perlahan menjadi sedikit kencang. Daun-daun berjatuhan dan awan mulai mendung.

"Eh? Apa hujan akan turun?" Gumamnya. "Cuaca memang tidak bisa diprediksi." Lanjutnya, tapi memilih untuk menghiraukannya dan memainkan kakinya di air.

"Apa kau suka apel?" Ucap seseorang. Gadis itu tidak sadar karna hanyut dalam pikiran dan hanya menjawabnya. "Tidak, terima kasih."

"Ooh, ya sudah." Orang itu menggigit apel tsb dan memakannya. Seketika Alecta kecil terbelalak dan menelan salivanya, dia bisa melihat dari ujung matanya bahwa sesuatu yg putih bersinar berada disampingnya.

Lalu di air, dia melihat sepasang kaki putih ikut memasukkan kakinya ke dalam air dan mengayunkannya. "Hahh.. sejuk sekali~" Ucapnya.

"Aahhhk!!" Teriak Alecta kecil yg langsung menyingkir dari sungai dan menutup kedua matanya. Saking takutnya, dia gemetaran dan tidak sanggup untuk kabur.

"Sayang, jangan menangis. Tidak perlu takut, aku bukan hantu." Ucapnya ramah.

Perlahan Alecta kecil membuka matanya, dia bisa melihat wajah cantik dgn rambut yg dicepol berantakan, tubuhnya sedikit transparan dan seluruhnya putih.

"Ka-kau.. siapa??" Ucap Alecta masih gemetaran.

"Panggil aku kakak. Aku bukan hantu tapi roh, aku roh yg baik, jadi jangan khawatir." Jawabnya tersenyum lebar.

Senyumnya membuat hati Alecta kecil hangat dan dia menyebarkan aura yg tenang. Membuat Alecta kecil tidak perlu waktu lama untuk beradaptasi dgn wujudnya.

"Ka-kakak… hm.. siapa namamu?" Tanya gadis kecil itu.

Roh putih tersebut terkekeh, lalu ekspresinya berubah sedih dan menatap sungai di depannya, seolah telah mengingat sesuatu. "Ini tempat yg bagus. Tapi kakak sangat kesepian."

"Ke-kenapa?" Tanyanya lagi.

"Karna kakak sendirian." Ucapnya. Alecta kecil menunduk. "Kau mau tau siapa kakak?" Lanjutnya.

Alecta mengangguk ria.

"Tapi ada syaratnya…" Ucap sosok cantik tsb.

"Eeh? Apa syaratnya sulit?" Jawab Alecta.

"Hm, lumayan. Tapi kakak yakin kau pasti bisa. Kamu adalah gadis yg pemberani kan?" Kekeh sosok itu.

"Oh.. te-tentu saja! Sama seperti putri Alecta, aku pemberani. Kakak bilang saja, apa yg kakak ingin aku lakukan." Jawab Alecta kecil dgn sombongnya, khas anak kecil.

Sosok itu terkekeh. "Begini… putri Glacia mencuri teman kakak, tanpa dia.. kakak sangat kesepian."

"Mencuri? Aku tidak mengerti kak…"

"Hm.. apa kau pernah melihat kalung liontin yg selalu dia pakai?"

"Oooh.. aku tau! Itu kalung yg cantik, aku juga sangat menyukainya." Ucapnya bersemangat.

"Teman kakak ada di dalamnya. Bisakah kau mengambil kalung itu dan memberikannya pada kakak?"

"Mencuri kalungnya?"

"Tidak sayang, putri Glacia-lah yg mencurinya. Kakak hanya ingin mengambil sesuatu yg merupakan hak milik kakak."

"Putri Glacia memang jahat! Aku tidak suka dgnnya…" Ketus Alecta. "Kakak jgn khawatir, aku pasti akan mengambilnya dan mengembalikannya pada kakak."

"Saat ini putri Glacia sedang banyak pikiran, dia sering tidak memakai kalungnya. Kau tau, kakak tidak akan meminta hal ini jika memang kau tidak bisa, tapi kakak yakin kau pasti bisa melakukannya." Ucap sosok itu tersenyum simpul.

Alecta kecil mengangguk. Sosok itu mencubit gemas pipi Alecta. "Sudah siap sekali? Memangnya kakak menyuruhmu sekarang? Tidak perlu buru-buru."

"Kenapa? Lebih cepat lebih baik kak, aku bisa mengambilnya sekarang." Gadis itu bersemangat.

"Iya tapi.. apa kau benar-benar akan mengabaikan anak manis yg sedang memperhatikanmu? Bukankah kalian akan bermain?" Kekeh gadis itu.

Alecta kecil tertegun dan mengingat sesuatu, dia spontan berbalik dan mendapati Nicholas yg menatapnya dgn tatapan aneh.

"Hey!" Tegur Alecta.

Anak itu berenang lebih dekat dan langsung memegang dahi Alecta. Tangannya yg basah membuat Alecta sedikit kesal. "Apa kau sakit?" Ucap Nicholas. Gadis itu mendengus sembari mengelap dahinya yg basah.

"Apa maksudmu? Aku baik-baik saja." Ketus Alecta.

"Kau bicara sendiri." Jawab Nicholas.

"Tidak, aku bicara dgn kakak can-eh??" Sosok itu menghilang, tidak ada lagi di sampingnya.

"Aku dari tadi memperhatikanmu, kau berbicara sendiri dan memuji dirimu sendiri. Hahaha…" Kekeh Nicholas.

"Tidak! Aku sedang bicara dgn seseorang, kau tidak melihatnya?"

"Jangan bilang kau bicara dgn hantu…?" Ucap Nicholas. Alecta meneguk salivanya, dia juga beranggapan begitu tapi kakak itu bilang dia bukanlah hantu.

"Hm.. apa roh baik adalah hantu?" Tanyanya.

Nicholas terdiam. Dia menatap makam dibelakang Alecta. "Entahlah.. apa mungkin kau sedang bicara dgn putri Alecta?"

Gadis kecil itu tersentak. Nicholas benar juga, tapi dia tidak percaya bahwa dia bicara dgn hantunya Alecta. Dia akan menemukan jawabannya setelah dia membantu sosok itu mengambilkan kalung yg ada pada Glacia.

"Ti-tidak mungkin…"

"Oh tidak… kau bicara dgn hantu…" Goda Nicholas.

"Berhenti menakut-nakutiku!" Bentak Alecta.

"Hahaha… iya iya, maaf." Kekehnya. Nicholas keluar dari air dan duduk di ujung sungai. Memandangi Alecta yg sedang mendengus.

"Kenapa kau lama sekali datangnya?" Tanya Alecta.

"Maaf.. aku tidak diizinkan muncul dipermukaan. Jadi aku diam-diam kesini, aku hampir tertangkap." Ucapnya tersenyum simpul.

"Apa kau benar-benar tinggal dibawah air?" Ucap Alecta penasaran.

"Yah… tidak juga. Kami sering berpindah-pindah. Terkadang untuk memenuhi kebutuhan kami, ibu atau ayahku akan keluar dan membeli sesuatu di dunia manusia. Mereka menyamar dgn pakaian manusia, kau tau.. aku dan kakakku sangat bersemangat saat ayahku membawa mainan dari dunia manusia. Semuanya menarik." Ucapnya ceria.

"Aku jadi penasaran, bagaimana rumahmu…"

"Kami tinggal digua bawah laut, sangat dalam. Bukan disungai ini, tapi dilaut… aku membutuhkan beberapa menit untuk sampai kesini."

"Woahh… bagaimana caranya kau bisa ada disini? Sungai ini tidak terlalu besar…"

"Ada lorong dibawah tanah, kami membuat banyak jalur untuk pergi kemana-pun dgn cepat. Jika kau menyelam maka kau bisa melihat batu besar dgn lambang Kristal, dibalik batu itu ada lorong…"

"Oooh.. aku mengerti. Batu itu sama seperti pintu. Lalu, kenapa kau tidak berubah menjadi manusia seperti orangtuamu? Aku bisa mengajakmu jalan-jalan!" Ucapnya bersemangat.

Nicholas tersenyum simpul dan menggeleng. "Tidak bisa. Ibu bilang, saat umur seorang naga air menginjak 18 tahun, maka baru dia bisa berubah menjadi manusia dan pertambahan usianya akan melambat. Itu sebabnya kami bisa hidup lebih lama dari manusia."

"Lalu, apa warna rambut kalian berbeda-beda?"

"Tidak, semuanya sama."

Alecta memandangi rambut anak itu yg berwarna biru muda yg dikuncir.

"Jadi naga air sepertinya menyenangkan!" Seru Alecta.