Chereads / My Bad Story / Chapter 2 - Bab 1

Chapter 2 - Bab 1

Kak masak apa?" Echa nanya ke gue yang rebahan di dapan tv sambil melihat acara tv yang kurang menarik.

"Ada ayam panggang sama sayur tumis" gue ngejawab tanpa melihat wajah echa.

"Gue lapar makan yok?" 

" ayok" gue berdiri dan menuju meja makan.

Gue selalu makan malam bareng sama echa, entah kenapa gue cuma pengen echa gak lupa rasa nya punya keluarga,walaupun cuma gue dan echa tapi gue gak akan pernah buat dia ngerasa kalau dia sendiri.

"Dita apa kabar kak?"

"Ohh..baik tadi dia baru kasih kabar kalau ada cowok ganteng di Toko"

"Haha..kapan dita tobat ya" echa tertawa dengan makanan di mulut nya

"Entahlah, cowok ganteng mulu.bPacar nya kurang ganteng apa coba" gue coba menerangkan kalau dita sudah harus nya bahagia dengan memiliki pacar yang ganteng dan mapan.

"Pacar dita kerja dimana kak?"

"Rio itu pengacara"

"Widihh  keren juga tu dita"

"Ia cuma yah..dia masih aja gatel  sama cowok lain"

"Kakak gak lagi dekat sama siapa-siapa gitu?"

"Mmm udahlah gue masih mau kerja aja, gue gak tertarik sama cowok sekarang" mood gue seketika rusak dengan pertanyaan echa barusan.

"Kak udah saat nya kakak buka hati lagi, kakak gak bisa dong sendiri terus gini." Echa tampak serius dengan ucapan nya itu.

"Echa kakak masih pengen bareng echa..soal itu gak usah di bahas lagi" gue coba perbaiki mood gue dengan menghibur diri kalau gue punya echa.

"Kakak udahlah..move on dong dion udah bahagia kenapa kakak masih kek gini aja"

"Echa udahlah kakak gak suka bahas itu terus"  gue coba sibuk dengan makanan gue, gue gak mau dengar ocehan echa yang mulai mengorek luka lama gue.

"Maaf kak" echa coba melembutkan suara nya, melihat gue yang tertunduk sambil menguyah makanan yang udah gak enak sama sekali.

"Udah gak apa-apa" gue coba menghabiskan makanan di piring.

Makan malam itu rasa nya sedikit menyedihkan.

Luka gue terasa nyeri lagi.

Kenapa gue harus bahas Pacar dita kenapa echa harus ngucapin nama itu lagi.

Malam ini susah banget buat gue tidur, masa lalu yang buat gue trauma terus jadi mimpi buruk yang gue takuti kalau gue tidur.

***

Kembali ke 3 tahun sebelum gue trauma dan lupa bagaimana mencintai.

"Sayang kok ngelamun?" Dion mengejutkan gue yang lagi berhayal indah.

"Hahaa...gue cuma berhayal kalau nanti kita bakalan punya anak kayak mereka" gue tersenyum sambil melihat sebuah keluarga yang duduk dengan tikar yang di gelar di rerumputan.

"Sayang mau punya anak berapa?" Dion melihat ke arah gue yang masih terus menatap lurus ke arah anak yang berlari.

"Gue mau 2 aja" singkat tapi ada doa di dalam nya, gue selalu berharap keluraga kecil tapi bahagia, ibu anak dan ayah.

"Yaudah kita nikah aja" dion tertawa seakan hayalan gue bakalan kewujud besok pagi.

"Hahaha, kapan kita ketemu sama papa mama sayang?" Gue nanya ke dion yang masih tertawa.

"Kapan sayang mau aja" dion tersenyum sambil menarik bahu gue dan menempelkan di pelukannya.

Hari-hari gue terasa sempurna, adik yang baik dan sukses dengan pekerjaan nya, gue yang udah di posisi kerja yang bagus dan pacar yang pengertian dan sayang ke gue. Sempurna pikiran itu selalu ada.

Setiap hari gue di jemput dion dan di antar pulang, hal hal bahagia selalu di siapkan buat gue.

Ulang tahun yang romantis kejutan kejutan yang super istimewa. Wahhh hidup gue kayak gak ada kurang nya waktu itu.

"Sayang malam ini aku jemput jam 7 yah, mama sama papa ngundang kamu makan malam di rumah"

"Seriusan sayang?" Rasa nya gak percaya waktu dion bilang kalau orangtuanya mau jumpa sama gue.

"Ia sayang, jangan lupa dandan yang cantik ya"

"Ia sayang..dah "

"Dah.."

Gue sengaja pulang lebih cepat biar gue banyak waktu buat siap siap, gue juga sengaja gak makan apa apa biar waktu di rumah dion gue makan lahap.

Bayangan akan hal-hal indah itu selalu datang di pikiran gue.

Dion yang sudah menunggu di bawah segara gue gampiri. Senyum manis nya buat bahagia di hati semakin membuncah. Ini akan jadi awal baik untuk ku dan dion kami akan menikah dah punya anak yang lucu.

Hal-hal itu membuat ku tersenyum sambil melirik ke arah dion yang asik menyetir.

"Sayang udah siap kan?" Dion bertanya sambil menggenggam tangan gue.

"Siap dong sayang" gue senyum ke arah dion.

Diam dan larut dalam pikiran masing-masing.

Sesampainya di halaman rumah mewah itu gue sedikit gugup, sambil menarik nafas gugup gue coba melangkah dengan dion yang berada di depan gue.

Rumah yang mewah dengan warna yang tampak elegan dan dekorasi yang tampak mahal.

Gue jalan sambil melihat kiri dan kanan.

"Mah pa..ini Gea" dion yang memperkenalkan gue ke orangtua nya yang tampak sudah duduk di ruang tamu.

"Saya Dwi gea tante om"  gue tersenyum sambil mengulurkan tangan gue yang sedikit bergetar gugup.

"Jadi tante panggil apa ni??"

" panggil Gea aja tante" gue tersenyum sambil menjawab pertanyaan mama dion itu.

"Silahkan duduk gea" suara tegas papa dion itu makin buat hati gue gugup.

"Ia om" gue duduk di sebelah dion.

"Jadi udah berapa lama kenal sama dion?"

"Udah  hampir setahun om" gue jawab pertanyaan papa dion dengan sedikit bergetar gugup, rasa nya jari gue membeku jantung gue juga gak normal.

"Ohh..kamu kerja dimana?" Pertanyaan lanjutan dari papa dion.

"Gea kerja di sweethear bakery om"

"Kamu yang punya toko itu?"

"Bukan om, gea supervisor di bagian pengechekan kue dan cake nya"  Gue udah mulai aneh dengan pertanyaan papa dion, berasa di interogasi dangan pertanyaan itu.

"Orang tua kamu kerja dimana?" suara papa dion mulai sedikit kedengaran kecewa dengan jawaban gue barusan.

"Oh...jadi Gea udah ga punya mama lagi om dan papa udah nikah lagi dan tinggal di jakarta dengan keluarga baru nya. Gea tinggal sama adik perempuan gea" gue ngejelasin dengan nada yang sedikit sedih karna hal ini selalu jadi hal yang paling sukses buat gue sedih.

"Kerjaan kamu gak bagus, keluarga kamu gak jelas jadi kamu berharap dapatin dion yang dari keluarga baik baik ini?" Suara papa dion sedikit menguat mempertegas kelebihan yang di miliki dion.

"Papa apaan sih" dion tampak marah atas ucapan papa nya itu.

"Bukan gitu om" gue mulai bigung apa maksud ucapan papa dion barusan.

"Dion berhak dapatin perempuan yang sesuai dengan nya, tidak dari keluarga seperti kamu"

"Ia om"  gue tau maksud papa dion kali ini, arti nya hubungan kami tidak bisa di teruskan.

"Papa kok gitu sih, ini urusan dion sama gea" dion tampak marah atas uacapan papa nya itu.

"Putusin dia !!  Papa udah pilihin perempuan yang baik untuk kamu. Selly bakalan pulang dari Australia 2 hari lagi kamu bakalan papa jodohkan dengan dia" suara papa dion kali ini mempertegas posisi gue sesungguhnya.

"Dion gak bisa pa" dion berdiri tampak melawan perintah papa nya.

"Kamu gak bisa ngelawan papa, kamu udah janji tidak akan pernah melawan papa"

"Udah dion ikuti kata papa aja" mama dion tampak berdiri dan menenangkan dion yang mulai tak terkontrol.

"Kamu sudah paham maksud saya kan gea?" Pertanyaan papa dion kali ini sungguh menyakitkan untuk di jawab.

"Ngerti om..gea ngerti"  gue tersenyum mencoba menahan air mata yang sudah di ujung mata. Gue berdiri rasa nya sulit melangkah entah ini karna gue belum makan malam atau karna tekanan ini terlalu besar.

"Gea tunggu dulu" dion narik tangan gue, dion seolah gak ngijinin gue pulang dengan keadaan gue yang hancur.

"Dion..udahlah gue tau posisi gue gue emang bukan jodoh yang baik. Jadi gue rasa kita sampai di sini aja ya" gue coba lepasin tangan dion walaupun rasa nya gue pengen meluk dia karna gue tau dia juga sedih sama keputusan gue.

"Geaa...kita bicara dulu" dion coba hentikan langkah gue.

"Udah udah..gak usah kejar dia. kamu bakalan bilang trimakasih ke papa karna udah nyadarin dia" ucapan papa dion kali ini sungguh kerterlaluan sakit nya.

"Udah dion..jangan kerjar gue lagi" gue tepis tangan dion dan berlari ke luar rumah. Rasa nya sesak di dada gue tangis yang sedari tadi gue tahan akhirnya tumpah.

Gue terduduk di jalan yang sudah tampak sepi itu.

Hancur jelas hancur. Hal hal indah yang gue bayangin yang gue impikan hancur dalam hitungan menit.

Malam itu adalah malam yang gak bakalan gue lupain seumur hidup gue.

Dengan mata yang tak berhenti menangis gue coba cari taxi di komplek perumahan mewah itu, walaupun lama tapi gue tetap menunggu.

"Kakak kenapa??" Echa terheran heran melihat keadaan gue yang amburadul dengan mata sembab.

"Echa kenapa hidup gue gini banget?" Gue masih nangis.

"Kakak cerita ke echa kakak kenapa??"

"Kaka putus cha sm dion, papa nya jahat banget cha " suara gue yang terputus-putus buat echa makin kawatir.

"Kak udah kak...jangan gini kak" echa mencoba menahan air mata nya lihat gue yang udah gak karuan.

"Cha..kita ga salah kalau orangtua kita begitu, kenapa itu alasan untuk nolak kakak" gue terus meluapkan rasa kesal dan marah ke echa yang mulai menangis.

"Udah kak...mereka gak beruntung dapatin kakak, kaka yang berhak dapat yang lebih baik" echa coba menghibur gue

"Echa kenapa mereka jahat banget"

Malam itu echa tidur di sebelah gue, echa terus meluk gue dia gak mau gue hancur cuma karna orang yang gak tau menghargai perasaan orang lain.

Gue tertidur dalam kehancuran dan mata yang membengkak.

Harapan impian yang gue bangun bersama dion kandas karna tak ada restu dari orangtua nya.

Haaa.. mama kenapa kalian harus jadi alasan untuk luka ini.