Chereads / Gadis Malang dan Calon Pewaris / Chapter 11 - Keisha Sakit

Chapter 11 - Keisha Sakit

Gadis Malang itu memutuskan meninggalkan sekolah agar bisa menenangkan pikirannya. Ia berpamitan kepada guru dan berkata bahwa dirinya sedang sakit. Sementara ia tidak kembali pulang ke rumah, ia duduk di tepi sungai menatap air sungai yang terus mengalir. Mendengar suaranya yang berirama. Keisha ingin duduk di sana sendirian. Karena di sekolah Aska pasti akan terus mengganggunya. Gadis berkulit hitam itu hanya ingin sendiri merenungi semua nasib yang sedang ia hadapi. Merenungi kesedihan yang ada di lubuk hatinya. Lalu mencari ke dalam hati yang dalam, sebuah harapan yang mungkin masih tersisa.

Hati yang terlihat kecil namun memiliki nilai yang sangat dalam. Ia menyimpan rahasia, dan juga menyimpan segala rasa. Hati juga menyimpan segala duka. Meski terlihat kecil, namun kedalamannya lebih lautan terdalam. Hati ibarat cermin, yang memberikan pantulan terhadap setiap yang ia rasakan dan semua yang ia lakukan. Jika cermin itu bersih maka yang dipantulkan adalah kenyataan. Namun jika cermin berdebu yang dipantulkan hanyalah kiasan fatamorgana tanpa menunjukkan kejujuran dari sebuah kenyataan.

Hati adalah cermin, saat seseorang menjaganya maka ia akan terus bercahaya. Namun jika seseorang membiarkannya berdebu dan kotor lama-kelamaan cermin itu tidak akan bisa menampilkan wajah sempurna. Bayangan yang tampak di sana akan berbeda dengan kenyataan yang ada. Hati adalah cermin, jika seseorang membiarkannya maka ia akan terbiasa bersikap buruk karena cermin tidak bisa memantulkan kebenarannya. Hati adalah cermin jika ia bersih dari kotoran maka setiap perbuatan buruk yang dilakukan oleh manusia hanya akan terpantul di sana dan membuat pribadi menjadi sadar akan kesalahannya.

Bagaimanakah keadaan hati Keisha, saat ia tidak menemukan jalan untuk bisa keluar dari setiap ujian yang terus ia terima. Saat ia sudah merasa lelah hingga berulang kali mengundang malaikat maut untuk datang menghampirinya dan mencabut nyawanya. Ia lupa kepada Tuhan, lupa kepada setiap nasehat yang diberikan oleh ibunya. Tentang Di manakah letak derajat manusia, tentang bagaimanakah Tuhan memberikan pelajaran kepada makhlukNya, tentang bagaimana rasa syukur yang harus dimiliki setiap hamba. Tapi, gadis Malang itu telah lupa.

Dia berteriak kepada Tuhan, kenapa Tuhan terus saja memberikannya ujian. Apakah dia pernah melakukan sebuah kesalahan, hingga tubuhnya terus mendapatkan luka yang mendalam. Keisha bertanya, Di manakah keberadaan Tuhan, apakah yang Tuhan lakukan? Kenapa dia hanya diam saat melihat tubuh lemahnya terus mendapatkan siksaan.

Gadis Malang itu menutup kedua matanya dengan kedua tangannya. Air mata tersembunyi mengalir deras tak terbendung. Air mata yang menjadi saksi setiap penderitaan yang ia rasakan. Air mata yang tak bersuara tapi setia menemani dirinya. Gadis berkulit hitam itu kembali bertanya kepada Tuhan. Kenapa dia tidak mendapatkan sedikitpun harapan. Wajahnya yang tidak cantik dengan kulit hitam yang terus menempel kepada dirinya membuat teman-temannya terus menghina dan merendahkan nya. Keisha telah lelah terus saja mendapatkan hinaan dan cercaan dari semua orang. Gadis malang itu kembali bertanya, kenapa Tuhan membuat matanya terluka hingga ia harus menggunakan kacamata tebal yang membuat teman-temannya kembali merendahkan dirinya. Kemana Tuhan, saat ia terlahir sebagai orang yang serba kekurangan. Lalu, Tuhan mengambil satu-satunya nikmat yang ia titipkan yaitu ibu kesayangan. Ibu yang terus memberikan semangat atas hinaan orang yang terus hadir menghujani tubuh yang malang. Ibu yang terus hadir memberikan sokongan saat keputusasaan sering menyerang. Ibu yang terus memberikan keyakinan ketika gadis itu berada di dalam keragu-raguan.

Namun, Tuhan juga telah merebut harapan satu-satunya yang dimiliki oleh gadis Malang. Satu-satunya impian dan juga keinginan yang bisa membuat Keisha tersenyum dalam luka yang dalam. Satu-satunya alasan yang membuat gadis Malang terus berusaha keras untuk belajar hingga ia mendapatkan beasiswa luar biasa di sekolah tidak terduga.

"Kenapa engkau begitu membenciku Tuhan? Kenapa engkau terus saja membuat aku semakin terpuruk dalam kehidupan? Apakah salahku kepadamu Tuhan? Jika memang aku bukan manusia yang baik maka kirimkanlah malaikat maut untuk mencabut nyawaku!" Kaisha berteriak, meminta pertanggungjawaban Tuhan atas semua ujian yang ia dapatkan. Mempertanyakan kehidupan kepada Tuhan yang telah memberikan kehidupan.

Gadis Malang itu terus menangis. Ia menangis dengan suara lantang menggemparkan. Iya menangis sepuasnya. Ia menangis mengeluarkan suara yang keras. Karena Gadis itu tahu bahwa disinii hanya sendirian. Ia hanya berusaha menumpahkan semua rasa yang menggebu di dalam hatinya. Ia hanya sedang berusaha mengeluarkan segala kepedihan melalui air mata yang mengalir membasahi pipinya. Keisha membiarkan air matanya terus tumpah membasahi wajahnya.

Setelah lelah menangis gadis Malang itu kan menundukkan kepalanya. Ia memeluk kedua lututnya. Satu hal yang sedang ia sadari saat ini, Tuhan pasti melihatnya. Tuhan juga mendengarkan semua kata-kata yang terlontar dari lisannya.

'Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik kepada semua hamba-nya! Hanya saja terkadang kita tidak bisa melihatnya. Terkadang kita tidak bisa melihat rencana yang sedang disusun oleh Tuhan,' kata-kata sang ibu yang sudah tiada kembali terngiang di telingaku Keisha. Iya tidak bisa membantah karena kata-kata itu berasal dari orang yang paling ia sayang. Gadis berkulit hitam itu pun menundukkan kepala, di dalam lubuk hatinya Yang terdalam ia merasa bersalah karena telah tidak percaya kepada keputusan Tuhan. Namun Ia juga tidak tahu rencana apa yang sedang sedang Tuhan buat untuk dirinya.

***

Saat bel pulang berbunyi, Aska segera berlari meninggalkan ruang kelasnya. Beberapa orang berusaha mengejar dirinya seperti biasa. Tetapi Aska tidak peduli dengan semua orang. Pemuda tampan itu terus berlari Lalu naik ke dalam mobil yang sudah menunggunya.

"Kita jangan langsung pulang Pak Burhan!" begitu Aska duduk di dalam mobil ia berkata kepada sopir pribadinya.

"Kenapa tuan muda? Apakah Tuan muda ingin melakukan sesuatu?" Pak Burhan merasa heran dengan rencana yang tiba-tiba muncul dari tuan mudanya.

"Aku harus melakukan sesuatu Pak!" ucap Aska.

"Tetapi tuan, bukankah sebaiknya kita segera pulang ke rumah. Saya takut tuan besar akan marah jika mengetahui tuan masih berkeliaran setelah pulang sekolah," Pak Burhan takut majikan marah karena membawa Putra mereka keluar dari rumah.

"Aku yang akan bertanggung jawab Pak! Lagi pula kita tidak membutuhkan waktu yang lama!" Aska bersikeras, meski Pak Burhan ragu tetapi Dia pun akhirnya menuruti permintaan dari Azka.

"Kita akan kemana tuan muda?" tanya Pak Burhan.

"Jalan saja Pak! Aku akan menunjukkan jalannya!" Pak Burhan mengikuti perintah Aska. Mobil yang ia kemudian mulai berjalan perlahan. Aska menunjukkan jalan kepada sopir pribadinya.

Beberapa saat di dalam perjalanan, mereka tiba di sebuah jalan kecil yang terlihat semak karena hanya sedikit orang yang mau melewatinya.

"Berhenti di sini pak!" perintah Aska lalu Pak Burhan segera menghentikan mobil yang ia kemudikan.

"Bapak tunggu di sini! Aku akan segera kembali!" ucap Aska meninggalkan mobil. Ia tidak peduli dengan panggilan Pak Burhan yang mengkhawatirkan keadaan dirinya. Pemuda tampan itu terus berlari menelusuri jalan setapak yang berada di pinggiran sungai.