Di sebuah rumah bercat putih dengan halaman yang luas dan pagar tinggi yang mengelilinginya, terlihat perempuan yang memakai baju sekolah berjalan sendirian di keremangan malam. Sosok tersebut tidak lain adalah Andara Anggaraini yang baru saja pulang dari sekolahnya.
Seperti sudah terbiasa dengan rutinitas yang dijalaninya sehari – hari, Andara melangkah masuk kedalam rumah tersebut. Rumah yang bisa dikatakan sangat mewah karena berada di lingkungan elit itu membuat Andara merahasiakan dimana ia tinggal karena dirinya tidak terlalu menyukai menjadi pembicaraan para murid di mana ia bersekolah.
Bukan tanpa alasan mengapa Andara merahasiakan hal tersebut, dikarenakan Andara tidak suka di kelompokkan dengan golongan atas yang suka menindas golongan menengah dan kebawah. Andara lebih suka menyendiri dan berteman dengan buku dari pada berteman karena kekayaan, karena bagi Andara sendiri berteman tidak harus memandang sederajat atau tidak melainkan berteman harus menggunakan perasaan tanpa embel – embel kekayaan. Bagi Andara mencari teman yang benar – benar tulus tanpa memandang status sangat sulit. Oleh karena itu, disekolah Andara lebih suka sendiri dari pada bergabung dengan teman – temannya yang lain.
Sesampainya di depan pintu rumah yang yang tinggi menjulang di depannya, Andara berdiri sambil membuka kaca mata yang sedari tadi bertengger di wajahnya dan membuka ikatan rambut nya dengan cepat dan membenarkannya.
Wajah cantiknya tersenyum saat pintu terbuka dan Andara langsung memeluk sosok yang membuka pintu tersebut dengan erat.
"Abang, Andara kangen…"
Sosok tersebut yang merupakan saudara dari Andara membalas pelukan Andara tidak kalah erat nya hingga membuat Andara memekik pelan.
"Abang Devan, sesak…" ucap Andara sambil melepas pelukan erat tersebut.
Devan Erlangga Hardiman merupakan anak pertama dari keluarga Hardiman Winoto yang merupakan konglomerat sukses. Andara sendiri bernama asli Andara Anggraini Winoto, namun di sekolah Andara tidak memakai nama Winoto karena suatu hal dan baginya tanpa adanya Winoto di belakang namanya membuat segalanya menjadi mudah.
"Abang kapan pulang? Kok aku nggak di kabarin sih? Abang jahat deh sama aku…" ucapan beruntun Andara kepada Devan membuat senyuman terbit di wajah tampan Devan saat mendengar rentetan pertanyaan adik kesayangannya itu.
"Abang udah kabarin kamu, Cuma kamunya aja yang nggak read pesan abang.." jelas Devan sambil menuntun Andara ke dalam setelah menutup pintu rumah .
Dengan sigap, Andara mengambil ponsel yang ada didalam tasnya dan melihat ada banyak notifikasi, salah satunya ada dari Devan lalu membacanya.
Andara menatap wajah Devan yang juga tengah menatapnya.
"Kenapa pulang malam? Habis dari mana?" tanya Devan saat melihat Andara selesai membaca pesan yang dikirimnya tadi.
"Oh… tadi ada tugas yang harus di kumpul besok. Karena malas ngerjain di rumah makanya Andara kerjain di sekolah aja. Itung – itung biar nggak sendirian juga di rumah…" jelas Andara.
Devan yang mendengar penjelasan yang keluar dari mulut Andara merasakan sedih di setiap perkataan yang di lontarkan adiknya barusan. Bukan tanpa alasan kenapa Andara tinggal sendiri di rumah besar tersebut. Melainkan dirinya yang harus meninggalkan adiknya karena pekerjaan yang mengharuskan dirinya menggantikan ayahnya karena suatu hal yang saat ini dirahasiakan dari gadis itu. Devan sendiri harus bolak – balik ke karena jabatan yang di pimpinnya saat ini sekaligus memperluas perusahaan yang di bangun ayahnya hingga saat ini.
"Selama sebulan abang akan tinggal dirumah sebelum berangkat ke Singapore untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan yang ada di sana sekaligus temani kamu jalan – jalan kemana kamu mau…" ucap Devan lagi.
Andara yang mendengar perkataan Devan tersenyum sumringah. "Beneran kan? Abang nggak bohong kan sama Andara?"
Devan tertawa geli melihat tingkah Andara yang seperti anak kecil saat menuntut sesuatu. "Hmm, beneran. Abang gak boong.." Devan membentuk huruf V di jemarinya.
"Yey, kalau gitu besok Andara mau ke toko buku sama ke Mall. Jadi besok abang harus temenin Andara. Oke.." ucap Andara kepada Devan,
"Oke.." jawab Devan yang melihat kebahagiaan terpacar jelas di wajah adiknya. Hatinya sedih saat melihat adiknya yang terlihat bahagia dengan kedatangannya, namun tidak menutup kemungkinan kalau suatu saat Andara akan membenci dirinya karena hal yang di rahasiakan dirinya.