Sambil menunggu bosnya bangun, Josh sudah menunggu di lobi hotel sembari menghubungi banyak pihak. Dia mengerjakan hampir semua urusan pekerjaan Judas. Bisa dibilang, pemuda satu ini adalah tangan kanan paling handal yang dimiliki oleh Judas.
Sementara di salah satu Junior Suites hotel tersebut, Judas baru saja membuka mata. Tangan seorang gadis memeluk tubuh, tepat di bagian dada yang sedikit berbulu. Bulu-bulu halus, merata hingga sekitaran pusar, dan berlanjut ke bawah.
Frey, wanita bayaran yang telah menemani Judas semalaman. Pipi kanan gadis itu menempel pada bahu kekar Judas. Bahu yang sudah sering menjadi sandaran bagi para wanita pemburu kesenangan. Tidak semuanya kesepian. Ada kalanya, mereka hanya sekadar mencari sensasi atau mencoba peruntungan, siapa tahu bisa mendapatkan cinta Judas dan mengikatnya menuju pelaminan.
Antara kagum dan rasa takut. Dua perasaan itu yang dirasakan oleh kebanyakan orang yang mengenal Judas, terutama para wanita. Namun bagi perempuan-perempuan itu, justru perpaduan rasa kagum dan takut mampu memberikan sensasi yang berbeda ketika mereka bercinta. Ada debar istimewa. Sebuah penelusuran, petualangan, sekaligus tantangan.
Tangan Frey mengusap pelan, memainkan bulu-bulu halus di dada bidang Judas. Dari embusan napas, gadis itu tahu bahwa Judas pasti sudah terbangun. Karena itu, dia tidak segan untuk mulai beraksi.
Judas yang masih berusaha mengumpulkan kesadaran penuh, menikmati saja usapan jari lentik Frey di dadanya. Perlahan dia rasakan, usapan itu turun ... memainkan padang rumput, sedikit di bawah perut. Napasnya mulai terasa berat. Semalam hanya sempat satu kali mendaki puncak. Mestinya, pagi ini masih cukup waktu untuk memacu gairah sekali lagi.
"Morning, my prince." Frey mengangkat kepala, lalu merebahkannya di dada Judas
"Morning too, sunshine." Judas menjawab dengan suara serak.
"Apa aku tidak layak untuk mendapatkan morning kiss darimu?" Judas berucap diakhiri dengan menguap, tanda tubuh masih ingin terlelap. Judas sebetulnya masih malas untuk bangun, tapi dia teringat janji dengan Josh pagi ini untuk mendiskusikan banyak hal.
Pasti dia sudah di bawah, pikir Judas.
"Mau apa kamu?" Judas memalingkan wajah ketika Frey mendekatkan bibir.
"Morning kiss. Katamu, kamu minta."
"Bukan di sini, tapi di situ." Judas menunjuk ke arah bawah.
Paham apa yang diinginkan oleh pelanggan setianya, Frey beringsut memberikan service untuk area istimewa Judas. Perlahan, kesadaran laki-laki itu mulai meningkat. Bercinta memang mampu memulihkan kesadaran. Membuang rasa kantuk, selelah apa pun tubuh kita.
Sesekali memejamkan mata, Judas sangat menikmati permainan Frey di area sensitifnya. Pantas saja gadis ini tarifnya mahal. Bahkan bisa dibilang, dia adalah wanita dengan bayaran tertinggi di Moresby. Orang lain mungkin hanya mampu membayar dia untuk satu kali bercinta. Berbeda dengan Judas yang selalu menyewa untuk dua belas jam alias semalaman.
Judas menggenggam rambut Frey lalu membenamkan lebih dalam. Pagi hari seperti ini, hormon laki-laki memang sedang tinggi-tingginya. Lahar itu menggelegak di dalam, meminta untuk segera dikeluarkan.
Dengan kasar, Judas menarik lengan gadis berambut pirang itu untuk segera naik. Kini posisi berganti. Frey tertelentang, ditindih oleh tubuh kekar Judas.
"Aku ada meeting penting. Maaf, tidak bisa lama-lama."
Frey mengangguk. Ini yang membuat Judas berbeda dengan pria lain yang pernah dia layani. Sekejam apa pun dia di luar sana dan sekasar apa pun permainannya di atas ranjang, selalu ada sisi lembut yang ditunjukkan oleh Judas.
Ganas dalam permainan cinta, dipadu dengan lembutnya perhatian seorang pria pada wanita, membuat banyak partner ranjang Judas jadi terbawa oleh perasaan. Niat awal sekadar saling memuaskan, tak jarang berubah menjadi keinginan untuk bersama dan lebih parah lagi, obsesi untuk memiliki.
Frey selalu siap kapan pun Judas menginginkannya. Bukan semata-mata karena uang, tetapi secuil hatinya telah diserahkan pada laki-laki itu. Judas memang berbeda. Sangat berbeda.
Hentakan tubuh Judas diimbangi dengan mengetatnya otot-otot kewanitaan Frey. Desahan Judas diiringi oleh kerasnya erangan gadis berkulit putih mulus bak pualam Yunani itu. Keduanya berpacu, saling mengejar dan dikejar. Mereka seolah berlomba mencapai puncak terlebih dahulu.
Teriakan Frey berbarengan dengan erangan Judas, menuntaskan petualangan mereka pagi ini. Masih di atas tubuh Frey, Judas merebahkan kepala di samping wajah gadis itu sambil berbisik, "Thanks, beautiful angel."
"Dengan senang hati, pangeranku."
Hanya tiga kata yang diucapkan oleh Judas, tetapi mampu membuat hati Frey melambung tinggi menjelajah galaksi. Dia usap lembut bahu laki-laki itu.
Pungkur basah ini, selalu kurindukan, batin Frey sambil tangannya turun mengusap punggung basah Judas. Banjir keringat, salah satu ciri khas laki-laki sehat itu.
"Kamu masih ingin di sini? Aku mau mandi dan langsung meeting dengan Josh." Judas menggeser tubuh, merebahkan diri di samping Frey.
Frey mengubah posisinya, tidur menyamping. Tangan kanan meraih lengan Judas, lantas mencium ujung bahunya sekilas.
"Boleh aku tidur sebentar di sini? Aku masih mengantuk, Sayang."
"Tidurlah, selama yang kamu mau. Aku tidak keberatan." Judas tersenyum.
Sebelum bangkit dan menuju kamar mandi, dia masih menyempatkan untuk mencium kening Frey. Ciuman panjang, lima detik yang membuat hati pemilik kaki jenjang itu semakin terikat dan terpikat.
Dengan tubuh polos, Judas melangkah ke kamar mandi. Frey menatap pahatan indah itu dari belakang. Dia menggigit bibir bawahnya.
Andai saja kamu milikku, Jud.
***
Judas turun ke lobi hotel, tempat Josh menunggunya dengan setia. Frey sudah tertidur lelap ketika dia keluar dari kamar mandi. Pasti dia kelelahan atau masih sedikit mabuk karena menemani Judas minum alkohol semalaman. Wanita dan alkohol. Dua dari tiga favorit Judas selain berjudi.
"Selamat pagi, Tuan." Josh segera berdiri dan menyapa, begitu melihat Judas menghampirinya.
Judas menjawab dengan anggukan dan tatapan datar. Dia memang menjadi sangat berbeda di dunia nyata. Dunia bercinta adalah sisi lain kepribadian Judas. Laki-laki penyuka warna hitam dan cokelat tua itu memberi tanda dengan gerakan kepala agar Josh mengikutinya. Josh berusaha menyejajarkan langkah di samping Judas, agak sedikit ke belakang.
"Kita sarapan dulu, sekalian ngobrol. Sudah tahu identitas gadis semalam?"
Hal pertama yang dia tanyakan adalah Ara. Gadis beku, satu-satunya perempuan yang tidak tertarik padanya.
"Arandelle Tarrigan, masih kerabat kerajaan. Dia adalah cucu dari Raja Canis Major." Josh menjawab dengan tenang.
"Cucu Raja Canis Major? Kenapa aku tidak pernah bertemu dengan dia?" Jelas saja Judas merasa heran. Walau tidak terlalu akrab, tapi Judas hafal orang-orang di lingkungan kerajaan, termasuk kerajaan lain. Otak cerdasnya punya memori yang kuat untuk menyimpan data.
Raja Canis Major adalah raja dari negara tetangga, kerajaan Osmod. Kalau Ara masih keturunan dia, mestinya pernah bertemu dan mengenal Judas sebelumnya.
"Ibunya memang dicoret dari daftar keluarga. Dia melepas posisi putri demi seorang pria dari kalangan rakyat jelata."
"Ah ... begitu ceritanya." Julian manggut-manggut. "Pantas saja."