"Siapkan mobilku!" teriak Judas pada petugas kasino begitu tiba di luar kamar.
"Siap, Tuan." Petugas itu segera menghubungi rekan kerjanya menggunakan walkie talkie agar segera menyiapkan mobil sang bos di depan lobi kasino.
Judas mengedarkan pandangan ke sekeliling kasino.
'Ah, gadis itu ... hilang. Mungkin dia sudah pulang.'
Ada sedikit rasa kehilangan. Entahlah, mungkin bukan kehilangan, tetapi hanya sebatas rasa penasaran. Judas bahkan belum tahu nama gadis itu. Dia berharap, semoga besok atau lain hari masih bisa bertemu lagi.
Sembari menunggu mobil siap di depan lobi, Judas mencoba mencari bayangan gadis tadi sekali lagi. Rambut keemasaannya sangat khas. Indah berkilau. Mestinya tidak sulit menemukan dia, kalau memang masih ada di tempat ini.
Malam ini, kasino tampak lebih ramai dari hari biasa. Wajar saja, malam Minggu seperti ini pasti jumlah pengunjung akan meningkat pesat. Sebagian memang khusus datang untuk berjudi, sebagian lagi sekadar mengusir sepi berkumpul bersama teman-teman mereka karena kasino ini juga dilengkapi dengan beberapa fasilitas permainan biasa, non judi.
Sebagian kecil lagi, datang hanya untuk bersenang-senang. Minum, karaoke, dan menyewa laki-laki atau perempuan yang memang berkeliaran di kasino. Berbagai fasilitas happy-happy di tempat ini memang sengaja dibuat untuk memfasilitasi setiap keinginan tamu menghabiskan uang mereka, baik yang berjudi maupun tidak berjudi.
Tamu yang tidak berjudi merasa happy berfoya-foya di sini. Yang menang berjudi akan segera menghabiskan hasilnya di tempat ini juga. Yang kalah? Mereka biasa melepas stres, juga di tempat ini. Sebuah jeratan yang berhasil diciptakan oleh Judas untuk para tamu istimewanya. Mereka semua harus menghabiskan uang di sini. Berjudi ataupun tidak, menang maupun kalah.
Kafe, diskotik, hotel, spa, restoran, dan berbagai fasilitas penunjang lain tersedia di tempat bernama JERK ini. Judas Ellington Royal Kingdom. Dia begitu bangga dengan nama "Jerk" yang berarti brengsek. Nyatanya, nama itu membawa hoki tinggi. Dia berhasil menjadi konglomerat muda di bawah usia tiga puluh tahun.
"Gadis itu benar-benar sudah hilang. Isshh ...." Judas mendesis geram.
Kalau saja tadi dia tidak tergoda dengan rayuan Brenda, pasti sudah berhasil mendapatkan nomor telepon gadis itu. Lebih menyesal lagi, pengaman habis. Tidak jadi mendapatkan kepuasan, malah harus kehilangan kesempatan juga.
'Bodoh!' rutuk Judas dalam hati.
Dengan perasaan kesal, dia melangkah menuju lobi. Dia melihat mobil sport abu-abu metalik miliknya sudah siap di depan, tepat di pintu masuk kasino. Seorang petugas buru-buru mendekat, membawakan jaket berbahan wol warna hitam milik Judas yang memang tadi sempat dia titipkan.
Nemville sedang sangat dingin akhir-akhir ini. Wajar, di penghujung musim gugur seperti sekarang. Sebentar lagi musim dingin, winter is coming.
Setelah mengenakan jaket tebalnya, Judas merogoh kantong dan mengambil sarung tangan yang juga sama berwarna hitam. Dia tidak ingin membeku sepanjang perjalanan. Lebih baik bersiap-siap dari awal.
Melewati pintu keluar, petugas penjaga langsung berlari membukakan pintu mobil untuk Judas. Laki-laki itu mengangguk sekilas sebagai ganti ucapan terima kasih lalu menghempaskan tubuh di jok belakang kemudi.
"Aku berangkat sekarang. Pastikan api segera padam dan cegah polisi untuk masuk ke area pabrik, bagaimanapun caranya." Judas menyempatkan diri untuk menghubungi Josh sebelum mulai melajukan kendaraan.
"Siap, Tuan. Manajer sudah tiba di sana dan dia tahu apa yang harus dilakukan. Petugas pemadam kebakaran juga sudah mulai memadamkan api." Josh memberikan kabar, perkembangan situasi di pabrik. Dari nada suaranya, dia sudah tidak terlalu panik.
"Good. Do your best, Josh. Aku meluncur sekarang." Tanpa menunggu jawaban lagi, Judas mematikan sambungan telepon dan mulai menginjak pedal gas.
Sudah lima belas menit Judas melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi. Kini, dia sudah mulai masuk perbatasan kota Nemville menuju Moresby. Hamparan pantai menjadi penghias sepanjang perjalanan.
Harus ekstra hati-hati mengemudikan kendaraan karena menyusuri tebing dengan jalan berkelok tajam. Moresby memang ada di balik gunung kecil ini. Jalanan semakin turun. Jurang tidak lagi terlalu terjal seperti tadi, tapi kalau sampai jatuh, lumayan juga. Judas tetap memusatkan perhatian pada jalanan di depan mata. Jangan sampai dia tergelincir, sangat berbahaya.
"Sial, bau apa ini?" Judas bergumam. Dia mencium aroma seperti karet terbakar. Jangan-jangan, ini kampas rem atau kopling. Demikian pikiran Judas.
Perasaan was-was mulai muncul, menyeruak dalam dada laki-laki jangkung dengan jenggot yang mulai tumbuh kasar karena sudah dua hari belum dicukur. Dia berniat menghentikan kendaraan sebentar dan mengecek keadaan mesin. Namun, aneh. Sudah berulang kali dia menginjak pedal rem kuat-kuat, tapi mobil itu tidak mau berhenti. Sialnya lagi, jalanan menukik tajam.
'Celaka, remnya blong.' teriak Judas dalam hati.
Laju mobil semakin tidak terkendali. Apalagi tadi Judas melajukan kendaraan hingga lebih dari dua ratus kilometer per jam. Keringat dingin mulai mengucur, membasahi wajah serta tubuhnya. Dia semakin berkonsentrasi mengendalikan laju mobil sambil memikirkan cara bagaimana menghentikan kendaraan itu. Untung saja sudah larut malam sehingga tidak ada kendaraan lain di depan.
Tiba-tiba ada tikungan tajam di depan Judas. Dia tak sempat lagi membelokkan kemudi dengan tepat. Mobil menabrak pembatas jalan lantas meluncur turun menabrak bebatuan. Dua kali berguling ke kiri, sebelum akhirnya mobil itu masuk ke laut.
Julian yang kepala dan tubuhnya terluka parah, merasa lemah tak berdaya. Kejadian begitu cepat. Di tengah pening melanda, pandangan masih berusaha untuk mempertahankan kesadaran. Dia terus menarik sabuk pengaman, berusaha melepaskan diri. Macet.
Air laut mulai masuk. Dengan cepat, rasa dingin menjalar, memagut seluruh tubuh. Judas semakin panik. Sabuk pengaman masih belum berhasil dibuka. Kini, jari-jemari terasa kaku dan membeku. Secara perlahan, pandangan Judas makin menggelap. Entah karena mobil tenggelam semakin dalam atau akibat kesadaran Judas yang makin menghilang. Bisa juga keduanya.
Antara sadar dan tidak sadar, Judas merasakan pergerakan beberapa orang di sekitarnya. Dia sudah tak mampu melihat apa-apa. Bahkan untuk sekadar membuka mata saja sudah terasa sangat sulit. Dia masih menahan napas semampunya. Masih menyimpan harapan bahwa akan datang sebuah keajaiban, menyelamatkan dirinya dari mati tenggelam.
"Bertahanlah. Aku akan mengeluarkanmu dari sini." Terdengar sebuah suara, entah datang dari mana. Suara itu menggema begitu saja di dalam telinganya. Mana mungkin ada suara di dalam air, pikir Judas.
'Mungkin aku sudah mau mati dan itu suara malaikat maut datang menjemput. Tapi kenapa menyuruhku bertahan? Kalau malaikat maut, mestinya berkata ... matilah.'
Pintu mobil terasa seperti ada yang berusaha membuka dari luar, tapi tidak berhasil.
'Malaikat kenapa tidak bisa membuka pintu? Apakah malaikat masih perlu pintu untuk masuk dan membawaku?' Judas meracau sendiri dalam hati.